Rabu, 23 Agustus 2023


 SHOLAT QASHAR DAN JAMAK

Dalam bahasa Arab, bepergian dinamakan safar yakni menempuh perjalanan. Menempuh perjalanan dinamakan dengan safar, sedang yang melakukan perjalanan/ bepergian dinamakan musafir

Salat jamak adalah mengumpulkan dua macam salat dalam satu waktu tertentu. Dua macam salat itu adalah salat Dzuhur dengan salat Ashar dan salat Maghrib dengan salat Isyak. Sedangkan salat qasar adalah memendekkan/meringkas jumlah rakaat pada salat yang empat rakaat menjadi dua rakaat yaitu salat Dzuhur, Ashar dan Isyak.

Dalil shalat Qashar dan Jamak

Adapun dalil-dalil yang menerangkan tentang salat jamak adalah sebagai berikut: Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra., ia berkata:“Nabi Saw. pernah menjamak antara salat Dzuhur dan Ashar di Madinah bukan karena bepergian juga bukan karena takut. Saya bertanya: Wahai Abu Abbas, mengapa bisa demikian? Dia menjawab: Dia (Nabi Saw) tidak menghendaki kesulitan bagi umatnya.” [HR. Ahmad].

Hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, ia berkata: “Bahwa Rasulullah Saw. jika berangkat dalam bepergiannya sebelum tergelincir matahari, beliau mengakhirkan salat Dzuhur ke waktu salat Ashar; kemudian beliau turun dari kendaraan kemudian beliau menjamak dua salat tersebut. Apabila sudah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, beliau salat dzuhur terlebih dahulu kemudian naik kendaraan. [Muttafaq ‘Alaih].

Adapun dalil yang menerangkan tentang salat qasar diterangkan dalam QS. an-Nisaa’: 101, Allah berfirman: “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qasar salatmu jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

Selain itu, ada pula hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah ra.: “Bahwa Nabi Saw. pernah mengqashar dalam perjalanan dan menyempurnakannya, pernah tidak puasa dan puasa.” [HR. ad-Daruquthni].

Ada juga hadis yang diriwayatkan oleh Anas ra.: “Bahwa Rasulullah Saw. salat Dzuhur di Madinah empat rakaat dan salat Ashar di Dzul-Hulaifah dua rakaat.” [HR. Muslim]

Ada pendapat ulama mengenai seorang musafir tetapi dalam keadaan menetap tidak dalam perjalanan, seperti seorang yang berasal dari Indonesia bepergian ke Arab Saudi untuk berhaji, selama ia di sana ia boleh mengqashar salatnya dengan tidak menjamaknya sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Saw ketika berada di Mina.

Walaupun demikian boleh-boleh saja dia menjamak dan menqashar salatnya ketika ia musafir seperti yang dilakukan oleh Nabi Saw ketika berada di Tabuk. Pada kasus ini, ketika dia dalam perjalanan lebih baik menjamak dan menqashar salat, karena yang demikian lebih ringan, tidak memberatkan di perjalanan dan seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Namun ketika telah menetap di Arab Saudi lebih utama menqashar saja tanpa menjamaknya.


Sumber:
https://muhammadiyah.or.id/hukum-salat-jamak-sekaligus-qashar-bagi-musafir/




Hukum Salat Qasar dan Jamak yang Perlu Diketahui

Para ulama dalam hal ini berbeda pendapat tentang hukum shalat Qasar, Imam Abu Hanafi menyatakan fardhu ain bagi musafir (tidak boleh tanpa mengqashar). Imam Syafii menghukumi boleh (mubah) mengqashar dan boleh tidak, karena ini merupakan keringanan (rukhshoh). Imam Maliki menyatakan mengqashar lebih baik (sunnah).

Dalam pendapat mashab Imam Syafi’i, hukum salat qasar dan jamak adalah mubah atau boleh dilakukan. Adapun pelaksanaan sholat qasar dan jamak tadi pada dasarnya diperbolehkan untuk dilakukan oleh umat muslim yang tengah berada dalam perjalanan jauh.
Pada dasarnya sholat qasar dan jamak tersebut merupakan keringanan bagi umat muslim yang tengah dalam perjalanan dengan tujuan agar mereka tetap bisa mengerjakan kewajiban sholatnya.
Berdasarkan ulasan tadi, maka hukum salat qasar dan jamak adalah mubah (diperbolehkan) sebagai bentuk keringanan ibadah bagi umat muslim yang tengah dalam perjalanan.
Namun apabila umat muslim bisa berhenti sejenak saat waktu sholat tiba, maka ada baiknya untuk melaksanakan sholat sesuai waktunya. Sebaliknya jika khawatir akan melewati waktu sholat tersebut, maka umat muslim dapat mengerjakan sholat jamak dan qasar tadi.

Berapa lama dibolehkan qashar?

Imam Maliki dan Syafi’i berpendapat jika telah berniat mukim 4 hari, maka tidak boleh lagi mengqashar. Dalilnya adalah perjalanan umroh Rasulullah SAW, beliau tinggal di Mekkah 3 hari, dan selalu mengqashar.


Sumber:
https://kumparan.com/berita-terkini/hukum-salat-qasar-dan-jamak-yang-perlu-dipahami-umat-muslim-1x1F99eTTMc
https://www.bsimaslahat.org/blog/2022/07/19/tata-cara-sholat-jamak-dan-qashar-beserta-syarat-dan-waktu-pelaksanaan/



Syarat diperbolehkannya Qashar Salat
Syarat dibolehkannya qashar ada 11, jika tidak memenuhi maka tidak boleh atau tidak sah qasharnya.

  1. Salat yang diqashar adalah salat 4 rakaat, seperti dzuhur, asar dan ‘isya`.
  2. Tempat tujuannya jelas, sehingga tidak boleh qashar bagi orang yang tak punya tempat tujuan yang jelas. 
  3. Perjalanannya hukumnya mubah, bukan perjalanan maksiat 
  4. Perjalanannya karena tujuan yang baik, seperti berdagang, haji dan umrah, silaturahim, dan sebagainya. 
  5. Perjalanannya mencapai 2 marhalah, yaitu kurang lebih 82 km.
  6. Telah melewati batas desa. 
  7. Mengetahui hukum diperbolehkannya qashar salat, sehingga tidak sah qasharnya orang yang tidak mengetahui hukum bolehnya qasar.
  8. Masih ada dalam status perjalanan hingga salat selesai. 
  9. Niat melakukan salat qashar ketika takbiratul ihram. 
  10. Menjaga hal-hal yang berlawanan dengan niat qashar saat salat, seperti niat untuk muqim, rag-ragu dalam kebolehan qasr atau niat muqim di tengah-tengah salat.
  11. Tidak bermakmum kepada orang yang menyempurnakan salat (4 rakaat).

Sebab Bolehnya menjamak Shalat

Sebab bolehnya jamak shalat ada 3, yaitu:

  1. Safar (perjalanan): jamak takdim dan ta`khir
  2. Hujan: jamak taqdim saja
  3. Sakit: jamak takdim dan ta`khir


Namun apakah sebab diperbolehkannya menjamak shalat apakah hanya “perjalanan jauh”?
 
Menurut sebagian ulama syafi’iyyah, menjamak shalat tidak hanya berlaku dalam perjalanan jauh, tapi juga boleh dilakukan dalam perjalanan jarak dekat (safar qashir), pendapat ini dapat dijadikan pijakan dan boleh untuk diamalkan. Misalnya yang dijelaskan dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin:


Syarat jamak takdim 

 
  1. Memulai dengan shalat pertama (dzuhur lalu ashar, magrib lalu isya`)
  2. Niat jamak pada saat shalat pertama, yaitu jarak antara takbiratul ihram dengan salam pertama. Utamanya niat pada takbiratul ihram.
  3. Waktu salat yang pertama belum habis
  4. Terus menerus antara dua shalat, jangan terpisah dengan waktu yang minimal cukup untuk dua rakaat shalat.
  5. Sholat pertama dipastikan sah, meskipun berupa dugaan kuat (dhon).
  6. Masih dalam udzur (safar, hujan, sakit) hingga selesai takbiratul ihram shalat yang kedua.
  7. Mengetahui kebolehan jamak salat
Sumber: https://jabar.nu.or.id/syariah/qashar-dan-jamak-shalat-4GSbo
Sumber: https://islam.nu.or.id/syariah/apakah-setiap-shalat-jamak-boleh-diqashar-dMQG0



Pendapat Jumhur ulama, boleh menjamak dalam semua perjalanan, selama memenuhi syarat yang sama dengan qashar.

Apakah jamak dibolehkan saat ada uzur walau tanpa perjalanan?

1. Jumhur Ulama berpendapat, dibolehkan selama ada uzur, berdasarkan hadits : Rasulullah SAW menjamak shalat tanpa perjalanan dan tanpa hujan.

2. Sebagian ulama berpendapat, hanya dibolehkan dalam perjalanan.

Kapan saja dibolehkan kita menjamak selain dalam perjalanan?

1. Saat sakit, dan butuh istirahat yang banyak untuk pemulihan.

2. Saat ada uzur yang berat, yang bisa berakibat terancam nyawa, harta, agama dll. Seperti saat mengantar pasien ke RS. atau saat dikhawatirkan sulit menemukan tempat sholat dalam perjalanan, maka dibolehkan menjamak di rumah sebelum berangkat, tanpa disertai qashar.

3. Saat melaksanakan ibadah haji, walau sedang berhaji termasuk penduduk kotaMekkah.

Sumber: https://www.bsimaslahat.org/blog/2022/07/19/tata-cara-sholat-jamak-dan-qashar-beserta-syarat-dan-waktu-pelaksanaan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar