Rabu, 23 Agustus 2023


 SHOLAT QASHAR DAN JAMAK

Dalam bahasa Arab, bepergian dinamakan safar yakni menempuh perjalanan. Menempuh perjalanan dinamakan dengan safar, sedang yang melakukan perjalanan/ bepergian dinamakan musafir

Salat jamak adalah mengumpulkan dua macam salat dalam satu waktu tertentu. Dua macam salat itu adalah salat Dzuhur dengan salat Ashar dan salat Maghrib dengan salat Isyak. Sedangkan salat qasar adalah memendekkan/meringkas jumlah rakaat pada salat yang empat rakaat menjadi dua rakaat yaitu salat Dzuhur, Ashar dan Isyak.

Dalil shalat Qashar dan Jamak

Adapun dalil-dalil yang menerangkan tentang salat jamak adalah sebagai berikut: Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra., ia berkata:“Nabi Saw. pernah menjamak antara salat Dzuhur dan Ashar di Madinah bukan karena bepergian juga bukan karena takut. Saya bertanya: Wahai Abu Abbas, mengapa bisa demikian? Dia menjawab: Dia (Nabi Saw) tidak menghendaki kesulitan bagi umatnya.” [HR. Ahmad].

Hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, ia berkata: “Bahwa Rasulullah Saw. jika berangkat dalam bepergiannya sebelum tergelincir matahari, beliau mengakhirkan salat Dzuhur ke waktu salat Ashar; kemudian beliau turun dari kendaraan kemudian beliau menjamak dua salat tersebut. Apabila sudah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, beliau salat dzuhur terlebih dahulu kemudian naik kendaraan. [Muttafaq ‘Alaih].

Adapun dalil yang menerangkan tentang salat qasar diterangkan dalam QS. an-Nisaa’: 101, Allah berfirman: “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qasar salatmu jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

Selain itu, ada pula hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah ra.: “Bahwa Nabi Saw. pernah mengqashar dalam perjalanan dan menyempurnakannya, pernah tidak puasa dan puasa.” [HR. ad-Daruquthni].

Ada juga hadis yang diriwayatkan oleh Anas ra.: “Bahwa Rasulullah Saw. salat Dzuhur di Madinah empat rakaat dan salat Ashar di Dzul-Hulaifah dua rakaat.” [HR. Muslim]

Ada pendapat ulama mengenai seorang musafir tetapi dalam keadaan menetap tidak dalam perjalanan, seperti seorang yang berasal dari Indonesia bepergian ke Arab Saudi untuk berhaji, selama ia di sana ia boleh mengqashar salatnya dengan tidak menjamaknya sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Saw ketika berada di Mina.

Walaupun demikian boleh-boleh saja dia menjamak dan menqashar salatnya ketika ia musafir seperti yang dilakukan oleh Nabi Saw ketika berada di Tabuk. Pada kasus ini, ketika dia dalam perjalanan lebih baik menjamak dan menqashar salat, karena yang demikian lebih ringan, tidak memberatkan di perjalanan dan seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Namun ketika telah menetap di Arab Saudi lebih utama menqashar saja tanpa menjamaknya.


Sumber:
https://muhammadiyah.or.id/hukum-salat-jamak-sekaligus-qashar-bagi-musafir/




Hukum Salat Qasar dan Jamak yang Perlu Diketahui

Para ulama dalam hal ini berbeda pendapat tentang hukum shalat Qasar, Imam Abu Hanafi menyatakan fardhu ain bagi musafir (tidak boleh tanpa mengqashar). Imam Syafii menghukumi boleh (mubah) mengqashar dan boleh tidak, karena ini merupakan keringanan (rukhshoh). Imam Maliki menyatakan mengqashar lebih baik (sunnah).

Dalam pendapat mashab Imam Syafi’i, hukum salat qasar dan jamak adalah mubah atau boleh dilakukan. Adapun pelaksanaan sholat qasar dan jamak tadi pada dasarnya diperbolehkan untuk dilakukan oleh umat muslim yang tengah berada dalam perjalanan jauh.
Pada dasarnya sholat qasar dan jamak tersebut merupakan keringanan bagi umat muslim yang tengah dalam perjalanan dengan tujuan agar mereka tetap bisa mengerjakan kewajiban sholatnya.
Berdasarkan ulasan tadi, maka hukum salat qasar dan jamak adalah mubah (diperbolehkan) sebagai bentuk keringanan ibadah bagi umat muslim yang tengah dalam perjalanan.
Namun apabila umat muslim bisa berhenti sejenak saat waktu sholat tiba, maka ada baiknya untuk melaksanakan sholat sesuai waktunya. Sebaliknya jika khawatir akan melewati waktu sholat tersebut, maka umat muslim dapat mengerjakan sholat jamak dan qasar tadi.

Berapa lama dibolehkan qashar?

Imam Maliki dan Syafi’i berpendapat jika telah berniat mukim 4 hari, maka tidak boleh lagi mengqashar. Dalilnya adalah perjalanan umroh Rasulullah SAW, beliau tinggal di Mekkah 3 hari, dan selalu mengqashar.


Sumber:
https://kumparan.com/berita-terkini/hukum-salat-qasar-dan-jamak-yang-perlu-dipahami-umat-muslim-1x1F99eTTMc
https://www.bsimaslahat.org/blog/2022/07/19/tata-cara-sholat-jamak-dan-qashar-beserta-syarat-dan-waktu-pelaksanaan/



Syarat diperbolehkannya Qashar Salat
Syarat dibolehkannya qashar ada 11, jika tidak memenuhi maka tidak boleh atau tidak sah qasharnya.

  1. Salat yang diqashar adalah salat 4 rakaat, seperti dzuhur, asar dan ‘isya`.
  2. Tempat tujuannya jelas, sehingga tidak boleh qashar bagi orang yang tak punya tempat tujuan yang jelas. 
  3. Perjalanannya hukumnya mubah, bukan perjalanan maksiat 
  4. Perjalanannya karena tujuan yang baik, seperti berdagang, haji dan umrah, silaturahim, dan sebagainya. 
  5. Perjalanannya mencapai 2 marhalah, yaitu kurang lebih 82 km.
  6. Telah melewati batas desa. 
  7. Mengetahui hukum diperbolehkannya qashar salat, sehingga tidak sah qasharnya orang yang tidak mengetahui hukum bolehnya qasar.
  8. Masih ada dalam status perjalanan hingga salat selesai. 
  9. Niat melakukan salat qashar ketika takbiratul ihram. 
  10. Menjaga hal-hal yang berlawanan dengan niat qashar saat salat, seperti niat untuk muqim, rag-ragu dalam kebolehan qasr atau niat muqim di tengah-tengah salat.
  11. Tidak bermakmum kepada orang yang menyempurnakan salat (4 rakaat).

Sebab Bolehnya menjamak Shalat

Sebab bolehnya jamak shalat ada 3, yaitu:

  1. Safar (perjalanan): jamak takdim dan ta`khir
  2. Hujan: jamak taqdim saja
  3. Sakit: jamak takdim dan ta`khir


Namun apakah sebab diperbolehkannya menjamak shalat apakah hanya “perjalanan jauh”?
 
Menurut sebagian ulama syafi’iyyah, menjamak shalat tidak hanya berlaku dalam perjalanan jauh, tapi juga boleh dilakukan dalam perjalanan jarak dekat (safar qashir), pendapat ini dapat dijadikan pijakan dan boleh untuk diamalkan. Misalnya yang dijelaskan dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin:


Syarat jamak takdim 

 
  1. Memulai dengan shalat pertama (dzuhur lalu ashar, magrib lalu isya`)
  2. Niat jamak pada saat shalat pertama, yaitu jarak antara takbiratul ihram dengan salam pertama. Utamanya niat pada takbiratul ihram.
  3. Waktu salat yang pertama belum habis
  4. Terus menerus antara dua shalat, jangan terpisah dengan waktu yang minimal cukup untuk dua rakaat shalat.
  5. Sholat pertama dipastikan sah, meskipun berupa dugaan kuat (dhon).
  6. Masih dalam udzur (safar, hujan, sakit) hingga selesai takbiratul ihram shalat yang kedua.
  7. Mengetahui kebolehan jamak salat
Sumber: https://jabar.nu.or.id/syariah/qashar-dan-jamak-shalat-4GSbo
Sumber: https://islam.nu.or.id/syariah/apakah-setiap-shalat-jamak-boleh-diqashar-dMQG0



Pendapat Jumhur ulama, boleh menjamak dalam semua perjalanan, selama memenuhi syarat yang sama dengan qashar.

Apakah jamak dibolehkan saat ada uzur walau tanpa perjalanan?

1. Jumhur Ulama berpendapat, dibolehkan selama ada uzur, berdasarkan hadits : Rasulullah SAW menjamak shalat tanpa perjalanan dan tanpa hujan.

2. Sebagian ulama berpendapat, hanya dibolehkan dalam perjalanan.

Kapan saja dibolehkan kita menjamak selain dalam perjalanan?

1. Saat sakit, dan butuh istirahat yang banyak untuk pemulihan.

2. Saat ada uzur yang berat, yang bisa berakibat terancam nyawa, harta, agama dll. Seperti saat mengantar pasien ke RS. atau saat dikhawatirkan sulit menemukan tempat sholat dalam perjalanan, maka dibolehkan menjamak di rumah sebelum berangkat, tanpa disertai qashar.

3. Saat melaksanakan ibadah haji, walau sedang berhaji termasuk penduduk kotaMekkah.

Sumber: https://www.bsimaslahat.org/blog/2022/07/19/tata-cara-sholat-jamak-dan-qashar-beserta-syarat-dan-waktu-pelaksanaan/

Sabtu, 12 Agustus 2023

 

ZAKAT PENGHASILAN KAPAN WAKTU MEMBAYARNYA ?


Menurut istilah, zakat adalah sebutan atas segala sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai kewajiban kepada Allah SWT, kemudian diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Zakat merupakan salah satu kewajiban seorang muslim yang harus dipenuhi untuk mensucikan harta dan jiwa. Namun, untuk memenuhi kewajiban ini tidak boleh sembarangan karena ada ketentuan yang berdasarkan jenis zakatnya.

 

Apa saja jenisnya dan bagaimana cara membayarnya?

1. Zakat Fitrah

Zakat fitrah merupakan kewajiban yang harus dibayarkan setiap setahun sekali pada awal bulan Ramadan hingga batas akhir sebelum dimulainya salat Idul Fitri. Meskipun menjadi kewajiban, zakat ini hanya diperuntukkan bagi orang yang sudah mampu.

Adapun jumlah yang harus dibayarkan sebagai zakat fitrah adalah 2,5 kg atau 3,5 liter beras per kepala. Untuk nilai rupiahnya bisa berubah-ubah sesuai aturan yang berlaku, misalnya berdasarkan SK Ketua Baznas Nomor 7 tahun 2021 tentang Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah DKI Jakarta dan Sekitarnya nilai zakat fitrah setara dengan uang sebesar Rp40.000 per jiwa.

2. Zakat Mal

Dikenal juga sebagai zakat harta, zakat mal merupakan zakat atas uang, emas, maupun aset berharga yang dimiliki dan disewakan seseorang. Syaratnya, harta yang dimiliki sumbernya halal, memenuhi batas minimum, dan telah dimiliki selama satu tahun.

Jadi, misalkan seorang muslim memiliki kekayaan atau harta minimal Rp100 juta dan mengendap selama setahun, maka wajib membayar zakat. Adapun besaran zakat yang harus dibayarkan adalah 2,5% yang dikalikan dengan jumlah harta yang disimpan.


Hukum zakat mal yakni wajib, bagi orang yang memenuhi sejumlah syaratnya. Terdapat lima syarat atas zakat mal; beragama Islam, merdeka (bukan hamba sahaya), punya harta benda yang melebihi kebutuhan pokok, harta yang dimiliki sampai pada nisabnya (kadar ukuran minimal yang mewajibkan zakat), dan telah mencapai haul (waktu kepemilikan harta itu sudah sampai satu tahun).


Macam-macam Zakat Mal
Masih dari buku Fiqih Sunnah dan Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari, ada sejumlah jenis zakat mal berdasarkan harta yang wajib dizakati:

1. Zakat Emas dan Perak
Apabila emas dan perak yang dimiliki telah mencapai haul (satu tahun) dan nisabnya, maka telah wajib dikeluarkan zakatnya. Adapun nisab emas sebesar 85 gram emas, sementara nisab perak sebanyak 595 gram perak. Dan muslim harus mengeluarkan zakat sejumlah 2,5% dari harta emas dan perak yang dimiliki.

Yang menjadi dalil wajibnya berzakat emas dan perak adalah Surat At-Taubah ayat 34-35: "...Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, tetapi tidak menginfakkannya di jalan Allah, berikanlah kabar 'gembira' kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih pada hari ketika (emas dan perak) itu dipanaskan dalam neraka Jahanam lalu disetrikakan (pada) dahi, lambung, dan punggung mereka (seraya dikatakan), "Inilah apa (harta) yang dahulu kamu simpan untuk dirimu sendiri (tidak diinfakkan). Maka, rasakanlah (akibat dari) apa yang selama ini kamu simpan."

2. Zakat Hewan Ternak
Binatang ternak yang dipelihara dan telah mencapai nisab serta haulnya, tidak cacat, tidak tua, dan tidak sedang hamil, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Yang termasuk hewan ternak yang dizakati, yakni unta, sapi, kambing dan domba.

Apabila mencapai haul dan nisab maka;
1) Unta nisabnya lima ekor, dan wajib mengeluarkan seekor kambing. Jika punya 10 ekor unta, maka dizakati dua ekor kambing. Begitu seterusnya dengan kelipatan bertambah lima unta, maka bertambah satu ekor kambing yang wajib dizakati.

2) Sapi nisabnya 30 ekor, maka harus dikeluarkan seekor anak sapi yang berumur satu tahun. Jika punya sapi sebanyak 40 ekor, maka dikeluarkan zakatnya sebesar seekor anak sapi berumur dua tahun.

3. Kambing (termasuk domba) nisabnya 40 ekor, mesti dikeluarkan zakat satu ekor kambing. Bila jumlahnya 121 ekor kambing, maka zakatnya adalah dua ekor kambing. Jika jumlah kambing sebanyak 201 ekor, maka keluarkan zakat tiga ekor kambing. Kemudian setiap bertambah 100 ekor kambing, maka zakatnya bertambah satu kambing.

3. Zakat Pertanian
Yakni zakat yang dikeluarkan dari hasil pertanian, berupa biji-bijian, buah-buahan, yang bisa dimakan, yang bisa disimpan, yang bisa ditakar, awet serta kering. Contoh pertanian yang termasuk zakat ini adalah padi, jagung, gandum, dan yang dapat dijadikan makanan pokok.

Terdapat dua jenis zakat pertanian; 1) Jika bertani dengan tanaman yang diairi dengan air hujan, maka zakat yang dikeluarkannya sebesar 10%, 2) Bila tanamanya diari dengan peralatan (oleh pengairan manusia), zakat yang dikeluarkan sebanyak 5%.

Syarat hasil pertanian yang wajib dizakati, yakni jika mencapai haul, dan nisabnya yang sebesar 652,8 kg. Zakat pertanian dikeluarkan ketika masa panen tiba dan hasil bersih (setelag dihitung biaya pengelolaan untuk menanam dan memanen). Dianjurkan juga untuk menzakati harta yang berkualitas baik.

Surat Al-An'am ayat 141 menjadi dalil untuk mengeluarkan zakat hasil pertanian: "...dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya..."

Juga Surat Al-Baqarah ayat 267: "Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu..."

4. Zakat Perniagaan
Zakat perniagaan disebut juga zakat perdagangan, yakni zakat yang wajib dikeluarkan dari harta atau benda selain emas dan perak yang murni untuk diperjualbelikan, baik secara pribadi maupun secara berkelompok (CV, PT dan sejenisnya) yang bertujuan mendapatkan keuntungan.

Muslim yang punya harta perniagaan yang jumlahnya mencapai nisab dan haul, hendaklah ia menilai harganya pada akhir tahun dan mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dari nilai tersebut.

Wajibnya zakat perdagangan telah disepakati jumhur ulama, berdasarkan sejumlah dalil. Seperti dalam riwayat Samurah bin Jundub yang berkata, "Ammaa ba'du, sesungguhnya Nabi SAW memerintahkan kepada kami untuk mengeluarkan zakat dari harta yang kami persiapkan untuk jual beli." (HR Abu Dawud [211-212] & Baihaqi [1178])

Ayah Abu Amr bin Hammas mengatakan, "Suatu saat aku menjual kulit dan tempat anak panah. Umar bin Khattab lewat di depanku, lanta ia berujar, 'Bayarlah zakat barang-barang ini.' Aku berkata, 'Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya barang tersebut hanyalah kulit.' Umar berkata, 'Nilailah (harganya), kemudian keluarkan zakatnya.'" (Riwata Daruquthni [13])

5. Zakat Temuan/Rikaz dan Barang Tambang
Rikaz adalah barang atau harta yang terpendam di dalam bumi selama bertahun-tahun tanpa kesulitan untuk menggalinya dan ditemukan dengan tidak sengaja, baik yang berada di wilayah miliknya (tanah rumahnya) maupun di wilayah yang tidak ada pemiliknya. Rikaz dikenal pula dengan harta karun.

Zakat yang wajib dikeluarkan dari barang temuan ini sebesar seperlima atau 20% dari jumlah keseluruhan harta yang ditemukan pada saat itu juga. Dalam zakat rikaz tidak ada syarat nisab dan haul, karena rikaz dapa ditemukan kapan pun dan di mana pun tanpa disengaja.

Adapun barang tambang juga wajib dikeluarkan zakatnya seperti rikaz. Barang tambang di sini berupa padatan emas, perka, besi, tembaga dan sejenisnya, sementara barang tambang yang cair seperti minyak bumi, aspal dan lainnya.

Besaran zakat yang dikeluarkan untuk barang tambang, ulama katakan sama dengan rikaz yakni 20%. Sementara ulama lainnya berpendapat barang tambang besi atau sejenisnya wajib dikeluarkan sebesar 2,5%, disamakan dengan zakat emas dan perak. Dalam zakat barang tambang, tidak ada hitungan haul.

6. Zakat Investasi
Yakni zakat yang dikeluarkan dari harta hasil investasi, di antaranya berupa bangunan, penyewaan, saham, rental mobil, dan lainnya. Jika hasil investasi, modalnya tidak bergerak dan tidak memengarui hasi; produksi, maka zakatnya mendekati zakat pertanian.

Harta yang dikeluarkan dari zakat investasi adalah pendapatan bersih dari hasil investasi itu sendiri, setelah dikurangi biaya kebutuhan pokok sehari-hari.

Kadar zakat investasi yang dikeluarkan sebesar 5-10%, disamakan dengan zakat pertanian. Nisab zakat ini yakni total penghasilan bersih selama satu tahun.

7. Zakat Tabungan atau Simpanan
Adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil simpanan harta selama satu tahun dan telah mencapai nisab. Tabungan di sini juga bisa berupa deposito dan sejenisnya.

Zakat tabungan disamakan dengan zakat emas dan perak. Pembayaran zakat ini dilakukan saat sudah mencapai haul dan dengan nisab 85 gram, sehingga kadar zakat yang dikeluarkan sebanyak 2,5%.

Apabila barang simpanannya berupa berlian dan permata, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya lantaran tidak termasuk kategori wajib dizakati. Namun jika benda ini diperjualbelikan maka hasil penjualannya harus dizakati, dengan syarat terpenuhi nisab dan haulnya.

8. Zakat Profesi atau Penghasilan
Merupakan zakat yang dikeluarkan dari hasil pendapatan yang diperoleh jasa atau profesi yang digeluti setelah mencapai nisab. Contoh profesi di sini seperti dokter, konsultan, karyawan, pejabat, dan lainnya.

Penghasilan daru profesi biasanya berupa uang Oleh karena itu, zakat pendapatan disamakan dengan zakat emas dan perak. Sehingga kadar zakat profesi sebesar 2,5%.

Baca artikel detikhikmah, "8 Macam Zakat Mal Lengkap dengan Ketentuan Nisab dan Besarannya" selengkapnya 
https://www.detik.com/hikmah/ziswaf/d-6723362/8-macam-zakat-mal-lengkap-dengan-ketentuan-nisab-dan-besarannya.


 

 

Menghitung Zakat Penghasilan, Bruto Atau Netto ?

Zakat penghasilan atau zakat profesi ( al mal al- mustafad ) adalah zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian professional tertentu, baik yang dilakukan sendirian maupun bersama orang/ lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan ( uang ) halal yang memenuhi nisab ( batas minimum untuk wajib zakat ). Contohnya adalah pejabat, pegawai negeri atau swasta, dokter, konsultan, advokat, dosen, makelar, seniman dan sejenisnya.

Hukum zakat penghasilan. Mayoritas ulama’ Madzhab empat tidak mewajibkan zakat penghasilan pada saat menerima kecuali sudah mencapai nisab dan setahun (haul). 

Majelis Tarjih Muhammadiyah

Musyawarah Nasional Tarjih XXV yang berlangsung pada tanggal 3 – 6 Rabiul Akhir 1421 H bertepatan dengan tanggal 5 – 8 Juli 2000 M bertempat di Pondok Gede Jakarta Timur dan dihadiri oleh anggota Tarjih Pusat.

Lampiran 2

Keputusan Munas Tarjih XXV

Tentang Zakat Profesi dan Zakat Lembaga

  1. Zakat Profesi
  2. Zakat Profesi hukumnya wajib.
  3. Nisab Zakat Profesi setara dengan 85 gram emas 24 karat
  4. Kadar Zakat Profesi sebesar 2,5 %

Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) termasuk ke dalam barisan pendukung zakat profesi. Dalam fatwa MUI 7 Juni tahun 2003 disebutkan bahwa :

Semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram.

1. Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup nishab.

2. Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun; kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.



Kapan saat pengeluaran zakat profesi dilakukan. Ada 3 pendapat:

1. Pendapat ulama As-Syafi’i dan Ahmad memberikan syarat haul, menghitung dari kekayaan yang didapat selama satu tahun

2. Pendapat ulama Abu Hanafi, Malik dan Ulama Modern mensyaratkan haul (sudah cukup setahun) dan dihitung dari awal dan akhir harta tersebut diperoleh, setelah masa satu tahun harta dijumlahkan sehingga wajib mengeluarkan zakatnya kalau sudah mencapai nisabnya;

3. Kemudian untuk pendapat ulama modern seperti Yusuf Qaradhawi tidak memberikan syarat akan haul, tetapi zakat dikeluarkan langsung waktu mendapatkan harta tersebut.

 Cara perhitungan ada 2 pendapat:
1. Menggunakan nishab 85 gram emas 
Kalkulator zakat: https://www.rumahzakat.org/kalkulator-zakat

2. Menggunakan nishab 522 kg beras
Kalkulator zakat: https://zakat.or.id/kalkulatorzakat/

Ada tiga wacana tentang bruto atau netto.

BRUTO ATAU NETTO

Dalam buku fiqh zakat karya Dr. Yusuf al-Qardlawi. Bab zakat profesi dan penghasilan, dijelaskan tentang cara mengeluarkan zakat penghasilan. Kalau kita klasifikasikan ada tiga wacana :

Dihitung dari penghasilan bruto

Yaitu mengeluarkan zakat penghasilan kotor. Artinya, zakat penghasilan yang mencapai nisab 85 gram emas dalam jumlah setahun ( nisab menurut Prof. Dr. Yusuf al- Qardlowi ), dikeluarkan 2,5 % langsung ketika menerima sebelum dikurangi apapun. Jadi kalau dapat gaji atau honor dan penghasilan lainnya dalam sebulan mencapai 2 juta X 12 bulan = 24 juta, berarti dikeluarkan langsung 2,5% dari 2 juta tiap bulan= 50 ribu atau dibayar diakhir tahun = 600 ribu. Hal ini berdasarkan pendapat Az- Zuhri dan ‘ Auzai’, beliau menjelaskan : “ bila seorang memperoleh penghasilan dan ingin membelanjakan sebelum bulan wajib zakat  datang, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat itu terlebih dahulu dari membelanjakannya “ ( ibnu Abi Syaibah, Al- mushannif. 4/ 30 ).

Dan juga menqiyaskan dengan beberapa harta zakat yang langsung dikeluarkan tanpa dikurangi apapun, seperti zakat ternak, emas perak, ma’dzan dan rikaz.

Dipotong Operasional Kerja

Yaitu setelah menerima penghasilan gaji atau honor, maka dipotong dahulu dengan biaya operasional kerja. Contonnya, seorang yang mendapat gaji 2 juta sebulan, dikurangi biaya  transport dan konsumsi harian di tempat kerja sebanyak Rp. 500 ribu. Sisa Rp. 1.500.000, maka zakatnya dikeluarkan 2,5 % dari Rp. 1.500.000,- yaitu Rp. 37.500,-.

Hal ini menganalogikan dengan zakat hasil bumi dan kurma serta sejenisnya. Bahwa biaya dikeluarkan lebih dahulu baru zakat dikeluarkan dari sisanya. Ini adalah pendapat ‘ Atho’ dan lainnya. Dari itu zakat hasil bumi ada perbedaan prosentase zakat antara yang diairi dengan hujan yaitu 10% dan melalui irigasi 5%.

Dihitung dari penghasilan Netto atau Zakat bersih

Yaitu mengeluarkan zakat dari harta yang masih mencapai nisab setelah dikurangi untuk kebutuhan pokok sehari- hari, baik pangan, papan, hutang dan kebutuhan pokok lainnya untuk keperluan dirinya, keluarga dan yang menjadi tanggungannya. Jika penghasilan setelah dikurangi kebutuhan pokok masih mencapai nisab, maka wajib zakat. Tapi kalau tidak mencapai nisab maka tidak wajib zakat, karena dia bukan termasuk Muzakki ( orang yang wajib zakat ) bahkan menjadi mustahiq ( orang yang berhak menerima zakat ) karena sudah menjadi miskin dengan tidak cukupnya penghasilan terhadap kebutuhan pokok sehari- hari.

Hal ini berdasarkan hadist riwayat imam Al- bukhori dari Hakim bin Hizam bahwa Rasullah SAW bersabda “ … dan paling baiknya zakat itu dikeluarkan dari kelebihankebutuhan…”. ( lihat Dr. Yusuf Al- Qardlawi. Fiqh zakat. 486 ).


Golongan Penerima Zakat

Menunaikan zakat tidak bisa sembarangan. Orang yang membayar zakat atau disebut juga dengan muzakki, tidak bisa sembarangan menyalurkan hartanya. Hanya orang-orang yang termasuk dalam golongan penerima zakat (mustahik) sajalah yang berhak. 

Hal ini sudah dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam QS. At-Taubah ayat 60, yang artinya sebagai berikut:

"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah." (QS. At-Taubah ayat 60)

1. Fakir

Golongan pertama yang berhak menerima zakat adalah fakir. 

Yang termasuk golongan fakir adalah orang yang tidak memiliki harta dan penghasilan sehingga tidak mampu atau sulit memenuhi kebutuhan pokok hariannya. Oleh karena itu, zakat bermanfaat baginya untuk dapat memenuhi kebutuhan pokoknya.

2. Miskin

Golongan kedua adalah miskin. Hampir sama dengan fakir, golongan ini juga termasuk yang sulit memenuhi kebutuhan. Namun bedanya, golongan miskin memiliki penghasilan. Meskipun demikian, ia masih sulit untuk memenuhi kebutuhannya.

3. Amil

Golongan berikutnya yang berhak menerima zakat adalah amil. Amil adalah orang yang mengurus zakat, dari mulai penerimaan hingga penyalurannya. 

Untuk menjadi amil zakat, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi individu tersebut. Beberapa diantaranya adalah merupakan seorang muslim, sudah baligh, dan memiliki sifat jujur. Cakupan pekerjaannya berkaitan dengan mengelola, mendistribusikan, mengumpulkan, dan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat.

4. Mualaf

Mualaf adalah orang yang baru memeluk agama Islam. Zakat berfungsi untuk menyenangkan hatinya, dimana bisa saja seorang mualaf tersebut ditinggalkan keluarga atau pekerjaannya sehingga berpengaruh ke kondisi ekonominya.

5. Riqab (Hamba sahaya/budak)

Golongan penerima zakat selanjutnya adalah riqab atau hamba sahaya. Hamba sahaya adalah korban perdagangan manusia, pihak yang ditawan oleh musuh Islam, serta orang yang terjajah dan teraniaya.

Pada zaman dahulu, banyak orang yang dijadikan budak oleh para saudagar kaya. Untuk meringankan beban dan penderitaannya, maka hamba sahaya dijadikan salah satu golongan yang berhak menerima zakat. Zakat ini dapat digunakan untuk menebus hamba sahaya agar dapat dimerdekakan.

6. Gharimin (Orang yang terjerat hutang)

Golongan berikutnya yang berhak menerima zakat adalah gharimin. Gharimin adalah orang yang terjerat utang karena bertahan hidup. Utang ini dapat disebabkan untuk kemaslahatan diri seperti mengobati penyakit, ataupun untuk kemaslahatan umum seperti membangun sarana ibadah dan tidak mampu membayarnya kembali saat jatuh tempo. Gharimin termasuk golongan penerima zakat agar dapat meringankan bebannya.

7. Fi Sabilillah (Orang yang berjihad)

Fi Sabilillah adalah orang yang sedang berjuang di jalan Allah, seperti berdakwah atau berjihad. Dalam menjalankan perjuangannya di jalan Allah ini tentunya banyak halang rintang yang dihadapi dan waktu yang diberikan. Oleh karena itu, Fi Sabilillah termasuk golongan yang berhak menerima zakat.

8. Ibnu Sabil (Musafir)

Golongan terakhir yang berhak mendapatkan zakat adalah ibnu sabil. Ibnu sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan atau yang biasa kita kenal dengan musafir. Lebih spesifik, musafir yang dimaksud adalah yang sedang dalam perjalanan menegakkan agama Islam, bukan untuk maksiat.

Musafir bisa saja kehabisan perbekalan di perjalanan. Oleh karena itu, golongan ini termasuk golongan yang berhak menerima zakat agar kebutuhannya dalam perjalanannya dapat terpenuhi.



Sumber:

https://baznasgresik.com/menghitung-zakat-penghasilan-bruto-atau-netto/

https://www.rumahfiqih.com/konsultasi-2250-mengapa-para-ulama-masih-berbeda-pendapat-dalam-zakat-profesi.html

https://www.megasyariah.co.id/id/artikel/edukasi-tips/donasi-dan-amal/penerima-zakat