Perbedaan
pendapat tentang Yasinan dan Tahlilan
1.
Pendapat pertama
adalah kharam atau makruh
Mereka berpendapat karena Yasinan
dan Tahlilan adalah Bidah (sesuatu yang mengada-ada dalam urusan agama)
Dalil
nya sbb:
"Barang siapa yang beramal
tapi tidak ada perintah dari kami, maka amalan tersebut tertolak"(HR
Muslim)
Atau dalam hadits lain disebutkan
bahwa "Barang siapa yang
mengada-adakan dalam urusan kami yang tidak ada perintah dari kami, maka akan
tetolak" (HR Bukhori dan
Muslim)
Ijmak Ulama bahwa Nabi, para
sahabat, dan para imam madzhab tidak pernah tahlilan
Tentu sangat tidak diragukan bahwa acara tahlilan –sebagaimana acara maulid Nabi dan bid'ah-bid'ah yang lainnya- tidaklah pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tidak juga para sahabatnya, tidak juga para tabi'in, dan bahkan tidak juga pernah dilakukan oleh 4 imam madzhab (Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafii, dan Ahmad rahimahumullah).
Tentu sangat tidak diragukan bahwa acara tahlilan –sebagaimana acara maulid Nabi dan bid'ah-bid'ah yang lainnya- tidaklah pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tidak juga para sahabatnya, tidak juga para tabi'in, dan bahkan tidak juga pernah dilakukan oleh 4 imam madzhab (Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafii, dan Ahmad rahimahumullah).
Akan tetapi anehnya sekarang acara tahlilan pada kenyataannya seperti merupakan suatu kewajiban di pandangan sebagian masyarakat. Bahkan merupakan celaan yang besar jika seseorang meninggal lalu tidak ditahlilkan. Sampai-sampai ada yang berkata, "Kamu kok tidak mentahlilkan saudaramu yang meninggal??, seperti nguburi kucing aja !!!".
Tidaklah diragukan bahwa
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah kehilangan banyak saudara, karib
kerabat, dan juga para sahabat beliau yang meninggal di masa kehidupan beliau.
Anak-anak beliau (Ruqooyah, Ummu Kaltsum, Zainab, dan Ibrahim radhiallahu
'anhum) meninggal semasa hidup beliau, akan tetapi tak seorangpun dari mereka
yang ditahlilkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Apakah semuanya
dikuburkan oleh Nabi seperti menguburkan kucing??.
Istri beliau yang sangat beliau cintai Khodijah radhiallahu 'anhaa juga meninggal di masa hidup beliau, akan tetapi sama sekali tidak beliau tahlilkan. Jangankan hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, ke-1000 bahkan sehari saja tidak beliau tahlilkan. Demikian juga kerabat-kerabat beliau yang beliau cintai meninggal di masa hidup beliau, seperti paman beliau Hamzah bin Abdil Muthholib, sepupu beliau Ja'far bin Abi Thoolib, dan juga sekian banyak sahabat-sahabat beliau yang meninggal di medan pertempuran, tidak seorangpun dari mereka yang ditahlilkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Demikian pula jika kita beranjak kepada zaman al-Khulafaa' ar-Roosyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali) tidak seorangpun yang melakukan tahlilan terhadap saudara mereka atau sahabat-sahabat mereka yang meninggal dunia.
Istri beliau yang sangat beliau cintai Khodijah radhiallahu 'anhaa juga meninggal di masa hidup beliau, akan tetapi sama sekali tidak beliau tahlilkan. Jangankan hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, ke-1000 bahkan sehari saja tidak beliau tahlilkan. Demikian juga kerabat-kerabat beliau yang beliau cintai meninggal di masa hidup beliau, seperti paman beliau Hamzah bin Abdil Muthholib, sepupu beliau Ja'far bin Abi Thoolib, dan juga sekian banyak sahabat-sahabat beliau yang meninggal di medan pertempuran, tidak seorangpun dari mereka yang ditahlilkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Demikian pula jika kita beranjak kepada zaman al-Khulafaa' ar-Roosyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali) tidak seorangpun yang melakukan tahlilan terhadap saudara mereka atau sahabat-sahabat mereka yang meninggal dunia.
Sumber: http://www.firanda.com/
Sesungguhnya membaca Al Qur'an
termasuk ibadah, padahal ibadah itu akan diterima oleh Allah dan berpahala jika
memenuhi dua persyaratan, yaitu : ikhlas karena Allah dan mengikuti tata cara
yang dicontohkan oleh Rasulullah. Dan sesungguhnya membaca surat Yasin dengan
bersamaan pada setiap ada kematian atau hari jum'at adalah tidak dicontohkan
Rasulullah. Maka walaupun mereka Yasinan (membaca surat Yasin) itu dengan
ikhlas tapi tidak diajarkan oleh Rasulullah n maka amalan tersebut akan tertolak.
Sebagaimana sabda Rasulullah
من
عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
"Barang siapa yang beramal
tapi tidak ada perintah dari kami, maka amalan tersebut tertolak"(HR
Muslim)
Atau dalam hadits lain disebutkan
bahwa "Barang siapa yang
mengada-adakan dalam urusan kami yang tidak ada perintah dari kami, maka akan
tetolak" (HR Bukhori dan
Muslim)
Imam Sufyan Ats Tsauri berkata,
"Bid'ah lebih dicintai oleh Iblis dari pada maksiat. Orang terkadang
bertaubat dari maksiat, tapi seseorang sulit bertaubat dari bid'ah.( Riwayat Al
Lalikali, Al Baghawi)
Alasan mereka "Surat Yasin
memiliki banyak keutamaan atau fadhilah", padahal kalau diteliti dari
hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaan surat Yasin adalah dha'if (lemah) bahkan ada
yang maudhu' (palsu).
Adapun hadits-hadits yang
semuanya dha'if (lemah) dan atau maudhu' (palsu) yang dijadikan dasar tentang fadhilah surat Yasin diantaranya adalah sebagai
berikut :
"Siapa yang membaca surat Yasin dalam suatu malam, maka ketika
ia bangun pagi hari diampuni dosanya dan siapa yang membaca surat Ad-Dukhan pada malam Jum'at maka
ketika ia bangun pagi hari diampuni dosanya".( Ibnul Jauzi,
Al-Maudhu'at, 1/247)
Keterangan
: Hadits ini Palsu.
Ibnul Jauzi mengatakan, hadits
ini dari semua jalannya adalah batil, tidak ada asalnya. Imam Daruquthni
berkata :Muhammad bin Zakaria yang
ada dalam sanad hadits ini adalah tukang memalsukan hadits.[20]
"Siapa yang membaca surat Yasin pada malam hari karena mencari
keridhaan Allah, niscaya Allah mengampuni dosanya".
Keterangan
: Hadits ini Lemah.
Diriwayatkan oleh Thabrani dalam
kitabnya Mu'jamul Ausath dan As-Shaghir dari Abu Hurairah, tetapi dalam
sanadnya ada rawi Aghlab bin
Tamim. Kata Imam Bukhari, ia munkarul
hadits. Kata Ibnu Ma'in, ia tidak ada apa-apanya (tidak kuat).[21]
"Siapa yang terus menerus
membaca surat Yasin pada setiap malam, kemudian ia
mati maka ia mati syahid".
Keterangan
: Hadits ini Palsu.
Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani
dalam Mu'jam Shaghir dari Anas, tetapi dalam sanadnya ada Sa'id binMusa Al-Azdy, ia seorang
pendusta dan dituduh oleh Ibnu Hibban sering memalsukan hadits.[22]
"Siapa yang membaca surat Yasin pada permulaan siang (pagi hari)
maka akan diluluskan semua hajatnya".
Keterangan
: Hadits ini Lemah.
Ia diriwayatkan oleh Ad-Darimi
dari jalur Al-Walid bin Syuja'. Atha'
bin Abi Rabah, pembawa hadits ini tidak pernah bertemu Nabi n. Sebab ia lahir sekitar tahun 24 H
dan wafat tahun 114 H.[23]
"Siapa yang membaca surat Yasin satu kali, seolah-olah ia membaca
Al-Qur'an dua kali". [24]
Keterangan
: Hadits ini Palsu.[25]
"Siapa yang membaca surat Yasin satu kali, seolah-olah ia
membaca Al-Qur'an sepuluh kali". (Hadits Riwayat Baihaqi dalam Syu'abul
Iman).
Keterangan
: Hadits ini Palsu.[26]
"Sesungguhnya tiap-tiap
sesuatu mempunyai hati dan hati (inti) Al-Qur'an itu ialah surat Yasin. Siapa yang membacanya maka
Allah akan memberikan pahala bagi bacaannya itu seperti pahala membaca
Al-Qur'an sepuluh kali".
Keterangan
: Hadits ini Palsu.
Hadits ini diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi (No. 3048) dan Ad-Darimi 2:456. Di dalamnya terdapat Muqatil bin Sulaiman. Ayah Ibnu
Abi Hatim berkata : Aku mendapati hadits ini di awal kitab yang disusun oleh
Muqatil bin Sulaiman. Dan ini adalah hadits batil, tidak ada asalnya. (Periksa
: Silsilah Hadits Dha'if No. 169, hal. 202-203) Imam Waqi' berkata : Ia adalah
tukang dusta. Kata Imam Nasa'i : Muqatil bin Sulaiman sering dusta.[27]
"Siapa yang membaca surat Yasin di pagi hari maka akan dimudahkan (untuknya) urusan hari itu sampai sore. Dan siapa yang membacanya di awal malam (sore hari) maka akan dimudahkan urusannya malam itu sampai pagi".
Keterangan
: Hadits ini Lemah.
Hadits ini diriwayatkan Ad-Darimi
2:457 dari jalur Amr bin Zararah. Dalam sanad hadits ini terdapat Syahr bin Hausyab. Kata Ibnu
Hajar : Ia banyak memursalkan hadits dan banyak keliru.[28]
"Bacakanlah surat Yasin kepada orang yang akan mati di
antara kamu".
Keterangan
: Hadits ini Lemah.
Diantara yang meriwayatkan hadits
ini adalah Ibnu Abi Syaibah (4:74 cet. India),
Abu Daud No. 3121. Hadits ini lemah karena Abu
Utsman, di antara perawi hadits ini adalah seorang yang majhul (tidak diketahui), demikian pula
dengan ayahnya. Hadits ini juga mudtharib (goncang sanadnya/tidak jelas).
"Tidak seorang pun akan
mati, lalu dibacakan Yasin di sisinya (maksudnya sedang naza') melainkan Allah
akan memudahkan (kematian itu) atasnya".
Keterangan
: Hadits ini Palsu.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu
Nu'aim dalam kitab Akhbaru Ashbahan I :188. Dalam sanad hadits ini terdapatMarwan
bin Salim Al Jazari. Imam Ahmad dan Nasa'i berkata, ia tidak bisa
dipercaya. Imam Bukhari, Muslim dan Abu Hatim berkata, ia munkarul hadits. Kata Abu
'Arubah Al Harrani, ia sering memalsukan hadits.[29]
[20] Al-Maudhu'at,
Ibnul Jauzi, I/246-247, Mizanul I'tidal III/549, Lisanul Mizan V/168,
Al-Fawaidul Majmua'ah hal. 268 No. 944.
[23] Sunan
Ad-Darimi 2:457, Misykatul Mashabih, takhrij No. 2177, Mizanul I'tidal III:70
dan Taqribut Tahdzib II:22
2.
Pendapat kedua
adalah yang membolehkan atau sunah
Riwayat
hadis tentang keutamaan membaca Yasin sebagiannya adalah sahih, ada pula yang
hasan, dlaif dan maudlu' (palsu). Akan tetapi, karena Yasin adalah sebuah surat
yang diamalkan oleh warga NU dalam setiap tahlil dan bahkan mereka hafal surat
ini kendatipun mereka buta huruf Arab, maka hal ini memancing reaksi berlebihan
dari kelompok yang sejak semula memang anti tahlil dengan mengungkap
hadis-hadis palsu dan dlaif dari surat Yasin, padahal hakekatnya mereka juga
tahu bahwa dalam fadilah Yasin juga banyak riwayat sahihnya.Diantaranya adalah sebagai berikut:
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَليْهِ
وسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ يس فِى لَيْلَةٍ اِبْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ غُفِرَ لَهُ (رواه البيهقى فى شعب
الإيمان رقم 2464 وأخرجه أيضًا الطبرانى فى الأوسط رقم 3509 والدارمى رقم 3417
وأبو نعيم فى الحلية 2/159 والخطيب البغدادي 10/257 وأخرجه ابن حبان عن جندب
البجلى رقم 2574)
"Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa membaca Surat Yasin di malam hari seraya mengharap
rida Allah, maka ia diampuni" (HR al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman No 2464,
al-Thabrani dalam al-Ausath No 3509, al-Darimi No 3417, Abu Nuaim dalam
al-Hilyat II/159, Khatib al-Baghdadi X/257 dan Ibnu Hibban No 2574)
Hadis ini diklaim oleh banyak pihak sebagai hadis palsu,
khususnya dibesarkan-besarkan oleh kelompok yang anti tahlil karena hampir
setiap acara tahlilan terlebih dahulu membaca Surat Yasin bersama atau dibaca
saat berziarah. Untuk membantahnya kami paparkan ke hadapan mereka pendapat ulama
dari kalangan mereka sendiri dan sekaligus dikagumi oleh mereka, yaitu Muhammad
bin Ali al-Syaukani. Ia berkata:
حَدِيْثُ مَنْ قَرَأَ يس اِبْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ غُفِرَ لَهُ
رَوَاهُ الْبَيْهَقِي عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مَرْفُوْعًا وَإِسْنَادُهُ عَلَى شَرْطِ
الصَّحِيْحِ وَأَخْرَجَهُ أَبُوْ نُعَيْمٍ وَأَخْرَجَهُ الْخَطِيْبُ فَلاَ وَجْهَ
لِذِكْرِهِ فِي كُتُبِ الْمَوْضُوْعَاتِ (الفوائد المجموعة في الأحاديث الموضوعة لمحمد
بن علي بن محمد الشوكاني 1 / 302)
"Hadis yang berbunyi: 'Barangsiapa
membaca Surat Yasin seraya mengharap rida Allah, maka ia diampuni' diriwayatkan
oleh al-Baihaqi dari Abu Hurairah secara marfu', sanadnya sesuai kriteria hadis
sahih. Juga diriwayatkan oleh Abu Nuaim dan Khatib (al-Baghdadi). Maka tidak
ada jalan untuk mencantumkannya dalam kitab-kitab hadis palsu!" (al-Fawaid
al-Majmu'ah I/302)
Begitu
pula ahli hadis al-Fatanni berkata:
مَنْ قَرَأَ يس فِي لَيْلَةٍ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ وَمَنْ
قَرَأَ الدُّخَانَ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَصْبَحَ مَغْفُوْرًا لَهُ فِيْهِ
مُحَمَّدُ بْنُ زَكَرِيَّا يَضَعُ قُلْتُ لَهُ طُرُقٌ كَثِيْرَةٌ
عَنْهُ بَعْضُهَا عَلَى شَرْطِ الصَّحِيْحِ أَخْرَجَهُ التُّرْمُذِي
وَالْبَيْهَقِي (تذكرة الموضوعات للفتني 1 / 80)
"Hadis yang berbunyi: 'Barangsiapa
membaca Surat Yasin di malam hari, maka di pagi harinya ia diampuni dan
barangsiapa membaca Surat al-Dukhan di malam Jumat, maka di pagi harinya ia
diampuni' Di dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Zakariya yang memalsukan
hadis. Saya (al-Fatanni) berkata: Hadis ini memiliki banyak jalur riwayat, yang
sebagiannya sesuai kriteria hadis sahih yang diriwayatkan oleh al-Turmudzi dan
al-Baihaqi" (Tadzkirat al-Maudlu'at I/80)[1]
Bahkkan seorang ahli tafsir yang menjadi murid
Ibnu Taimiyah, yaitu Ibnu Katsir (yang tafsirnya paling sering dikaji oleh
kelompok anti tahlil), mencantumkan banyak hadis tentang keutamaan (fadilah)
Surat Yasin, diantaranya hadis riwayat al-Hafidz Abu Ya'la al-Mushili No 6224:
وَقَالَ الْحَافِظُ أَبُوْ يَعْلَى حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ
أَبِي إِسْرَائِيْلَ حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ
زِيَادٍ عَنِ الْحَسَنِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُوْلُ قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ يس فِي لَيْلَةٍ أَصْبَحَ
مَغْفُوْرًا لَهُ وَمَنْ قَرَأَ حم الَّتِي فِيْهَا الدُّخَانُ أَصْبَحَ
مَغْفُوْرًا لَهُ
"Barangsiapa membaca Surat Yasin di malam
hari, maka di pagi harinya ia diampuni dan barangsiapa membaca Surat al-Dukhan,
maka di pagi harinya ia diampuni"
Ibnu Katsir berkata:
إِسْنَادٌ جَيِّدٌ (تفسير ابن كثير 6 / 561)
"Ini
adalah sanad yang bagus" (Tafsir Ibnu Katsir VI/561)
Tidak
banyak yang tahu mengenai hukum menuduh hadis palsu, padahal nyata sekali bahwa
riwayat tersebut secara akumulasi adalah sahih. Maka disini Rasulullah Saw
memberi kecaman bagi mereka yang melakukan hal itu:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ
بَلَغَهُ عَنِّي حَدِيْثٌ فَكَذَّبَ بِهِ فَقَدْ كَذَّبَ ثَلاَثَةً اللهَ
وَرَسُوْلَهُ وَالَّذِي حَدَّثَ بِهِ (رواه الطبراني في الأوسط رقم 7596 وابن عساكر
27/410 عن جابر)
"Barangsiapa yang sampai kepadanya sebuah
hadis dari saya kemudian ia mendustakannya, maka ada tiga yang ia dustakan,
yaitu Allah, Rasul-Nya dan perawi hadis tersebut"[2] (HR
al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Ausath No 7596 dan Ibnu 'Asakir 27/410 dari
Jabir)
Kembali ke masalah membaca surat Yasin. Lebih
dari itu, ternyata Ibnu Katsir sependapat dengan amaliyah Nahdliyin dalam membaca
Surat Yasin di dekat orang yang akan meninggal. Berikut diantara
uraiannya:
ثُمَّ قَالَ اْلإِمَامُ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا عَارِمٌ حَدَّثَنَا
ابْنُ الْمُبَارَكِ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ التَّيْمِي عَنْ أَبِي عُثْمَانَ
-وَلَيْسَ بِالنَّهْدِي- عَنْ أَبِيْهِ عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ قاَلَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "اِقْرَؤُوْهَا عَلَى
مَوْتَاكُمْ" يَعْنِي يس. وَرَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالنَّسَائِي فِي
الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ وَابْنُ مَاجَهْ مِنْ حَدِيْثِ عَبْدِ اللهِ بْنِ الْمُبَارَكِ
بِهِ إِلاَّ أَنَّ فِي رِوَايَةِ النَّسَائِي عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ مَعْقِلٍ
بْنِ يَسَارٍ. وَلِهَذَا قَالَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ مِنْ خَصَائِصِ هَذِهِ
السُّوْرَةِ أَنَّهَا لاَ تُقْرَأُ عِنْدَ أَمْرٍ عَسِيْرٍ إِلاَّ يَسَّرَهُ
اللهُ. وَكَأَنَّ قِرَاءَتَهَا عِنْدَ الْمَيِّتِ لِتُنْزَلَ الرَّحْمَةُ
وَالْبَرَكَةُ وَلِيَسْهُلَ عَلَيْهِ خُرُوْجُ الرُّوْحِ وَاللهُ أَعْلَمُ. قَالَ
اْلإِمَامُ أَحْمَدُ رَحِمَهُ اللهُ حَدَّثَنَا أَبُوْ الْمُغِيْرَةِ حَدَّثَنَا
صَفْوَانُ قَالَ كَانَ الْمَشِيْخَةُ يَقُوْلُوْنَ إِذَا قُرِئَتْ - يَعْنِي يس-
عِنْدَ الْمَيِّتِ خُفِّفَ عَنْهُ بِهَا(تفسير ابن كثير 6 / 562)
"Imam Ahmad berkata (dengan meriwayatkan
sebuah) bahwa Rasulullah Saw bersabda: Bacalah surat Yasin kepada orang-orang
yang meninggal (HR Abu Dawud dan al-Nasa'i dan Ibnu Majah). Oleh karenanya
sebagian ulama berkata: diantara keistimewaan surat yasin jika dibacakan dalam
hal-hal yang sulit maka Allah akan memudahkannya, dan pembacaan Yasin di dekat
orang yang meninggal adalah agar turun rahmat dan berkah dari Allah serta
memudahkan keluarnya ruh. Imam Ahmad berkata: Para guru berkata: Jika Yasin
dibacakan di dekat mayit maka ia akan diringankan (keluarnya ruh) dengan bacaan
Yasin tersebut" (Ibnu Katsir VI/342)
Berikut kutipan selengkapnya dari kitab Musnad
Ahmad mengenai pembacaan Yasin di samping orang yang akan meninggal yang telah
menjadi amaliyah ulama terdahulu dan terus diamalkan oleh warga NU:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ حَدَّثَنِي أَبِي ثَنَا أَبُوْ
الْمُغِيْرَةِ ثَنَا صَفْوَانُ حَدَّثَنِي الْمَشِيْخَةُ اَنَّهُمْ حَضَرُوْا
غُضَيْفَ بْنَ الْحَرْثِ الثَّمَالِيَ حِيْنَ اشْتَدَّ سَوْقُهُ فَقَالَ هَلْ
مِنْكُمْ أَحَدٌ يَقْرَأُ يس قَالَ فَقَرَأَهَا صَالِحُ بْنُ شُرَيْحٍ
السُّكُوْنِي فَلَمَا بَلَغَ أَرْبَعِيْنَ مِنْهَا قُبِضَ قَالَ فَكَانَ
الْمَشِيْخَةُ يَقُوْلُوْنَ إِذَا قُرِئَتْ عِنْدَ الْمَيِّتِ خُفِّفَ عَنْهُ
بِهَا قَالَ صَفْوَانُ وَقَرَأَهَا عِيْسَى بْنُ الْمُعْتَمِرِ عِنْدَ بْنِ
مَعْبَدٍ(مسند أحمد بن حنبل
17010)
"Para guru bercerita bahwa mereka
mendatangi Ghudlaif bin Hars al-Tsamali ketika penyakitnya sangat parah. Shafwan
berkata: Adakah diantara anda sekalian yang mau membacakan Yasin? Shaleh bin
Syuraih al-Sukuni yang membaca Yasin. Setelah ia membaca 40 dari Surat Yasin,
Ghudlaif meninggal. Maka para guru berkata: Jika Yasin dibacakan di dekat mayit
maka ia akan diringankan (keluarnya ruh) dengan Surat Yasin tersebut. (Begitu
pula) Isa bin Mu'tamir membacakan Yasin di dekat Ibnu Ma'bad" (Musnad
Ahmad No 17010)
Al-Hafidz
Ibnu Hajar menilai atsar ini:
وَهُوَ حَدِيْثٌ حَسَنُ اْلإِسْنَادِ (الإصابة في تمييز
الصحابة للحافظ ابن حجر 5 / 324)
"Riwayat ini sanadnya adalah hasan"
(al-Ishabat fi Tamyiz al-Shahabat V/324)
Ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar juga menilai
riwayat amaliyah ulama salaf membaca Yasin saat Ghudlaif akan wafat sebagai
dalil penguat (syahid) dari hadis riwayat Ma'qil bin Yasar yang artinya:
Bacakanlah Surat Yasin di dekat orang yang meninggal. (Raudlah al-Muhadditsin
X/266)
Al-Hafidz Ibnu Hajar memastikan Ghudlaif ini
adalah seorang sahabat:
هَذَا مَوْقُوْفٌ حَسَنُ اْلإِسْنَادِ وَغُضَيْفٌ صَحَابِىٌّ
عِنْدَ الْجُمْهُوْرِ وَالْمَشِيْخَةُ الَّذِيْنَ نَقَلَ عَنْهُمْ لَمْ يُسَمُّوْا
لَكِنَّهُمْ مَا بَيْنَ صَحَابِىٍّ وَتَابِعِىٍّ كَبِيْرٍ وَمِثْلُهُ لاَ يُقَالُ
بِالرَّأْىِ فَلَهُ حُكْمُ الرَّفْعُ(روضة المحدثين للحافظ ابن حجر 10 / 266)
"Riwayat sahabat ini sanadnya adalah
hasan. Ghudlaif adalah seorang sahabat menurut mayoritas ulama. Sementara 'para
guru' yang dikutip oleh Imam Ahmad tidak disebut namanya, namun mereka ini
tidak lain antara sahabat dan tabi'in senior. Hal ini bukanlah pendapat
perseorangan, tetapi berstatus sebagai hadis yang disandarkan pada Rasulullah
(marfu')" (Raudlah al-Muhadditsin X/266)
Terkait dengan tuduhan anti tahlil yang
mengutip pernyataan beberapa ulama bahwa sanad hadis riwayat Ma'qil ini
goncang, redaksi hadisnya (matan) tidak diketahui dan sebagainya, maka cukup
dibantah dengan pendapat ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Bulugh al-Maram
I/195:
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ اَلنَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اقْرَؤُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس رَوَاهُ
أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ (وأخرجه أحمد 20316
وأبو داود رقم 3121 وابن ماجه رقم 1448 وابن حبان رقم 3002 والطبرانى رقم 510
والحاكم رقم 2074 والبيهقى رقم 6392 وأخرجه أيضاً الطيالسى رقم 931 وابن أبى شيبة
رقم 10853 والنسائى فى الكبرى رقم 10913)
"Dari Ma'qil bin Yasar bahwa Rasulullah
Saw bersabda: 'Bacalah surat Yasin di dekat orang-orang yang meninggal.' Ibnu
Hajar berkata: Diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Nasa'i dan disahihkan oleh Ibnu
Hibban"
(Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad No 20316, Abu Dawud
No 3121, Ibnu Majah No 1448, al-Thabrani No 510, al-Hakim No 2074, al-Baihaqi
No 6392, al-Thayalisi No 931, Ibnu Abi Syaibah No 10853 dan al-Nasa'i dalam
al-Sunan al-Kubra No 10913)
Dalam kitab tersebut al-Hafidz Ibnu Hajar tidak
memberi komentar atas penilaian sahih dari Ibnu Hibban. Sementara dalam kitab
beliau yang lain, Talkhis al-Habir II/244, kendatipun beliau mengutip penilaian
dlaif dari Ibnu Qattan dan al-Daruquthni, di saat yang bersamaan beliau
meriwayatkan atsar dari riwayat Imam Ahmad diatas.
Jika telah didukung dalil-dalil hadis dan
diamalkan oleh para ulama salaf, lalu bagaimana dengan amaliyah membaca Surat
Yasin setelah orang tersebut meninggal atau bahkan dibaca di kuburannya? Berikut
ini beberapa pandangan ulama terkait penafsiran hadis di atas.
1. Ibnu Qayyim
وَهَذَا يَحْتَمِلُ أَنْ يُرَادَ بِهِ قِرَاءَتُهَا عَلَى
الْمُحْتَضَرِ عِنْدَ مَوْتِهِ مِثْلَ قَوْلِهِ لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَيَحْتَمِلُ أَنْ يُرَادَ بِهِ الْقِرَاءَةُ عِنْدَ الْقَبْرِ
وَاْلأَوَّلُ أَظْهَرُ (الروح لابن القيم 1 / 11)
"Hadis ini bisa jadi dibacakan di dekat
orang yang akan meninggal sebagaimana sabda Nabi Saw: Tuntunlah orang yang akan
mati diantara kalian dengan Lailahaillallah. Dan bisa jadi yang dimaksud adalah
membacanya di kuburnya. Pendapat pertamalah yang lebih kuat" (al-Ruh I/11)
2. Ahli Tafsir al-Qurthubi
وَيُرْوَى عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ أَمَرَ أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ قَبْرِهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ
وَقَدْ رُوِىَ إِبَاحَةُ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ عِنْدَ الْقَبْرِ عَنِ الْعَلاَّءِ
بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَذَكَرَ النَّسَائِي وَغَيْرُهُ مِنْ حَدِيْثِ مَعْقِلٍ
بْنِ يَسَارٍ الْمَدَنِي عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ
قَالَ اِقْرَأُوْا يس عِنْدَ مَوْتَاكُمْ وَهَذَا يَحْتَمِلُ أَنْ تَكُوْنَ
الْقِرَاءَةُ عِنْدَ الْمَيِّتِ فِي حَالِ مَوْتِهِ وَيَحْتَمِلُ أَنْ تَكُوْنَ
عِنْدَ قَبْرِهِ (التذكرة للقرطبي 1 / 84)
"Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar
bahwa ia memerintahkan agar dibacakan surat al-Baqarah di kuburannya.
Diperbolehkannya membaca al-Quran di kuburan diriwayatkan dari 'Ala' bin
Abdurrahman. Al-Nasai dan yang lain menyebutkan hadis dari Ma'qil bin Yasar
al-Madani dari Nabi Saw, bahwa beliau bersabda: Bacalah Yasin di dekat
orang-orang yang meninggal. Hadis ini bisa jadi dibacakan di dekat orang yang
akan meninggal dan bisa jadi yang dimaksud adalah membacanya di kuburnya"
(Tadzkirat al-Qurthubi I/84)
3. Al-Hafidz
Jalaluddin al-Suyuthi
وَقَالَ الْقُرْطُبِي فِي حَدِيْثِ إقْرَؤُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ
يس هَذَا يَحْتَمِلُ أَنْ تَكُوْنَ هَذِهِ الْقِرَاءَةُ عِنْدَ الْمَيِّتِ فِي
حَالِ مَوْتِهِ وَيَحْتَمِلُ أَنْ تَكُوْنَ عِنْدَ قَبْرِهِ قُلْتُ وَبِاْلأَوَّلِ
قَالَ الْجُمْهُوْرُ كَمَا تَقَدَّمَ فِي أَوَّلِ الْكِتَابِ وَبِالثَّانِي قَالَ
إبْنُ عَبْدِ الْوَاحِدِ الْمَقْدِسِي فِي الْجُزْءِ الَّذِي تَقَدَّمَتِ
اْلإِشَارَةُ إِلَيْهِ وَبِالتَّعْمِيْمِ فِي الْحَالَيْنِ قَالَ الْمُحِبُّ
الطَّبَرِيُّ مِنْ مُتَأَخِّرِي أَصْحَابِنَا وِفِي اْلإِحْيَاءِ لِلْغَزَالِي
وَالْعَاقِبَةِ لِعَبْدِ الْحَقِّ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلَ قَالَ إِذَا
دَخَلْتُمُ الْمَقَابِرَ فَاقْرَؤُوْا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمُعَوِّذَتْيِن
وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ وَاجْعَلُوْا ذَلِكَ ِلأَهْلِ الْمَقَابِرِ فَإِنَّهُ
يَصِلُ إِلَيْهِمْ (شرح الصدور بشرح حال الموتى والقبور للحافظ جلال الدين السيوطي 1
/ 304)
"al-Qurthubi
berkata mengenai hadis: 'Bacalah Yasin di dekat orang-orang yang meninggal'
bahwa Hadis ini bisa jadi dibacakan di dekat orang yang akan meninggal dan bisa
jadi yang dimaksud adalah membacanya di kuburnya. Saya (al-Suyuthi)
berkata: Pendapat pertama disampaikan oleh mayoritas ulama. Pendapat kedua oleh
Ibnu Abdul Wahid al-Maqdisi dalam salah satu kitabnya dan secara menyeluruh
keduanya dikomentari oleh Muhib al-Thabari dari kalangan Syafiiyah. Disebutkan
dalam kitab Ihya al-Ghazali, dalam al-Aqibah Abdulhaq, mengutip dari Ahmad bin
Hanbal, beliau berkata: Jika kalian memasuki kuburan, maka bacalah al-Fatihah,
al-Muawwidzatain, al-Ikhlas, dan jadikanlah (hadiahkanlah) untuk penghuni
makam, maka akan sampai pada mereka" (Syarh al-Shudur I/304)
4. Muhammad bin Ali
al-Syaukani
وَاللَّفْظُ نَصٌّ فِى اْلأَمْوَاتِ وَتَنَاوُلُهُ لِلْحَىِّ
الْمُحْتَضَرِ مَجَازٌ فَلاَ يُصَارُ إِلَيْهِ إِلاَّ لِقَرِيْنَةٍ (نيل الأوطار للشوكاني
4 / 52)
"Lafadz dalam hadis tersebut secara jelas
mengarah pada orang yang telah meninggal. Dan lafadz tersebut mencakup pada
orang yang akan meninggal hanya secara majaz. Maka tidak bisa diarahkan pada
orang yang akan meinggal kecuali bila ada tanda petunjuk" (Nail al-Authar
IV/52)
5. Mufti
Universitas al-Azhar Kairo Mesir, 'Athiyah Shaqar
وَحَمَلَهُ الْمُصَحِّحُوْنَ لَهُ عَلَى الْقِرَاءَةِ عَلَى الْمَيِّتِ
حَالَ اْلاِحْتِضَارِ بِنَاءً عَلَى حَدِيْثٍ فِى مُسْنَدِ الْفِرْدَوْسِ مَا مِنْ
مَيِّتٍ يَمُوْتُ فَتُقْرَأُ عِنْدَهُ يس إِلاَّ هَوَّنَ اللهُ عَلَيْهِ لَكِنْ
بَعْضُ الْعُلَمَاءِ قَالَ إِنَّ لَفْظَ الْمَيِّتِ عَامٌ لاَ يَخْتَصُّ
بِالْمُحْتَضَرِ فَلاَ مَانِعَ مِنِ اسْتِفَادَتِهِ بِالْقِرَاءَةِ عِنْدَهُ إِذَا
انْتَهَتْ حَيَاتُهُ سَوَاءٌ دُفِنَ أَمْ لَمْ يُدْفَنْ رَوَى اْلبَيْهَقِى
بِسَنَدٍ حَسَنٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ اسْتَحَبَّ قِرَاءَةَ أَوَّلِ سُوْرَةِ
الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا عَلَى الْقَبْرِ بَعْدَ الدَّفْنِ فَابْنُ حِبَّانَ
الَّذِى قَالَ فِى صَحِيْحِهِ مُعَلِّقًا عَلَى حَدِيْثِ اقْرَءُوْا عَلَى
مَوْتَاكُمْ يس أَرَادَ بِهِ مَنْ حَضَرَتْهُ الْمَنِيَّةُ لاَ أَنَّ الْمَيِّتَ
يُقْرَأُ عَلَيْهِ رَدَّ عَلَيْهِ الْمُحِبُّ الطَّبَرِىُّ بِأَنَّ ذَلِكَ غَيْرُ
مُسَلَّمٍ لَهُ وَإِنْ سُلِّمَ أَنْ يَكُوْنَ التَّلْقِيْنُ حَالَ اْلاِحْتِضَارِ (فتاوى الأزهر 7 / 458)
"Ulama yang menilai sahih hadis diatas
mengarahkan pembacaan Yasin di dekat orang yang akan meninggal. Hal ini
didasarkan pada hadis yang terdapat dalam musnad al-Firdaus (al-Dailami) yang
berbunyi: 'Tidak ada seorang mayit yang dibacakan Yasin di dekatnya, kecuali
Allah memberi kemudahan kepadanya.' Namun sebagian ulama mengatakan bahwa
lafadz mayit bersifat umum yang tidak khusus bagi orang yang akan mati saja.
Maka tidak ada halangan untuk menggunakannya bagi orang yang telah meninggal,
baik sudah dimakamkan atau belum. Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang
hasan (al-Sunan al-Kubra No 7319) bahwa Ibnu Umar menganjurkan membaca
permulaan dan penutup surat al-Baqarah di kuburannya setelah dimakamkan.
Pendapat Ibnu Hibban dalam kitab sahihnya yang memberi catatan pada hadis
diatas bahwa yang dimaksud adalah orang yang akan meninggal bukan mayit yang
dibacakan di hadapannya, telah dibantah oleh Muhib al-Thabari bahwa hal itu
tidak dapat diterima, meskipun talqin
kepada orang yang akan meninggal bisa
diterima" (Fatawa al-Azhar VII/458)
6. al-Hafidz
Ibnu Hajar al-'Asqalani
تَنْبِيْهٌ قَالَ ابْنُ حِبَّانَ فِي صَحِيْحِهِ عَقِبَ حَدِيْثِ
مَعْقِلٍ قَوْلُهُ اقْرَءُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس أَرَادَ بِهِ مَنْ حَضَرَتْهُ
الْمَنِيَّةُ لاَ أَنَّ الْمَيِّتَ يُقْرَأُ عَلَيْهِ قَالَ وَكَذَلِكَ لَقِّنُوْا
مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَرَدَّهُ الْمُحِبُّ الطَّبَرِي فِي
اْلأَحْكَامِ وَغَيْرِهِ فِي الْقِرَاءَةِ وَسَلَّمَ لَهُ فِي التَّلْقِيْنِ (تلخيص الحبير في تخريج
أحاديث الرافعي الكبير للحافظ ابن حجر 2 / 245)
"Ibnu Hibban dalam kitab sahihnya memberi
komentar pada hadis Ma'qil diatas bahwa yang dimaksud adalah orang yang akan
meninggal bukan mayit yang dibacakan di hadapannya. Begitu pula hadis:
'Tuntunlah orang yang akan mati diantara kalian dengan Lailahaillallah,' dan
telah dibantah oleh Muhib al-Thabari dalam kitab al-Ahkam bahwa hal itu tidak
dapat diterima dalam hal membaca Yasin, sementara talqin kepada orang yang akan
meninggal bisa diterima" (Talkhis al-Habir II/245)
7. Muhammad al-Shan'ani
وَأَخْرَجَ أَبُوْ دَاوُدَ مِنْ حَدِيْثِ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ
عَنْهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ اِقْرَاءُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس وَهُوَ
شَامِلٌ لِلْمَيِّتِ بَلْ هُوَ الْحَقِيْقَةُ فِيْهِ (سبل السلام بشرح بلوغ
المرام لمحمد بن إسماعيل الأمير الكحلاني الصنعاني 2 / 119)
"Hadis riwayat Abu Dawud dari Ma'qil 'Bacalah
Yasin di dekat orang-orang yang meninggal' ini, mencakup pada orang yang telah meninggal, bahkan hakikatnya
adalah untuk orang yang meninggal" (Subul al-Salam Syarah Bulugh al-Maram
II/119)
Riwayat
lain yang menguatkan adalah:
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنِ الْمُجَالِدِ عَنِ
الشَّعْبِيِّ قَالَ كَانَتِ الأَنْصَارُ يَقْرَؤُوْنَ عِنْدَ الْمَيِّتِ
بِسُوْرَةِ الْبَقَرَةِ (مصنف ابن أبي شيبة رقم 10953)
"Diriwayatkan
dari Sya'bi bahwa sahabat Anshor membaca surat al-Baqarah di dekat orang yang
telah meninggal" (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah No 10963)
Begitu
pula atsar di bawah ini:
حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ عَنْ حَسَّانَ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ عَنْ
أُمَيَّةَ الأَزْدِيِّ عَنْ جَابِرِ بْنِ زَيْدٍ أَنَّهُ كَانَ يَقْرَأُ عِنْدَ
الْمَيِّتِ سُوْرَةَ الرَّعْدِ (مصنف ابن أبي شيبة رقم 10957)
"Diriwayatkan
dari Jabir bin Zaid bahwa ia membaca surat al-Ra'd di dekat orang yang telah
meninggal" (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah No 10967)
Bahkan ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar
memperkuat riwayat tersebut:
وَأَخْرَجَ ابْنُ أَبِى شَيْبَةَ مِنْ طَرِيْقِ أَبِى الشَّعْثَاءِ
جَابِرِ بْنِ زَيْدٍ وَهُوَ مِنْ ثِقَاتِ التَّابِعِيْنَ أَنَّهُ يَقْرَأُ عِنْدَ
الْمَيِّتِ سُوْرَةَ الرَّعْدِ وَسَنَدُهُ صَحِيْحٌ (روضة المحدثين للحافظ
ابن حجر 10 / 266)
"Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari jalur Jabir bin
Zaid, ia termasuk Tabi'in yang terpercaya, bahwa ia membaca surat al-Ra'd di dekat
orang yang telah meninggal. Dan
Sanadnya adalah sahih!" (Raudlat al-Muhadditsin X/226)
[1] Dari
uraian dua ulama ini dapat diketahui bahwa tuduhan hadis palsu dalam beberapa
fadilah surat Yasin karena mereka hanya melihat dari satu jalur riwayat saja,
sementara dalam hadis tersebut memiliki banyak jalur riwayat. Hal inilah yang
sering menjadi kecerobohan dari Ibnu al-Jauzi dalam kitabnya 'al-Maudluat' yang
menuai kritik tajam dari ahli hadis lain, seperti Ibnu Hajar, al-Suyuthi dan
lain-lain.
[2] Al-Hafidz
al-Haitsami berkata: "Dalam sanadnya ada perawi bernama Mahfudz bin
Maisur, Ibnu Hatim tidak memberi penilaian sama sekali kepadanya" (Majma'
al-ZawaidNo 660). Ini menunjukkan hadis tersebut tidak dlaif.
Bolehkah membaca Yasin setiap malam Jumat
sebagaimana yang telah umum dilakukan di masyarakat? Shulhan Anam, Sby.
Jawaban:
Ada dua hal yang telah dilakukah dalam
amaliyah tersebut, yaitu mengkhususkan membaca Quran pada malam Jumat dan
mengkhususkan Surat Yasin.
Dalil yang pertama tentang menentukan waktu:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِىُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِى مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا
وَرَاكِبًا . وَكَانَ عَبْدُ اللهِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا يَفْعَلُهُ (رواه
البخارى رقم 1193 ومسلم رقم 3462)
"Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar
bahwa Rasulullah Saw mendatangi masjid Quba' setiap hari Sabtu, baik berjalan
atau menaiki tunggangan. Dan Abdullah bin Umar melakukannya" (HR Bukhari
No 1193 dan Muslim No 3462)
al-Hafidz Ibnu Hajar yang diberi gelar Amirul
Mu'minin fil Hadis, beristidlal dari hadis diatas:
وَفِي هَذَا اَلْحَدِيْثِ عَلَى اِخْتِلاَف طُرُقِهِ دَلاَلَةٌ
عَلَى جَوَازِ تَخْصِيْصِ بَعْضِ اْلأَيَّامِ بِبَعْضِ اْلأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ
وَالْمُدَاوَمَةِ عَلَى ذَلِكَ (فتح الباري لابن حجر 4 / ص 197)
"Dalam hadis ini,
dengan bermacam jalur riwayatnya, menunjukkan diperbolehkannya menentukan
sebagian hari tertentu dengan sebagian amal-amal saleh, dan melakukannya secara
terus-menerus" (Fath al-Bari 4/197)
Dalil kedua tentang mengkhususkan surat
tertentu:
عَنْ أَنَسٍ - رضى الله عنه - كَانَ رَجُلٌ (كلثوم بن الهدم) مِنَ
الأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِى مَسْجِدِ قُبَاءٍ ، وَكَانَ كُلَّمَا افْتَتَحَ
سُورَةً يَقْرَأُ بِهَا لَهُمْ فِى الصَّلاَةِ مِمَّا يَقْرَأُ بِهِ افْتَتَحَ بِپ
( قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ) حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا ، ثُمَّ يَقْرَأُ سُورَةً
أُخْرَى مَعَهَا ، وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ ، فَكَلَّمَهُ
أَصْحَابُهُ فَقَالُوا إِنَّكَ تَفْتَتِحُ بِهَذِهِ السُّورَةِ ، ثُمَّ لاَ تَرَى
أَنَّهَا تُجْزِئُكَ حَتَّى تَقْرَأَ بِأُخْرَى ، فَإِمَّا أَنْ تَقْرَأَ بِهَا
وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا وَتَقْرَأَ بِأُخْرَى . فَقَالَ مَا أَنَا بِتَارِكِهَا ،
إِنْ أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِذَلِكَ فَعَلْتُ ، وَإِنْ كَرِهْتُمْ
تَرَكْتُكُمْ . وَكَانُوا يَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْ أَفْضَلِهِمْ ، وَكَرِهُوا أَنْ
يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ ، فَلَمَّا أَتَاهُمُ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم -
أَخْبَرُوهُ الْخَبَرَ فَقَالَ « يَا فُلاَنُ مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَفْعَلَ مَا
يَأْمُرُكَ بِهِ أَصْحَابُكَ وَمَا يَحْمِلُكَ عَلَى لُزُومِ هَذِهِ السُّورَةِ
فِى كُلِّ رَكْعَةٍ » . فَقَالَ إِنِّى أُحِبُّهَا . فَقَالَ « حُبُّكَ إِيَّاهَا
أَدْخَلَكَ الْجَنَّةَ » (رواه البخاري 774)
“Ada seorang sahabat bernama Kaltsul bin
Hadm yang setiap salat membaca surat al-Ikhlas. Rasulullah Saw
bertanya: "Apa yang membuatmu terus-menerus membaca surat al-Ikhlas ini
setiap rakaat?". Kaltsul bin Hadm menjawab: "Saya senang dengan
al-Ikhlas". Rasulullah bersabda: "Kesenanganmu pada surat itu
memasukkanmu ke dalam surga" (HR al-Bukhari No 774)
al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:
وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى جَوَازِ تَخْصِيصِ بَعْضِ الْقُرْآنِ
بِمَيْلِ النَّفْسِ إِلَيْهِ وَالِاسْتِكْثَارِ مِنْهُ وَلَا يُعَدُّ ذَلِكَ
هِجْرَانًا لِغَيْرِهِ (فتح الباري لابن حجر ج 3 / ص 150)
"Hadis ini adalah dalil diperbolehkannya
menentukan membaca sebagian al-Quran berdasarkan kemauannya dan memperbanyak
bacaan tersebut. Dan hal ini bukanlah pembiaran pada surat yang lain"
(Fathul Bari III/105)
Berdasarkan
hadis-hadis sahih dan ulama ahli hadis, maka hukumnya diperbolehkan.
DIPERBOLEHKANNYA MEMBACA YASIN DAN TAHLIL KEPADA KERABAT YANG
SUDAH MENINGGAL
Bissmillahirrahmaanirrahiim...
Membaca tahlil atau Surat Yasin sejatinya
adalah berzikir; zikir yang bertujuan mendoakan keluarga yang telah wafat. Hal
itu bisa dilakukan secara individual maupun berjamaah. Jika dilakukan secara
individual, maka kita bisa melakukannya kapan saja dan di mana saja. Jika
dilakukan secara berjamaah, tentu harus berkumpuldi tempat khusus. Zikir yang
dilakukan secara bersama-sama, merupakan ibadah yang dianjurkan oleh Islam.
Rasulullah SAW bersabda:
لاَيَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ عَزَّوَجَلَّ إِلاَّحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ (رواه مسلم)
Tidaklah berkumpul suatu kaum sambil berzikir kepada Allah Swt, kecuali mereka akan dikelilingi oleh para malaikat. Allah Swt. akan melimpahkan rahmat kepada mereka, memberikan ketenangan hati, dan Allah akan memuji mereka di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya. (HR. Muslim)
لاَيَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ عَزَّوَجَلَّ إِلاَّحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ (رواه مسلم)
Tidaklah berkumpul suatu kaum sambil berzikir kepada Allah Swt, kecuali mereka akan dikelilingi oleh para malaikat. Allah Swt. akan melimpahkan rahmat kepada mereka, memberikan ketenangan hati, dan Allah akan memuji mereka di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya. (HR. Muslim)
Imam as-Syafi’i ra. menyatakan: “Sesungguhnya Allah Swt. telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya, bahkan juga memerintahkan kepada Rasul-Nya. Apabila Allah Swt. memperkenankan umat Islam mendoakan saudaranya yang masih hidup, tentu diperbolehkan juga mendoakan saudaranya yang telah wafat. Dan barokah doa tersebut Insya Allah akan sampai kepada yang didoakan. Sebagaimana Allah Swt. Maha Kuasa memberi pahala kepada orang yang hidup, Allah Swt. juga Maha Kuasa memberi manfaat doa kepada mayit.” (Diriwayatkan al-Baihaqi dalam Manaqib al-Syafi’i, Juz I, hal. 430)
Dalam hadits riwayat Aisyah ra., Rasulullah saw. bersabda:
ما من ميت تصلي عليه أمة من المسلمين يبلغون مائة يشفعون له إلا شفعو فيه (صحيح مسلم)
Mayyit yang dishalati oleh seratus orang Muslimin sambil (berdoa) memintakan ampun baginya, tentu permohonan mereka akan diterima. (HR. Muslim, 1576)
Mendoakan keluarga, khususnya kedua orang tua yang sudah wafat, merupakan anjuran agama. Karena orang yang sudah wafat tidak bisa lagi berbuat kebajikan. Yang bisa ia harapkan hanya 3 hal, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang selalu mendoakan atau bersedekah untuknya (al-hadits). Jika ilmu dan harta tidak punya, maka doa anak-cuculah yang selalu ditunggu oleh ahli kubur (kita semua calon ahli kubur, lhoo…).
Kita diajurkan selalu mendoakan leluhur kita, yang wafatnya bukan disebabkan mati syahid, karena mereka pasti akan menghadapi ujian berat di alam kubur. Hal ini ditegaskan oleh banyak hadits Nabi SAW (akan dijelaskan di belakang). Sedangkan orang yang mati syahid, mereka sudah “cukup” dengan kesyahidannya. Pernah seorang shahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, kenapa hanya orang mati syahid yang terbebas dari ujian kubur? Rasulullah SAW menjawab:
كفى ببارقة السيوف على رأسه فتنة
Cukuplah ujian orang yang mati syahid itu ketika ia menghadapi kilatan pedang (ujiannya saat berperang).
Sedangkan bagi orang kebanyakan yang tidak mati syahid, maka ujian dan siksa kubur akan selalu menunggu. Sehingga wajar bila kita selalu mendoakan mereka, baik lewat tahlil atau bacaan Surat Yasin, agar mereka bisa menghadapi ujian di alam kubur dengan baik.
Hakikat Tahlil dan Yasiin
Secara bahasa, tahlil artinya membaca la ilaha illalLah. Istilah sudah menjadi dialek orang Arab yang kemudian diindonesiakan. Karena itu, di Indonesia, istilah tahlil digunakan untuk menunjukkan aktivitas doa yang di dalamnya memuat bacaan la ilaha illalLah, yang ditujukan untuk orang yang sudah wafat. Dari sini dapat dipahami, bahwa di dalam tahlil pasti terdapat bacaan la ilaha illalLah dan zikir-zikir yang lain, termasuk ayat-ayat al-Qur’an.
Tahlil yang biasa dibaca oleh kaum Muslimin di Indonesia, khususnya kaum Nahdliyyin, merupakan kumpulan doa yang diambil dari ayat-ayat Al-Qur’an, mulai dari Surat Al-Fatihah, permulaan Surat al-Baqarah, hingga tiga surat terakhir (Al-Ikhlas, al-Falaaq, dan an-Naas). Banyak sekali riwayat hadits yang menunjukkan keutamaan bacaan-bacaan tersebut, yang tentu saja tidak cukup diurai satu per-satu di sini.
Dari sini dapat ditarik benang merah, bahwa redaksi tahlil tidak harus sama. Tidak ada tahlil tunggal yang harus diikuti oleh semua orang. Setiap doa yang ditujukan untuk orang yang sudah wafat, yang di dalamnya memuat la ilaha illalLah, semua itu hakikatnya adalah tahlil. Maka, di setiap daerah, bacaan tahlil itu tidak sama persis. Sebab, tujuan utama tahlil bukan lafadznya, bukan redaksinya, melainkan doanya dan kandungan isinya.
Mengenai pembacaan Surat Yasin, hal itu juga merupakan ibadah dan doa yang sangat dianjurkan. Diriwayatkan oleh Ma’qil bin Yasar ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda:
ويس قلب القرأن لايقرؤها رجلٌ يريد الله تبارك وتعالى والدار الاخرة إلا غفرله, واقرؤها على موتاكم (مسندأحمد بن حنبل)
Surat Yasin adalah jantung Al-Qur’an. Tidaklah seseorang membacanya dengan mengharap ridla Allah Swt, kecuali Allah Swt. akan mengampuni dosa-dosanya. Maka bacalah Surta Yasin atas orang-orang yang telah meninggal di antara kamu sekalian. (Musnad Ahmad ibn Hanbal, 1941)
Pembagian Waktu
Mengenai waktu untuk mendoakan, sebenarnya boleh dilakukan kapan saja dan di mana, baik dilakukan secara individual maupun bersama-sama. Sebab, seperti telah ditegaskan di muka, orang yang sudah wafat itu mendapat ujian berat selama berada di alam kubur, menunggu hari kiamat tiba. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, saat terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW, beliau memimpin shalat gerhana. Dan ketika sedang berkhutbah, beliau mengingatkan tentang beratnya ujian bagi orang yang sudah wafat:
إن الناس يفتنون في قبورهم كفتنة الدجال. قالت عائشة وكنا نسمعه بعد ذلك يتعوذ من عذاب القبر
Sesungguhnya manusia itu diuji di dalam kuburan mereka, seperti ujian Dajjal. Siti Aisyah menyatakan: Setelah itu kami mendengar beliau (Nabi) memohon perlindungan dari siksa kubur. (As-Sunan al-Kubra li an-Nasa’i, 1/572. Lihat juga Tahdzib al-Atsar 2/591 dan Shahih Ibnu Hibban 7/81).
Bahkan menurut Syeikh al-Albani ulama' yang di agungkan wahabi dan salafi mengatakan, hadits riwayat an-Nasa’i ini adalah hadits shahih, sehingga bisa dijadikan sandaran hukum.
Mengenai pilihan 7 hari, 40 hari, atau 100 hari untuk melakukan doa bersama, hal itu karena mengikuti kebiasan para sahabat dan ulama salafus shaleh. Imam Ahmad bin Hambal ra. menyatakan dalam kitab az-Zuhd, sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitab Al-Hawi li al-Fatawi dan ad-Durr al-Mantsur:
حدثنا هاشم بن القاسم قال حدثنا الاشجعي عن سفيان قال: قال طاوس إن الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الآيام
Hasyim bin Al-Qasim meriwayatkan kepada kami: Al-Asyja’i meriwayatkan kepada kami dari Sufyan: Imam Thawus berkata : “Orang-orang yang meninggal dunia itu mendapat ujian berat selama 7 hari di dalam kubur mereka. Maka kemudian para ulama salaf menganjurkan bersedekah makanan untuk orang yang meninggal dunia selama tujuh hari itu.” (Al-Hawi li al-Fatawi, juz II, hal. 178 dan ad-Durr al-Mantsur 5/38)
Imam Ibnu Jarir at-Thabari mempertegas maksud hadits di atas sbb:
وأخرج ابن جرير في مصنفه عن الحارث بن أبي الحرث عن عبيد بن عمير قال : يفتن رجلان : مؤمن ومنافق فأما المؤمن فيفتن سبعا, وأما المنافق فيقتن أربعين صباحا
Ibnu Jarir meriwayatkan dalam Mushannafnya, dari Ibnu Abi al-Harts, dari Ubaid ibn Umair, ia berkata: Yang diuji (di dalam kubur) adalah dua orang, yakni orang mukmin dan munafik. Orang mukmin diuji selama 7 hari, dan orang munafik diuji selama 40 hari (ad-Durr al-Mantsur, 5/38).
Imam Suyuthi menandaskan bahwa: “Tradisi bersedekah selama 7 hari merupakan kebiasaan yang telah berlaku hingga sekarang (zaman Imam Suyuthi) di Mekah dan Madinah. Yang jelas, kebiasaan itu tidak ditinggalkan sejak masa sahabat Nabi Saw. sampai sekarang. Dan tradisi itu diambil dari ulama salaf sejak generasi pertama (masa sahabat Nabi Saw)”.
Telah kita maklumi, kaum Muslimin yang mengadakan tahlil atau Yasinan, juga bersedekah dengan memberikan hidangan kepada para undangan. Pahala sedekah tersebut ditujukan untuk keluarga mereka yang sudah wafat.
Sedangkan istilah “haul” (peringatan satu tahunan setelah kematian) diambil dari sebuah ungkapan yang berasal dari hadist Nabi Saw. dari al-Waqidi:
كان النبي ص.م يزور الشهداء باحد فى كل حول, واذا بلغ الشعب رفع صوته فيقول :سلام عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار ثم ابو بكر رضي الله عنه كل حول يفعل مثل ذلك ثم عمربن الخطاب ثم عثمان بن عفان رضي الله عنهما (اخرخه البيهقي)
Rasulullah saw. setiap haul (setahun sekali) berziarah ke makam para syuhada’ Perang Uhud (tahun ke 3 H.). Ketika Nabi saw. sampai di suatu tempat bernama Syi’b, beliau berseru: Semoga keselamatan tercurahkan bagi kalian atas kesabaran kalian (para syudaha’). Alangkah baiknya tempat kembali kalian di akhirat.” Kemudian Abu Bakar juga melakukan seperti itu. Demikian juga Umar bin Khatthab ra. dan Utsman bin Affan ra. (H.R. Baihaqi)
Kesimpulan
Dari sedikit uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca tahlil, Yasiin, atau doa apa saja bagi orang yang sudah wafat, hukumnya adalah sunnah (anjuran agama). Doa-doa tersebut telah menjadi tradisi secara turun-temurun sejak masa Shahabat hingga sekarang. Doanya tidak wajib sama, asalkan esensinya sama.
Karena hukumnya “hanya” sunnah, maka tidak melakukan tahlil atau Yasinan tidak apa-apa, tidak berdosa. Tapi bertahlil dan Yasinan, tentu lebih baik. Apalagi ditujukan untuk mendoakan para leluhur kita. Sebab, dulu mereka telah merawat, membesarkan, dan mendidik kita. Kini, setelah mereka wafat, sudah selayaknya kita mendoakan mereka.
Mengenai tuduhan SEBAGIAN kalangan bahwa tahlil dan Yasinan tidak punya dasar dalam syariat, itu hanyalah perbedaan pendapat yang sangat wajar terjadi dalam masalah-masalah furu’iyyah (hukum-hukum cabang dalam syariat). Tidak perlu dipermasalahkan. Yang mau tahlilan dipersilahkan, yang tidak mau tidak apa-apa. Wong, manfaat atau mudlaratnya kembali pada diri kita masing-masing. Tapi kami yakin, kita semua pada dasarnya ingin didoakan oleh keturunan kita, saat kita telah berada di alam kubur kelak.
Harapan kami, kalangan yang “anti tahlil dan Yasinan” itu tidak perlu menuduh bid’ah, kufur, apalagi syirik kepada umat Islam yang suka tahlilan. Sebab, dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa tuduhan kufur kepada sesama Muslim, jika tidak benar, maka akibatnya akan menimpa pihak penuduh sebelum ia wafat.
Wal-‘iyadzu bilLaah.
semoga bermanfaat...
Sumber: http://prasetyo-sandy.blogspot.com/2013/04/diperbolehkannya-membaca-yasin-dan.html
Bagaimana
sikap kita?
Lebih
baiknya mengambil prinsip kehati-hatian atau cari aman, dalam hal ini sebaiknya
tidak mengikuti acara Yasinan atau Tahlilan. Karena dengan begini jika ternyata
yang benar adalah pendapat pertama jelas kita tidak mendapat dosa karena kita
tidak mengikuti acara Yasinan, dan jika ternyata yang benar adalah pendapat
kedua kita juga tidak dosa hanya saja kita tidak mendapatkan pahala karena
tidak mengikuti Yasinan....Wallahu ‘alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar