PEDOMAN IBADAH ORANG ISLAM
Disusun oleh:
Duwi Priyatno
POIN MATERI
1. Mengenal Islam, menjadi orang baik
dan bertakwa, rukun islam, maksiat, dan adab bergaul laki-laki dan perempuan
2. Iklhas, sabar, dan bersyukur
3. Baligh dan Mukallaf
4. Thaharah (macam air, pembagian najis
dan cara menghilangkan najis)
5. Berwudhu (fardhu wudhu, sunnah wudhu,
yang membatalkan wudhu) dan mandi wajib (sebab mewajibkan mandi, fardhu mandi,
sunah mandi), Larangan orang yang sedang junub dan haid)
6. Tayamum (syarat tayamum, fardhu
tayamum, sunah tayamum, yang membatalkan tayamum)
7. Shalat fardhu 5 waktu (dalil, syarat
sholat, rukun sholat, sunah sholat, yang membatalkan sholat, bacaan shol at,
waktu dilarang sholat, yang boleh jadi imam, masbuq)
8. Sholat jumat (syarat sah sholat
jumat, sunah jumat), sholat qoshor dan jamak, sholat orang sakit, sholat
jenazah (syarat, rukun, bacaan)
9. Sholat sunah (sholat rawatib, sholat
tahiyatul masjid, sholat tahajut, sholat dhuha, sholat tarawih, sholad ied,
sholat gerhana)
10. Puasa ramadhan (dalil puasa, syarat
puasa, rukun puasa, sunah puasa, yang membatalkan puasa, alasan tidak berpuasa,
amal-amal di bulan ramadhan, qadha puasa)
11. Puasa sunah (puasa senin kamis, puasa
syawal, ayyamul bidh, puasa Daud, puasa arafah 9 dzulhijah, puasa Tasua 9
Muharam dan Asyuro 10 Muharram)
12. Zakat (arti zakat, zakat fitrah,
zakat maal, fidyah)
13. Baca Qur’an (pahala baca Quran, hukum
baca Quran dengan tajwid, hukum mempelajari tajwid)
1.
Mengenal Islam, menjadi orang baik
dan bertakwa, rukun islam, maksiat, dan adab bergaul laki-laki dan perempuan
-
Arti
islam = penyerahan atau penundukan diri kepada Allah
- Orang
baik = Secara umum, orang baik adalah seseorang yang memiliki sifat-sifat
positif, berlaku jujur, memiliki empati, dan berusaha untuk melakukan kebaikan
kepada orang lain.
- Takwa
= ketaatan kepada Allah, takwa mencakup pengertian bahwa
seseorang menjauhi kemaksiatan dan melibatkan diri dalam amal perbuatan yang
sesuai dengan ajaran Allah.
Seringkali orang bertakwa juga dapat dianggap sebagai orang
baik. Meskipun ada perbedaan subtansial antara kedua konsep ini, yaitu takwa
lebih menekankan pada ketaatan kepada Allah dan kesadaran rohaniah, sedangkan
"orang baik" lebih mencakup perilaku dan sikap moral terhadap sesama,
keduanya seringkali saling melengkapi.
-
Rukun
islam (syahadat, sholat, zakat, puasa, haji)
- Maksiat
= perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan perintah Allah atau
larangan-Nya. Maksiat dapat mencakup berbagai macam perilaku atau tindakan
dosa, baik dalam bentuk perbuatan fisik, perkataan, maupun pikiran yang
bertentangan dengan ajaran Islam.
Contoh:
1. Perzinaan
(Zina): Melibatkan hubungan intim di luar pernikahan.
Termasuk zina mata, telinga, hidung, tangan, hati
2. Pencurian
(Sariqah): Mengambil harta atau milik orang lain tanpa
izin.
3. Penggunaan
Riba (Usury): Praktik meminjam atau memberi uang dengan
bunga atau keuntungan yang dilarang dalam Islam.
4. Minum
Minuman Keras (Khamr): Konsumsi minuman beralkohol.
5.
Menggunakan
Narkotika atau Obat-obatan Terlarang: Penggunaan zat-zat terlarang atau narkotika dianggap
sebagai pelanggaran terhadap norma-norma agama.
6. Penyiksaan,
Kekerasan, Pembunuhan: Melibatkan perlakuan kejam, penindasan, atau
kekerasan terhadap sesama.
7. Mengkonsumsi
Makanan Haram atau Minuman Haram: Misalnya, memakan daging babi atau minum
minuman keras.
8. Berbohong
(Kadzib): Memberikan pernyataan palsu atau menyesatkan
orang lain.
9. Mengumpat
(Ghibah): Mencela atau menjelek-jelekkan seseorang di
belakangnya.
10. Menyakiti
Orang Tua: Melakukan perbuatan yang menyakiti hati atau
melanggar hak orang tua merupakan maksiat yang serius.
11. Berbisnis
dengan Cara Curang (Ghashsh): Melibatkan diri dalam bisnis atau perdagangan
dengan cara yang curang atau tidak jujur.
12. Melanggar
Hak Orang Lain: Perbuatan maksiat dapat mencakup melanggar hak
atau merugikan orang lain.
13. Tidak
Menunaikan Kewajiban Agama: Tidak melaksanakan kewajiban agama seperti
shalat, puasa, atau zakat juga dianggap sebagai perbuatan maksiat.
14. Menyekutukan
Allah (Syirik): Mengaitkan sesuatu atau seseorang dengan sifat
atau kekuatan Allah.
Adab bergaul laki-laki dan perempuan
1. Menutup Aurat
Aurat bagi laki-laki yaitu : anggota tubuh antara pusar dan lutut. Sedangkan
aurat bagi wanita yaitu : seluruh anggota tubuh kecuali muka dan kedua telapak
tangan.
2. Menjauhi Perbuatan Zina
Pergaulan antara laki-laki dengan perempuan diperbolehkan sampai pada batas
tidak membuka peluang terjadinya perbuatan dosa. Dalam pergaulan dengan lawan
jenis harus dijaga jarak, sehingga tidak ada kesempatan terjadinya kejahatan
seksual yang pada gilirannya akan merusak bagi pelaku maupun bagi masyarakat
umum.
Dalam rangka menjaga kesucian pergaulan remaja agar terhindar dari perbuatan
zina, Islam telah membuat batasan-batasan yaitu laki-laki tidak boleh berdua-duaan
dengan perempuan yang bukan mahramnya.
2.
Sabar, Iklhas, dan bersyukur
-
Sabar
= Dalam ajaran agama Islam, sabar tidak hanya sekadar menahan diri dari keluhan
atau kekesalan, melainkan juga mencakup sikap hati yang sabar dan tahan uji di tengah-tengah
cobaan dan kesulitan
Arti sabar dalam Islam mencakup beberapa
dimensi, antara lain:
1. Sabar
dalam Ibadah: Sabar dalam beribadah mencakup ketekunan dan
konsistensi dalam menjalankan perintah Allah, seperti shalat, puasa, dan ibadah
lainnya. Ini melibatkan kesabaran untuk tetap taat meskipun dalam keadaan sulit
atau sibuk.
2. Sabar
dalam Menghadapi Cobaan: Sabar dalam menghadapi cobaan atau ujian hidup
adalah sikap tahan uji dan tidak mengeluh. Ini mencakup kesabaran saat
menghadapi musibah, kesulitan keuangan, atau kehilangan yang tidak terduga.
3. Sabar
dalam Menjaga Akhlak: Sabar juga mencakup kesabaran dalam menjaga
akhlak dan moralitas, terutama saat dihadapkan pada godaan atau situasi yang
memancing kemarahan atau tindakan negatif.
4. Sabar
dalam Menjalani Kehidupan Sehari-hari: Menjaga kesabaran dalam menjalani rutinitas
sehari-hari, menghadapi tantangan pekerjaan, atau berinteraksi dengan orang
lain. Ini melibatkan kesabaran untuk tetap tenang dan berlaku baik meskipun
dalam situasi yang sulit.
5. Sabar
dalam Menyikapi Kritikan: Sabar juga mencakup sikap lapang dada dan
tahan terhadap kritikan atau celaan dari orang lain. Ini melibatkan kemampuan
untuk tidak terprovokasi atau merespon dengan amarah.
Beberapa ayat dalam Al-Quran dan hadis Nabi
Muhammad SAW menekankan pentingnya sabar sebagai bagian integral dari iman dan
ketaatan kepada Allah. Salah satu contoh ayat adalah Surah Al-Baqarah
(2:155-157):
"Dan sesungguhnya Kami akan menguji kamu
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta dan jiwa, buah-buahan dan
kesabaran. Dan berilah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna
lillahi wa inna ilaihi raji'un"."
-
Ikhlas
= keadaan hati yang tulus, murni, dan suci dalam melakukan sesuatu perbuatan
atau amal, khususnya dalam konteks ibadah dan niat yang diniatkan semata-mata
untuk Allah SWT
Beberapa aspek penting tentang ikhlas
melibatkan:
1. Niat
yang Murni: Ikhlas berkaitan erat dengan niat yang murni.
Artinya, seseorang melakukan suatu perbuatan semata-mata untuk mendapatkan
keridhaan Allah, tanpa mengharapkan pujian atau penghargaan dari manusia.
2. Tanpa
Riya' (Perlihatkan): Orang yang ikhlas tidak memperlihatkan atau
mencari perhatian dalam beribadah atau berbuat kebajikan. Mereka melakukannya
karena kesadaran akan kehadiran Allah, bukan untuk mendapatkan pujian atau
pengakuan dari manusia.
3. Ketulusan
dalam Ibadah: Ikhlas juga terkait dengan melakukan ibadah dengan
sepenuh hati, tanpa campur tangan niat-niat yang tidak tulus atau motif-motif
duniawi.
4. Konsistensi
dan Kesetiaan: Orang yang ikhlas bersikap konsisten dan setia
dalam beribadah dan berbuat kebajikan. Mereka tidak terpengaruh oleh perubahan
situasi atau pujian dari orang lain.
5. Ketahanan
terhadap Ujian: Ikhlas memberikan ketahanan terhadap ujian
atau kesulitan. Orang yang ikhlas menerima ujian dengan sabar dan tetap
konsisten dalam berbuat baik, tanpa merasa kecewa atau putus asa.
Beberapa ayat dalam Al-Quran dan hadis Nabi
Muhammad SAW juga menekankan pentingnya ikhlas dalam beribadah dan berbuat
kebajikan. Salah satu contoh ayat adalah Surah Al-Bayyinah (98:5):
"Dan mereka itu diperintahkan tidak lain
hanyalah supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus; dan hendaklah mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat. Dan yang demikian itu adalah agama yang lurus."
-
Syukur
=
Arti syukur kepada Allah adalah
pengakuan dan ungkapan terima kasih yang mendalam dari hati manusia kepada
Tuhan, Sang Pencipta, atas segala nikmat, rahmat, dan berkah yang diberikan
dalam kehidupan. Ini mencakup kesadaran bahwa setiap nikmat yang diterima, baik
yang besar maupun yang kecil, berasal dari Allah, dan manusia berutang rasa
syukur kepada-Nya.
Bersyukur kepada Allah
melibatkan sikap rendah hati dan pengakuan bahwa semua yang dimiliki, baik
fisik maupun spiritual, adalah anugerah dari-Nya. Ini mencakup rasa syukur atas
kesehatan, rezeki, keluarga, pekerjaan, keberhasilan, dan setiap hal baik yang
diberikan Allah kepada hamba-Nya.
Syukur kepada Allah tidak hanya
dalam kondisi baik, tetapi juga dalam cobaan dan kesulitan. Ini mencerminkan
kepatuhan dan ketundukan terhadap kehendak-Nya, serta keyakinan bahwa setiap
ujian juga membawa hikmah dan pelajaran yang mungkin tidak langsung terlihat.
Dimensi syukur:
1. Pengakuan
(Recognition): Dimensi ini melibatkan kesadaran dan pengakuan
atas segala nikmat dan berkah yang diterima. Seseorang menyadari bahwa kebaikan
tersebut berasal dari Tuhan atau pihak lain, dan mereka mengenali peran
kebaikan tersebut dalam hidup mereka.
2. Penerimaan
(Acceptance): Syukur juga mencakup penerimaan terhadap
keadaan atau situasi yang ada. Ini berarti mengakui bahwa tidak semua hal dalam
hidup akan berjalan sesuai keinginan, tetapi tetap bersyukur atas apa yang
telah diberikan.
3. Ungkapan
Terima Kasih (Expression of Gratitude): Dimensi
ini melibatkan ungkapan terima kasih secara verbal atau melalui tindakan
konkret. Seseorang dapat menyampaikan rasa terima kasih kepada Tuhan, orang
lain, atau lingkungan sekitar sebagai bentuk penghargaan atas berkah yang
diterima.
4. Bertindak
(Action): Dimensi ini melibatkan tindakan nyata sebagai
respons terhadap rasa syukur. Seseorang tidak hanya mengucapkan terima kasih
secara verbal, tetapi juga melakukan tindakan atau perbuatan yang mencerminkan
rasa syukur, seperti berbagi dengan orang lain atau menggunakan nikmat tersebut
dengan bijak.
5. Konsistensi
(Consistency): Bersyukur bukan hanya dalam situasi-situasi
tertentu atau saat mendapat kebaikan besar, tetapi juga dalam keadaan sulit
atau ketika dihadapkan pada ujian hidup. Konsistensi dalam bersyukur
mencerminkan sikap yang ditanamkan sebagai bagian dari karakter seseorang.
6. Sikap
Hati (Heart Attitude): Dimensi ini mencakup sikap hati yang rendah
hati, bersedia menerima, dan tidak sombong terhadap nikmat yang diterima. Ini
adalah sikap yang lahir dari pemahaman bahwa segala sesuatu adalah karunia dan
anugerah.
3. Mukallaf dan Baligh
1. Pengertian Mukallaf: adalah orang dewasa yang
wajib menjalankan hukum agama islam
2. Perbedaan Mukallaf dengan
Baligh
- Baligh
berkaitan dg usia/cukup umur/kondisi fisik
- Seorang mukallaf pasti sudah baligh, tetapi tidak semua orang
yang baligh adalah mukallaf. Baligh salah satu unsur mukallaf
3. Unsur-unsur Mukallaf
- Cukup usia dan
pernah mengucap 2 kalimat syahadat
- Baligh
Baligh yaitu kondisi fisik dan
psikis seseorang yang menandai telah tercapainya kemampuannya untuk menerima
beban sepenuhnya. Baligh ditandai oleh seseorang telah mengalami mimpi basah
bagi laki-laki, atau munculnya haid bagi perempuan. Biasanya baligh terjadi
pada usia remaja antara 9 hingga 15 tahun . Seorang anak baik laki-laki
maupun perempuan yang telah mencapai umur 15 tahun ia telah dianggap baligh
meskipun sebelumnya tidak mengalami tanda-tanda baligh yang lain.
- Berakal
4. Kewajiban seorang Mukallaf
- Menjalankan perintah Allah
SWT: Rukun Islam
- Beriman terhadap ajaran Nabi Muhammad
SAW
- Menghindari larangan
agama: maksiat, zina, makan daging babi, mabuk
4.
Thaharah (arti thaharah, macam air,
pembagian najis, dan cara menghilangkan najis)
-
Arti thaharah =
Bersuci (suci dari dari hadats dan najis)
Suci dari hadats dengan wudhu, mandi besar, tayamum.
Suci dari najis dengan menghilangkan najis yang ada di badan, tempat, pakaian.
- Macam
air = Menurut Ibnu Qasim Al-Ghazi ada 7 (tujuh) macam air yang termasuk dalam
kategori ini. Beliau mengatakan:
“Air yang dapat digunakan
untuk bersuci ada tujuh macam, yakni air hujan, air laut, air sungai, air
sumur, air mata air, dan air salju, dan air dari hasil hujan es.“
-
Pembagian
najis =
Najis terbagi menjadi 3 jenis, yaitu najis
mukhaffafah, mutawassithah, dan mughaladhah. Adapun, yang termasuk najis
mukhaffafah di dalamnya adalah air kencing bayi laki-laki yang belum berusia 2
tahun yang hanya meminum air susu ibunya. Cara menyucikannya cukup dengan
memercikkan air mutlak pada bagian yang terkena najis. Sedangkan, najis
mutawassithah memiliki tingkatan sedang. Adapun, yang termasuk kelompok ini
adalah kotoran manusia dan hewan, nanah, darah, bangkai (kecuali bangkai
manusia, ikan, belalang) dan lain-lain. Cara menghilangkannya cukup dengan
menyiram dengan air mutlak pada bagian yang terkena najis hingga hilang rasa,
bau, dan warnanya. Najis dengan tingkatan paling berat adalah najis
mughaladhah. Menurut kesepakatan ulama, yang tergolong najis jenis ini adalah
najis yang bersumber dari anjing dan babi. Seperti air liurnya. Untuk
menyucikannya dengan menghilangkan wujud dari najis tersebut. Bagaimana caranya?
Berdasarkan hadits riwayat Muslim, untuk menghilangkan najis dari anjing adalah
dengan menggunakan debu dan air mutlak yang disiramkan sebanyak 7 kali. Untuk
debu digunakan pada cucian pertama atau terakhir saja.
Catatan:
Menurut mazab Syafii kotoran cicak tidak najis, karena termasuk hewan yang tidak mengalir darahnya. Darah manusia ada dua pendapat, ulama empat mazab menyatakan najis dan ulama lain ada yang menyatakan tidak najis.
Selain jenis ikan dan belalang, ada jenis bangkai yang juga suci, yakni bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir seperti semut, lebah, dan sejenisnya.
Najis ma’fu (dimaafkan) contohnya najis bangkai hewan yang tidak mengalir darahnya, darah atau nanah yang sedikit, debu dan air lorong yang memercik sedikit yang sukar dihindari, percikan air kencing sedikit.
Najis ‘ainiyah adalah najis yang berwujud, nampak dapat dilihat, sedangkan najis hukmiyah adalah najis yang tidak kelihatan, contoh bekas kencing, arak yang sudah kering.
Air sedikit dan air banyak = Air yang volumenya tidak mencapai dua qullah disebut dengan air sedikit, sedangkan air yang volumenya mencapai dua qullah atau lebih disebut air banyak. Air 2 kulah setara dengan 217 liter.
Jika air sedikit (kurang dari dua kulah) terkena najis maka airnya menjadi najis dan harus dibuang walaupun tidak berubah, jika air banyak kena najis selama sifat tidak berubah maka airnya tidak najis.
5.
Berwudhu (arti wudhu, fardhu wudhu,
sunah wudhu, yang membatalkan wudhu) dan mandi wajib (sebab mewajibkan mandi,
fardhu mandi, sunah mandi), Larangan orang yang sedang junub dan haid)
-
Arti
wudhu = bersih dan indah (membersihkan anggota wudhu dari hadats kecil)
- Fardhu
wudhu = Fardu wudhu menurut imam Syafi'i ada enam yang pertama niat,
membasuh wajah, membasuh kedua tangan hingga siku, membasuh sebagian kepala,
membasuh kedua kaki hingga mata kaki, dan tertib (tahapan wudhu dilakukan
secara teratur).
-
Sunah
wudhu = (menurut Mazhab Syafi’i)
3. Membasuh Kedua Tangan Sebelum Memasukkannya ke Tempat Wudhu.
5. Menghirup Air ke
dalam Hidung.
7. Mengusap Seluruh
Bagian Telinga.
8. Mendahulukan
Anggota Kanan.
9. Muwalah dalam
Anggota Wudhu (tidak terjeda waktu)
11. Melakukan
Tiga Kali Basuhan dan Usapan.
12. Membaca Syahadat Setelah Wudhu.
-
Yang
membatalkan wudhu = (menurut Mazhab Syafi’i)
1.
Keluar Sesuatu dari Kemaluan
2.
Tidur lelap
3.
Hilang akal
4.
Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan
5.
Menyentuh kulit lawan jenis yang bukan mahram
- Sebab
mandi wajib = keluar sperma, hubungan seksual (bersetubuh), terhenti keluarnya
darah haid, terhenti keluarnya darah nifas, melahirkan, meninggal.
- Fardhu
mandi wajib (menurut Mazhab Syafi’i) = niat, membersihkan najis yang menempel
pada tubuh, mengguyur air keseluruh rambut dan kulit
- Sunah mandi wajib (menurut Mazhab Syafi’i) = berwudhu,
membaca Bismillah sebelum mandi, menghadap kiblat, mendahulukan yang kanan,
membasuh badan tiga kali. Catatan: Bagi yang mandi di kamar mandi yang juga
berfungsi sebagai toilet maka membaca Bismillah saat masih di luar kamar mandi.
- Larangan orang yang sedang junub = shalat, thawaf,
pegang Al Quran, baca Al Quran, berdiam diri di masjid
- Larangan orang yang sedang haid = sama dengan larangan
orang junub ditambah bersetubuh, puasa, dan dijatuhi talaq
- Hukum orang berhadas kecil baca Quran atau memegang
Quran: ada perbedaan pendapat ada yang membolehkan ada yang tidak, tapi Fatwa
Tarjih Muhammadiyah sangat menganjurkan agar memegang dan membaca Al Quran
dalam keadaan suci berdasarkan etis dan kepatutan serta sebagai tanda
memuliakan Kalamullah.
- Hukum Menyentuh dan Membaca Al-Quran di HP tanpa
Wudhu:
HP atau peralatan lainnya, yang berisi konten
Al-Quran, tidak bisa dihukumi sebagai mushaf. Karena teks Al-Quran pada
peralatan ini berbeda dengan teks Al-Quran yang ada pada mushaf. Tidak seperti
mushaf yang dibaca, namun seperti vibrasi yang menyusun teks Al-Quran ketika
dibuka. Bisa nampak di layar dan bisa hilang ketika pindah ke aplikasi yang
lain. Oleh karena itu, boleh menyentuh HP atau kaset yang berisi Al-Quran.
Boleh juga membaca Al-Quran dengan memegang alat semacam ini,
sekalipun tidak bersuci terlebih dahulu. Allahu a’lam. Demikian jawaban Syaikh
Abdurrahman bin Nashir Al-Barrak dari situs: Nur Al-Islam
Catatan:
·
Pendapat lain orang
berhadas dan wanita haid boleh membaca Al Quran. Ada hadis sahih dari ‘Aisyah
yang mengisyaratkan bahwa orang yang berhadas besar boleh membaca al-Qur’an,
bunyinya: “adalah Rasulullah SAW menyebut nama Allah dalam segala hal.” (HR.
Muslim).
·
Pendapat lain wanita
haid boleh saja masuk masjid jika ada hajat. Karena terdapat dalam kitab sahih
(yaitu Sahih Muslim) bahwasanya Nabi SAW berkata pada ‘Aisyah, “Berikan padaku
sajadah kecil di masjid.” Lalu ‘Aisyah berkata, “Saya sedang haid”. Lantas
Rasul SAW bersabda, “Sesungguhnya haidmu itu bukan karena sebabmu”. Hal ini
menunjukkan bahwa boleh saja bagi perempuan haid untuk memasuki masjid jika: 1)
ada hajat; dan 2) tidak sampai mengotori masjid.
6.
Tayamum (arti tayamum, syarat tayamum, fardhu tayamum,
sunah tayamum, yang membatalkan tayamum)
-
Tayamum = ialah
mengusap muka dan dua belah tangan dengan debu yang suci
-
Syarat tayamum =
1.
Tidak ada air dan
telah berusaha mencarinya, tapi tidak bertemu
2.
Berhalangan
menggunakan air, misal sakit yang apabila menggunakan air akan kambuh sakitnya
3.
Telah masuk waktu
sholat
4.
Dengan debu yang
suci
-
Fardhu tayamum =
1.
Niat (boleh dalam
hati atau diucapkan)
2.
Menempelkan dua
telapak tangan di atas debu untuk diusapkan ke wajah
3.
Mengusap wajah
dengan debu tanah
4.
Mengusap dua
belah tangan sampai siku
5.
Memindahkan debu
kepada anggota yang diusap
6.
Tertib
(berturut-turut)
-
Sunah tayamum =
1.Membaca
basmalah
2.Mendahulukan
anggota yang kanan daripada yang kiri
3.Menipiskan
debu
-
Yang membatalkan
tayamum =
1.Segala
yang membatalkan wudhu
2.Melihat
air sebelum sholat, kecuali yang bertayamum karena sakit
3.Murtad
(keluar dari Islam)
Catatan: Satu kali tayamum
hanya dapat digunakan untuk satu sholat fardhu saja, adapun untuk sholat sunah
bisa beberapa kali dengan satu tayamum
7. Shalat
fardhu 5 waktu (arti, dalil, syarat sholat, rukun sholat, sunah sholat, yang
membatalkan sholat, bacaan sholat, waktu dilarang sholat, yang boleh jadi imam,
masbuq)
-
Arti Shalat =
Secara bahasa, kata "shalat" berasal dari akar kata yang berarti
"doa". Sholat adalah suatu bentuk ibadah dalam agama Islam yang
melibatkan serangkaian gerakan dan bacaan yang dimulai dari takbiratul ikhram
dan diakhiri salam.
-
Dalil = surat Al
Baqarah ayat 43, yang artinya "Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat,
dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'." (Al-Baqarah 2:43)
-
Syarat sholat = beragama
islam, baligh dan berakal, suci dari hadats, suci anggota badan, pakaian, dan
tempat, menutup aurat, masuk waktu sholat, menghadap kiblat, dan mengetahui
mana yang rukun dan mana yang sunah
-
Rukun sholat = (menurut
mazhab Syafi’i): 1. Niat. 2. Takbiratul Ihram. 3. Berdiri Bagi yang Mampu. 4.
Membaca Al-Fatihah. 5. Ruku' disertai Thuma'ninah. 6. I'tidal disertai Thuma'ninah.
7. Sujud disertai Thuma'ninah. 8. Duduk Antara dua Sujud disertai Thuma'ninah.
9. Duduk Tahiyat Akhir. 10. Baca Tahiyat Akhir. 11. Baca Salawat Nabi. 12.
Salam Pertama. 13. Tertib.
-
Sunah sholat = beberapa
sunah sholat seperti membaca doa iftitah, membaca ta’awwudz ketika hendak baca
Al Fatihah, membaca surat pendek setelah baca Al Fatihah pada rakaat pertama
dan kedua, membaca tasyahud awal, membaca sholawat pada tasyahud awal, membaca
shalawat keluarga Nabi pada tasyahud akhir, membaca tasbih ketika rukuk dan
sujud, membaca qunut (mazhab Syafi’i), membaca salam yang kedua, dll.
-
Yang membatalkan
sholat = beberapa yang membatalkan sholat seperti berhadats, kena najis yang
tidak dimaafkan, berkata-kata dengan sengaja, terbuka aurat, mengubah niat,
makan atau minum walau sedikit, bergerak berturut-turut tiga kali seperti
melangkah, berjalan, membelakangi kiblat, menambah rukun, tertawa
terbahak-bahak, mendahului imam dua rukun, murtad.
-
Bacaan sholat =
1.
Doa iftitah =
Bacaan 1
ALLAAHU AKBAR KABIIRAA WALHAMDULILLAAHI KATSIIRAA WA
SUBHANALLAAHI BUKRATAW WA ASHIILAA (HR MUSLIM)
Bacaan 2
ALLAHUMMA BAA’ID BAYNII WA BAYNA KHATHAYAAYA. KAMAA
BAA’ADTA BAYNAL MASYRIQI WAL MAGHRIB. ALLAHUMMA NAQQINII
MINAL KHATHAYAA. KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANAS.
ALLAHUMMAGH-SIL KHATHAYAAYA BIL MAA-I WATS TSALJI WAL BARAD (HR BUKHORI DAN
MUSLIM)
2.
Bacaan rukuk (Tasbih)
=
Bacaan 1
Subhaanakallohumma robbanaa wa
bihamdika, allohummaghfirlii
“Maha Suci Allah, Rabb kami,
segala puji bagiMu. Ya Allah ampuni dosaku” (HR. Al Bukhari 817).
Bacaan 2
Subhaana rabbiyal ‘azhimi wa
bi hamdih/ 3x (HR ABU DAUD)
3.
Bacaan iktidal (Tahmid)
=
Bacaan 1
Rabbanaa walakal hamdu (HR
Bukhori dan Muslim).
“Ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu”
Bacaan 2
Rabbanaa lakal hamdu (HR
Bukhori dan Muslim).
Catatan:
- Makmum tidak mengucapkan sami’allahu liman
hamidah
Dalil:
Adapun mengenai makmum, maka
yang wajib hanya mengucapkan tahmid, berdasarkan zahir hadits Anas bin Malik di
atas:
“Jika ia (imam) mengucapkan:
sami’allahu liman hamidah. Maka ucapkanlah: rabbana walakal
hamdu” (HR. Bukhari no. 361, Muslim no. 411).
- Makmum mengucapkan sami’allahu liman hamidah
Ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa imam, makmum dan
munfarid disunnahkan membaca tasmi’ dan tahmid (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah,
27/92-94).
4.
Bacaan sujud (Tasbih)
=
Bacaan 1
Subhaanakallahumma rabbanaa wa
bihamdika, allahummaghfirlii
“Maha Suci Allah, Rabb kami,
segala puji bagiMu. Ya Allah ampuni dosaku” (HR. Al Bukhari 817).
Bacaan 2
Subhaana robbiyal a’laa wa bi
hamdih/ 3x (HR ABU DAUD)
Catatan:
Cara turun sujud:
Para ulama berbeda pendapat
mengenai cara turun sujud dalam dua pendapat:
Pendapat pertama: kedua lutut
dahulu baru kedua tangan. Ini adalah pendapat jumhur ulama, diantaranya
Syafi’iyyah, Hanabilah dan Hanafiyyah.
Pendapat kedua: kedua tangan
dahulu baru kedua lutut. Ini adalah pendapat ulama Malikiyyah dan juga salah
satu pendapat Imam Ahmad.
Dari Nafi’ rahimahullah,
ia berkata:
“Ibnu Umar dahulu meletakkan
kedua tangannya sebelum kedua lututnyaز” (HR. Al Bukhari
secara mu’allaq di hadits no. 803, Ibnu Khuzaimah no. 627,
dishahihkan Al Albani dalam Irwaul Ghalil, 2/77)
5.
Bacaan duduk
diantara dua sujud =
Bacaan 1
Rabbighfirlii, warhamnii,
wajburnii, warfa’nii, warzuqnii, wahdinii
“Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah
aku, tinggikanlah derajatku, berilah rezeki dan petunjuk untukku).” (HR. Ahmad
1: 371. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa haditsnya hasan)”
Bacaan 2
Rabbighfirlii
warhamnii wajburnii warfa'nii warzuqnii wahdinii wa'aafinii wa'fu 'annii. (An
Nasai dan Ibnu Majah dari Hudzaifah bin Al Yaman RA)
6.
Bacaan tahiyat awal
=
Bacaan 1
Attahiyyaatu
lillahi washsholawaatu waththayyibaat. Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu
warahmatullaahi wabarakaatuh. Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillaahishshaalihiin.
Asyhadu allaa ilaaha illallaah, waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh.
Allahumma shalli ’alaa muhammad
Bacaan 2
Attahiyyaatul
mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah. Assalaamu 'alaika ayyuhan
nabiyyu wa rahmatullahi wa barakaatuh. Assalaaamu'alainaa wa 'alaa
'ibaadillaahish shaalihiin. asyhadu allaa ilaaha illallah wa asyhadu anna
muhammadar rosuulullah. allahumma sholli 'alaa muhammad
7.
Bacaan tahiyat
akhir = bacaan sama seperti tahiyat awal ditambah sbb:
WA’ALAA AALI MUHAMMAD, KAMAA SHALLAITA ‘ALAA IBRAAHIIM WA’ALAA AALI
IBRAAHIIM. WABAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA’ALAA AALI MUHAMMAD. KAMAA BAARAKTA ‘ALAA
IBRAAHIIM WA’ALAA AALI IBRAAHIIM. FIL’AALAMIINA INNAKA HAMIIDUM MAJIID
“Segala penghormatan,
keberkahan, salawat dan kebaikan hanya bagi Allah. Semoga salam sejahtera
selalu tercurahkan kepadamu wahai nabi, demikian pula rahmat Allah dan
berkah-Nya dan semoga salam sejahtera selalu tercurah kepada kami dan
hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan kecuali Allah dan
aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Ya Allah, berilah rahmat
kepada Nabi Muhammad."
"Ya Allah, limpahilah
rahmat atas keluarga Nabi Muhammad, seperti rahmat yang Engkau berikan kepada
Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan limpahi lah berkah atas Nabi Muhammad beserta
para keluarganya, seperti berkah yang Engkau berikan kepada Nabi Ibrahim dan
keluarganya, Engkaulah Tuhan yang sangat terpuji lagi sangat mulia di seluruh
alam."
Catatan:
Cara Takbiratul Ikhram
Tangan sebahu
hadits dari ‘Abdullah bin
‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengangkat kedua
tangannya sejajar pundaknya ketika memulai (membuka shalat), ketika bertakbir
untuk ruku’, ketika mengangkat kepalanya bangkit dari ruku’ juga mengangkat
tangan, dan saat itu beliau mengucapkan ‘SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, RABBANAA WA
LAKAL HAMDU’. Beliau tidak mengangkat tangannya ketika turun sujud.” (HR.
Bukhari, no. 735 dan Muslim, no. 390).
- Tangan setelinga
Dari Malik bin
Al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika bertakbir, beliau mengangkat kedua tangannya
sejajar kedua telinganya. Jika ruku’, beliau mengangkat kedua tangannya juga
sejajar kedua telinganya. Jika bangkit dari ruku’, beliau mengucapkan
‘SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH’, beliau melakukan semisal itu pula.” (HR. Muslim,
no. 391).
Bacaan Basmallah apakah dikeraskan ?
- Bacaan tidak dibaca atau
dilirihkan
Dalam madzhab Hanafiyah,
disunnahkan membaca basmalah secara lirih bagi imam dan orang yang
shalat sendirian di setiap membaca awal Al-Fatihah di setiap raka’at. Namun
tidak disunnahkan membaca basmalah antara Al-Fatihah dan surat lainnya secara
mutlak menurut Abu Hanifah dan Abu Yusuf karena menurut mereka basmalah bukan
merupakan bagian dari Al-Fatihah. Penyebutan basmalah hanya untuk mengambil
berkah (tabarruk).
Yang masyhur dalam madzhab
Malikiyah, basmalah bukan bagian dari Al-Fatihah. Sehingga basmalah tidak
dibaca dalam shalat wajib yang sirr (Zhuhur dan Ashar) dan jaher (Maghrib,
Isya dan Shubuh), baik bagi imam, makmum maupun munfarid (orang yang shalat
sendirian).
Pendapat yang paling kuat
dalam madzhab Hambali, tidak wajib membaca basmalah saat membaca Al-Fatihah,
begitu pula surat lainnya di setiap raka’at.
Juga pendapat terkuat dalam
madhzab Imam Ahmad, disunnahkan membaca basmalah secara lirih pada dua raka’at
pertama dari setiap shalat. Begitu pula basmalah dibaca pada awal surat setelah
surat Al-Fatihah, namun lirih. (Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 8: 86-88)
Adapun ulama yang berdalil
bahwa bismillahirrahmanirrahim tidak dikeraskan adalah berdasarkan
hadits dari ‘Aisyah, ia berkata,
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membuka shalatnya dengan takbir lalu
membaca alhamdulillahi robbil ‘alamin.” (HR. Muslim no. 498).
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir
As-Sa’di ketika menjelaskan hadits di atas dalam ‘Umdah Al-Ahkam, beliau
berkata, “Ini adalah dalil bahwa bacaan basmalah tidaklah dijahrkan
(dikeraskan).” (Syarh ‘Umdah Al-Ahkam karya Syaikh As-Sa’di, hlm. 161).
Juga dalil lainnya adalah
hadits Anas, di mana ia berkata,
“Aku pernah shalat bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga bersama Abu Bakr, ‘Umar dan
‘Utsman, aku tidak pernah mendengar salah seorang dari mereka membaca ‘
bismillahir rahmanir rahiim’.” (HR. Muslim no. 399).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata, “Yang sesuai sunnah, basmalah dibaca sebelum surat Al Fatihah dan
bacaan tersebut dilirihkan (tidak dikeraskan).” (Kitab Shifat Ash-Shalah min
Syarh Al-‘Umdah karya Ibnu Taimiyah, hlm. 105).
- Bacaan dikeraskan
Pendapat
yang paling kuat dalam madzhab Syafi’i, wajib bagi imam dan makmum serta
munfarid untuk membaca basmalah dalam setiap raka’at sebelum membaca
Al-Fatihah, baik shalat tersebut wajib ataukah sunnah, begitu pula berlaku
dalam shalat sirr (Zhuhur dan Ashar) dan
shalat jaher (Maghrib, Isya dan Shubuh).
Dari penjelasan sebelumnya,
kita ketahui bahwa Syafi’iyah berpendapat wajibnya membaca basmalah karena ia
merupakan bagian dari Al Fatihah. Dan mengingat membaca Al Fatihah adalah rukun
shalat, maka shalat tidak sah jika tidak membaca basmalah karena adanya
kekurangan dalam membaca Al Fatihah. Sebagaimana hadits
“tidak ada shalat bagi orang
yang tidak membaca Faatihatul Kitaab” (HR. Al Bukhari 756, Muslim 394)
Sebagian ulama berpendapat
basmalah disunnahkan dibaca secara keras (jahr). Diantara yang berpendapat
demikian adalah ulama Syafi’iyyah. Mereka berdalil dengan dalil-dalil yang
menyatakan bahwa basmalah adalah bagian dari Al Fatihah, maka dibaca secara
jahr sebagaimana Al Fatihah (lihat Sifatu Shalatin Nabi, 81; Al
Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 16/182).
Makmum membaca Al Fatihah ?
- Tidak dibaca
Allah telah berfirman dalam Al-Quran surah Al
A’rof : 204
“Dan apabila dibacakan Al
Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu
mendapat rahmat.”
Ulama-ulama dari kalangan
madzhab Hanafi misalnya, mereka berpendapat bahwa makmum tidak perlu membaca
Al-Fatihah.
Adapun ulama-ulama dari
kalangan Madzhab Maliki dan Hanbali berpendapat, makmum perlu membaca
Al-Fatihah dan surat pada shalat sirr (bacaan shalat yang dibaca dengan suara
pelan) saja. Dan tidak membaca apapun pada shalat jahr (bacaan shalat yang
dibaca dengan suara keras.
- Wajib Dibaca
Kewajiban membaca Al-Fatihah
termuat dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim. Dari Ubâdah bin ash-Shâmit dia
berkata,
“Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak ada shalat bagi orang yang tidak
membaca al-Fâtihah.’[HR. al-Bukhâri, no. 723 ; Muslim, no. 394; dll]
Isyarat Telunjuk ke Arah Kiblat
saat duduk tasyahud
Para ulama khilaf mengenai
kapan mulai berisyarat dengan jari telunjuk dalam beberapa pendapat:
· Hanafiyah berpendapat
bahwa dimulai sejak ucapan “laailaaha illallah”
· Malikiyyah berpendapat
bahwa dimulai sejak awal tasyahud hingga akhir
· Syafi’iyyah berpendapat
bahwa dimulai sejak “illallah”
· Hanabilah berpendapat
bahwa dimulai sejak ada kata “Allah”
Cara Melakukan Salam
Salam dilakukan dengan menoleh
ke kanan hingga pipi terlihat dari belakang kemudian menoleh ke kiri hingga
pipi terlihat dari belakang, sambil mengucapkan salam. Sebagaimana hadits dari
Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu:
Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam biasanya salam ke kanan dan ke kirinya dengan ucapan: as salaamu
‘alaikum warahmatullah (ke kanan), as salaamu ‘alaikum warahmatullah (ke kiri),
hingga terlihat putihnya pipi beliau.” (HR. Abu Daud no. 996, Ibnu Majah
no. 914, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah)
Yang boleh jadi imam sholat
-
Laki-laki makmum
kepada laki-laki
-
Perempuan makmum
kepada laki-laki
-
Perempuan makmum
kepada perempuan
-
Banci makmum
kepada laki-laki
-
Perempuan makmum
kepada banci
Dzikir
sesudah sholat
Dzikir singkat
1.
Baca Istighfar
(mohon ampunan)
Astaghfirullah
(3x)
2.
Doa minta
keselamatan
Allahumma
antassalaam, wa minkassalaam, tabaarakta yaa dzal jalaali wal ikraam
Artinya: "Aku memohon ampun kepada Allah, (3x).
Ya Allah, Engkau Mahasejahtera, dan dari-Mu kesejahteraan, Mahasuci Engkau,
wahai Rabb Pemilik keagungan dan kemuliaan." (Dari Tsauban, HR Muslim,
Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa'i & Ibnu Majah)
3.
Dzikir tasbih,
tahmid dan takbir sebanyak 33x
Subhaanallah (33x), Alhamdulillah (33x), Allahu akbar (33x)
Artinya: "Mahasuci Allah, (33x)" "Segala puji bagi Allah,
(33x)" "Allah Mahabesar, (33x)"
4.
Tahlil
Laa ilaaha illa Allahu wahdahu laa syariika lah, lahul
mulku wa lahul hamdu wa huwa 'ala kulli syai'in qadiir
Artinya: "Tidak ada tuhan yang berhak diibadahi dengan
benar melainkan hanya Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi
kerajaan, bagi-Nya segala puji. Dialah Yang Mahakuasa atas segala
sesuatu." (HR Muslim, Ahmad, Ibnu Khuzaimah & Baihaqi)
Berdoa
Allahmmaghfir
lilmuslimiina wal muslimaat, wal mu’miniina wal mu’minaat, al ahyaa i minhum
wal amwaat, innaka ‘alaa kulli syai’in qodiir.
Artinya:
Ampunilah (dosa) para saudara kami, kerabat, musllimin (dan) muslimat,
mukminin dan mukminat baik yang masih ada maupun yang telah wafat (meninggal)
Rabbanaa dhalamnaa
Anfusanaa wa inlam taghfirlanaa wa tarhamnaa lanakuunanna minal khaasiriin”.
Artinya:
“Ya Tuhan kami, kami telah
menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi
rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi
Allahumma arinal haqqa haqqaa
warzuqnat tibaa'ah, wa arinal baathila baathilaa warzuqnaj tinaabah.
Artinya: “Ya Allah tunjukkanlah
kepada kami yang benar itu benar dan bantulah kami untuk mengikutinya, dan
tunjukkanlah kepada kami yang batil itu batil dan bantulah kami untuk
menjauhinya.
Allahummagh firlii wa liwaa lidhayya warkham
humaa kamaa rabbayaa nii shaghiraa
Artinya: “Ya Allah, ampunilah aku dan kedua
orang tuaku. Baik ibu maupun bapakku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku
di waktu kecil
Rabbanaa
aatinaa fiddunnyaa hasanah wa fil aakhirati hasanah, wa qinaa ‘adzaabannaar. Walhamdulillahi
rabbil ‘aalamiin.
Artinya:
Ya Tuhan kami, berilah kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa
neraka
SUBHAANA RABBIKA RABBIL ‘IZZATI ‘AMMAA YASHIFUUN, WASALAAMUN ‘ALAL
MURSALIINA WALHAMDU LILLAAHI ROBBIL ‘AALAMIIN
Artinya:
Masa suci
Tuhanmu, Tuhan pemilik (segala) kemuliaan, dari sifat-sifat yang mereka
(musuh-musuh-Nya) berikan. Keselamatan selalu tertuju kepada Rasul (Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wa Sallam) dan segala puji bagi Allah penguasa alam semesta.
8. Sholat jumat
(syarat sah sholat jumat), sholat qoshor dan jamak, sholat jenazah (syarat,
rukun, bacaan)
-
Sholat Jumat
adalah sholat berjamaah dua rakaat yang dilakukan pada hari Jumat pada waktu
Dhuhur. Hukumnya wajib bagi laki-laki.
Syarat sah sholat Jumat
· Salat Jumat dan Dua Khutbah Dilakukan pada
Waktu Dzuhur
· Dilaksanakan di Area Pemukiman Masyarakat.
· Tidak Didahului atau Berbarengan dengan Salat Jumat Lain
dalam Satu Wilayah.
· Salat Jumat Dikerjakan Berjamaah.
· Didahului dengan Dua Khutbah.
-
Sholat Qoshor dan
Jamak
Dalam
bahasa Arab, bepergian dinamakan safar yakni menempuh perjalanan. Menempuh
perjalanan dinamakan dengan safar, sedang yang melakukan perjalanan/ bepergian dinamakan musafir.
Sholat qoshor adalah adalah memendekkan/meringkas jumlah rakaat
pada salat yang empat rakaat menjadi dua rakaat yaitu salat Dzuhur, Ashar dan
Isyak.
Dalil:
Adapun dalil yang menerangkan tentang salat qasar diterangkan dalam QS.
an-Nisaa’: 101, Allah berfirman: “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka
tidaklah mengapa kamu men-qasar salatmu jika kamu takut diserang orang-orang
kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Selain itu, ada pula hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah ra.: “Bahwa
Nabi Saw. pernah mengqashar dalam perjalanan dan menyempurnakannya, pernah
tidak puasa dan puasa.” [HR. ad-Daruquthni].
Ada juga hadis yang diriwayatkan oleh Anas ra.: “Bahwa Rasulullah Saw.
salat Dzuhur di Madinah empat rakaat dan salat Ashar di Dzul-Hulaifah dua
rakaat.” [HR. Muslim]
Hukum:
Para ulama dalam hal ini berbeda pendapat tentang hukum shalat Qasar,
Imam Abu Hanafi menyatakan fardhu ain bagi musafir (tidak boleh tanpa
mengqashar). Imam Syafii menghukumi boleh (mubah) mengqashar dan boleh tidak,
karena ini merupakan keringanan (rukhshoh). Imam Maliki menyatakan mengqashar
lebih baik (sunnah)
Berapa lama dibolehkan qashar?
Imam Maliki dan Syafi’i berpendapat jika telah berniat mukim 4 hari,
maka tidak boleh lagi mengqashar. Dalilnya adalah perjalanan umroh Rasulullah
SAW, beliau tinggal di Mekkah 3 hari, dan selalu mengqashar.
Syarat diperbolehkannya
Qashar Salat:
Syarat dibolehkannya qashar ada 11, jika tidak memenuhi maka tidak boleh atau
tidak sah qasharnya.
1. Salat yang diqashar adalah
salat 4 rakaat, seperti dzuhur, asar dan ‘isya`.
2. Tempat tujuannya jelas,
sehingga tidak boleh qashar bagi orang yang tak punya tempat tujuan yang
jelas.
3. Perjalanannya hukumnya
mubah, bukan perjalanan maksiat
4. Perjalanannya karena tujuan
yang baik, seperti berdagang, haji dan umrah, silaturahim, dan
sebagainya.
5. Perjalanannya mencapai 2
marhalah, yaitu kurang lebih 82 km.
Catatan: 1. Menurut Imam Maliki, Syafii dan Hambali syarat perjalannya
adalah 4 burud (sekitar 85 km) atau perjalanan 1 hari dengan kecepatan sedang.
Sedangkan Imam Abu Hanafi berpendapat, perjalanan 3 hari 3 malam (3 kali lipat
dari jarak Jumhur)
6. Telah melewati batas
desa.
7. Mengetahui hukum
diperbolehkannya qashar salat, sehingga tidak sah qasharnya orang yang tidak
mengetahui hukum bolehnya qasar.
8. Masih ada dalam status
perjalanan hingga salat selesai.
9. Niat melakukan salat qashar
ketika takbiratul ihram.
10. Menjaga hal-hal yang
berlawanan dengan niat qashar saat salat, seperti niat untuk muqim, rag-ragu
dalam kebolehan qasr atau niat muqim di tengah-tengah salat.
11. Tidak bermakmum kepada
orang yang menyempurnakan salat (4 rakaat).
Sholat Jama’ adalah mengumpulkan dua
macam salat dalam satu waktu tertentu. Dua macam salat itu adalah salat Dzuhur
dengan salat Ashar dan salat Maghrib dengan salat Isyak
Dalil:
Adapun dalil-dalil yang
menerangkan tentang salat jamak adalah sebagai berikut: Hadis yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas ra., ia berkata:“Nabi Saw. pernah menjamak antara salat Dzuhur
dan Ashar di Madinah bukan karena bepergian juga bukan karena takut. Saya
bertanya: Wahai Abu Abbas, mengapa bisa demikian? Dia menjawab: Dia (Nabi Saw)
tidak menghendaki kesulitan bagi umatnya.” [HR. Ahmad].
Hadis yang diriwayatkan
oleh Anas bin Malik, ia berkata: “Bahwa Rasulullah Saw. jika berangkat dalam
bepergiannya sebelum tergelincir matahari, beliau mengakhirkan salat Dzuhur ke
waktu salat Ashar; kemudian beliau turun dari kendaraan kemudian beliau
menjamak dua salat tersebut. Apabila sudah tergelincir matahari sebelum beliau
berangkat, beliau salat dzuhur terlebih dahulu kemudian naik kendaraan.
[Muttafaq ‘Alaih].
Hukum:
Dalam pendapat mashab Imam
Syafi’i, hukum salat qasar dan jamak adalah mubah atau boleh dilakukan. Adapun
pelaksanaan sholat qasar dan jamak tadi pada dasarnya diperbolehkan untuk
dilakukan oleh umat muslim yang tengah berada dalam perjalanan jauh.
Sebab Bolehnya menjamak Shalat:
Ada 3, yaitu:
Safar (perjalanan): jamak
takdim dan ta`khir, Hujan: jamak taqdim saja, dan Sakit: jamak takdim dan
ta`khir
Apakah jamak dibolehkan
saat ada uzur walau tanpa perjalanan?
1. Jumhur Ulama
berpendapat, dibolehkan selama ada uzur, berdasarkan hadits : Rasulullah SAW
menjamak shalat tanpa perjalanan dan tanpa hujan.
2. Sebagian ulama
berpendapat, hanya dibolehkan dalam perjalanan.
Cara sholat Jama’:
1.
Jama’ takdim:
Misal Dhuhur dan Ashar, maka lakukan sholat di waktu Dhuhur, dengan sholat Dhuhur
dulu 4 rakaat kemudian dilanjut Ashar 4 rakaat.
2.
Jama’ takhir:
Misal Dhuhur dan Ashar, maka lakukan sholat di waktu Ashar, dengan sholat
Dhuhur dulu 4 rakaat kemudian dilanjut Ashar 4 rakaat. Tapi bisa juga
sebaliknya Ashar dulu kemudian Dhuhur.
Cara sholat Jama’ Qoshor:
1.
Jama’ Qoshor
takdim: Misal Dhuhur dan Ashar, maka lakukan sholat di waktu Dhuhur, dengan
sholat Dhuhur dulu 2 rakaat kemudian dilanjut Ashar 2 rakaat.
2.
Jama’ takhir:
Misal Dhuhur dan Ashar, maka lakukan sholat di waktu Ashar, dengan sholat
Dhuhur dulu 2 rakaat kemudian dilanjut Ashar 2 rakaat. Tapi bisa juga
sebaliknya Ashar dulu kemudian Dhuhur.
-
Sholat jenazah
(rukun, bacaan)
Hukum: Fardhu kifayah
Rukun :
Shalat
jenazah terdapat tujuh rukun:
1.
Berniat (di dalam hati).
2.
Berdiri bagi yang mampu.
3.
Melakukan empat kali takbir (tidak ada ruku’
dan sujud).
4.
Setelah takbir pertama, membaca Al Fatihah.
5.
Setelah takbir kedua, membaca shalawat
(minimalnya adalah Allahumma sholli ‘ala Muhammad).
6.
Setelah takbir ketiga, membaca doa untuk mayit.
Inilah maksud inti dari shalat jenazah.
7.
Salam setelah takbir keempat.
Bacaan:
Untuk mayit laki-laki
Setelah takbir ke 1 (baca Al Fatihah)
Setelah takbir ke 2 (baca sholawat nabi)
Allahumma sholli ‘ala Muhammad
Setelah takbir ke 3 (baca doa untuk mayit)
Allahummaghfirla-hu warham-hu wa
‘aafi-hi wa’fu ‘an-hu
Setelah takbir ke 4 (baca doa untuk mayit)
Allahumma laa tahrimnaa ajro-hu wa laa taftinnaa
ba’da-hu waghfir lanaa wa la-hu
Catatan:
-
Untuk mayit
perempuan kata hu diganti ha
-
Setelah takbir ke
4 bisa kemudian diam sejenak tidak membaca apa-apa sebagaimana zhahir dalam
hadits Abu Umamah radhiallahu’anhu
9. Sholat sunah
(sholat rawatib, sholat tahiyatul masjid, sholat tahajud, sholat dhuha, sholat
tarawih, sholad ied)
-
Sholat Rawatib
Arti: adalah sholat sunnah yang mengiringi sholat lima
waktu. Sebelum sholat fardhu dinamakan Qobliyah, sesudah sholat fardhu
dinamakan Ba’diyah.
Hukum: sunah muakkad, Artinya, salat sunnah rawatib tersebut adalah salat
sunnah yang lebih ditekankan pelaksanaannya
Dalil:
Aku menghafal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
sepuluh rakaat (sunnah rawatib), yaitu dua rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat
sesudah Zhuhur, dua rakaat sesudah Maghrib di rumahnya, dua rakaat sesudah
‘Isya di rumahnya, dan dua rakaat sebelum Shubuh.” (HR. Bukhari, no. 1180)
Barangsiapa menjaga dalam mengerjakan shalat sunnah
dua belas rakaat, maka Allah akan membangunkan rumah untuknya di surga, yaitu
empat rakaat sebelum zhuhur, dua rakaat setelah zhuhur, dua rakaat setelah
maghrib, dua rakaat setelah isya dan dua rakaat sebelum subuh." (HR.
Tirmidzi)
-
Sholat Tahiyatul Masjid
Arti: adalah shalat yang dilakukan sebanyak dua
raka’at, dan dikerjakan oleh seseorang ketika masuk ke dalam masjid dan sebelum
duduk.
Dalil:
Apabila seseorang di antara kamu masuk ke dalam
masjid, maka hendaklah ia melakukan shalat dua raka’at sebelum duduk” (HR. Bukhari)
Catatan:
-
Ketika seseorang
belum melaksanakan sholat sunah qobliyah subuh di rumahnya, maka sesampainya di
masjid lebih dianjurkan untuk mengerjakan sholat sunnah qobliyah dibanding
sholat sunah tahiyatul masjid. Karena dengan mengerjakan sholat sunnah qobliyah
juga telah dihitung mengerjakan sholat sunnah tahiyatul masjid. Tapi kalau
waktunya cukup bisa juga dikerjakan dua
sholat tersebut bergantian.
-
Apabila
seseorang masuk ke dalam masjid dan azan sedang dikumandangkan, maka sebaiknya
ia sambil berdiri menjawab azan terlebih dahulu, dan menunda sebentar untuk
mengerjakan shalat Tahiyatul Masjid. Kecuali dia masuk masjid pada hari Jumat,
sedangkan adzan untuk khutbah sedang dikumandangkan, maka dengan kondisi
seperti ini lebih baik mendahulukan sholat Tahiyatul Masjid daripada menjawab
adzan agar bisa mendengarkan khutbah
- Sholat Tahajud
Arti: Tahajud
secara bahasa berarti upaya melawan atau meninggalkan tidur. Sementara itu,
dalam artian fiqih, sholat Tahajud ialah sholat sunnah pada malam hari yang
dilakukan setelah tidur.
Dalil:
Surat
Al-Isra Ayat 79: Arab
Artinya: "Pada sebagian malam lakukanlah salat tahajud sebagai (suatu
ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang
terpuji
Waktu sholat tahajud:
Waktu yang
sangat utama ialah pada sepertiga malam pertama, yaitu dimulai sejak setelah
waktu Isya sampai pukul 22.00. Sementara itu, waktu yang lebih utama ialah sepertiga
malam kedua pada pukul 22.00 sampai 01.00 dini hari.
Lalu, waktu paling utama ialah sepertiga malam terakhir yang dimulai pada 01.00
dini hari hingga Subuh
Rakaat shalat tahajud:
Ibadah
sholat tahajud dilakukan minimal 2 rakaat dengan jumlah maksimal 11 atau 13
rakaat
- Sholat Dhuha
Arti: Kata
dhuha secara bahasa berarti awal siang hari atau pagi. Sedangkan secara istilah
syariah, shalat dhuha adalah shalat sunnah yang dilakukan pada waktu dhuha.
Dalil:
Pada pagi hari diharuskan bagi seluruh persendian di
antara kalian untuk bersedekah. Setiap bacaan tasbih (subhanallah) bisa sebagai
sedekah, setiap bacaan tahmid (alhamdulillah) bisa sebagai sedekah, setiap
bacaan tahlil (laa ilaha illallah) bisa sebagai sedekah, dan setiap bacaan
takbir (Allahu akbar) juga bisa sebagai sedekah. Begitu pula amar ma’ruf
(mengajak kepada ketaatan) dan nahi mungkar (melarang dari kemungkaran) adalah
sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti) dengan melaksanakan shalat Dhuha
sebanyak 2 raka’at” (HR. Muslim no. 720)
Waktu sholat Dhuha:
Waktu Dhuha sendiri dimulai dari terbitnya matahari,
kira-kira satu tombak bayangan. Menurut Imam Ghazali dalam kitab Ihya'
Ulumudin, waktu tersebut sekitar pukul 7 pagi. Waktu Dhuha akan berlangsung
sampai waktu matahari tergelincir atau mendekati posisi tepat di atas kepala
(sebelum zuhur)
Mengenai waktu khusus untuk shalat Dhuha, dianjurkan
untuk melakukannya setelah matahari terbit kira-kira sepanjang tombak (yaitu
sekitar 20 menit) setelah matahari terbit dan sebelum zenit (tengah hari)
Rakaat shalat tahajud:
Jumlah rakaat shalat dhuha minimal dua rakaat dan
maksimal dua belas rakaat
- Sholat Tarawih
Arti: Istilah
tarawih berasal dari bahasa Arab, yakni tarwihah yang memiliki arti istirahat. Pengertian
salat tarawih secara terminologi adalah salat sunah yang pengerjaannya
dilakukan hanya di malam-malam bulan Ramadan
Dalil:
Barangsiapa ibadah (tarawih) di bulan Ramadhan seraya
beriman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau (HR al-Bukhari,
Muslim, dan lainnya)
Waktu sholat tarawih:
Salat Tarawih merupakan salat sunnah yang dikerjakan
pada malam hari selama bulan Ramadan. Tepatnya dimulai setelah salat Isya,
hingga terbit fajar
Rakaat shalat tarawih:
Menurut sejarah, ibadah tarawih pertama kali dilakukan
pada zaman Nabi Muhammad SAW di Masjid Nabawi, Madinah pada tahun ke-8 Hijriah.
Pada awalnya, Nabi Muhammad SAW melakukan shalat tarawih secara pribadi,
kemudian diikuti oleh para sahabat yang tinggal di sekitar Masjid Nabawi.
Kemudian pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin
Khattab, ibadah tarawih menjadi kegiatan yang lebih terorganisir. Khalifah Umar
bin Khattab meminta agar para sahabat yang mengikuti shalat tarawih di Masjid
Nabawi dikumpulkan dan shalat dilakukan secara berjamaah. Awalnya, shalat
tarawih dilakukan secara 20 rakaat. Namun, pada masa pemerintahan Khalifah Umar
bin Abdul Aziz, jumlah rakaat tarawih diperpendek menjadi 8 rakaat. Hal ini
dilakukan untuk menghindari kelelahan bagi umat Islam yang melaksanakan ibadah
tersebut.
Merujuk pada Kitab Lengkap Panduan Shalat karya
Khalilurrahman Al-Mahfani, Rasulullah SAW semasa hidupnya melaksanakan salat
Tarawih 11 rakaat dengan 4+4+3 witir atau 2+2+2+2+2+1 witir.
Saya dengar dari Aisyah berkata, 'Rasulullah SAW salat malam sebanyak sepuluh
rakaat dan berwitir dengan satu rakaat.'" (HR Bukhari dan Muslim)
- Sholat Ied
Arti: Salat
Id adalah ibadah salat yang
diselenggarakan pada dua hari raya Islam yakni Idulfitri dan Idul adha
Dalil:
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan
berkurbanlah" (Al-Kautsar ayat 2). Berkata Qotadah: "dia adalah
sholat ‘idul adha" (Tafsir Abdur Rozzaq)
Nabi SAW memerintahkan kepada kami pada saat sholat ‘id (Idul Fithri ataupun
Idul Adha) agar mengeluarkan para gadis (yang baru beranjak dewasa) dan wanita
yang dipingit, begitu pula wanita yang sedang haid. Namun beliau memerintahkan
pada wanita yang sedang haid untuk menjauhi tempat sholat" (HR. Muslim)
10. Puasa
ramadhan (dalil puasa, syarat puasa, rukun puasa, sunah puasa, yang membatalkan
puasa, alasan tidak berpuasa, amal-amal di bulan ramadhan, qadha puasa)
-
Dalil
puasa
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183)
-
Syarat puasa ramadhan
Syarat wajib:
Maksud dari syarat wajib puasa adalah
beberapa hal yang membuat orang wajib melaksanakan puasa. Apabila salah satunya
tidak terpenuhi, maka puasa seperti puasa Ramadhan tidak menjadi wajib untuk
dirinya
1. Beragama Islam
Syarat yang pertama adalah beragama Islam. Oleh
karenanya, mereka yang tidak mengimani Islam tidak berkewajiban untuk
menjalankan puasa.
2. Baligh
Selanjutnya, syarat wajib puasa adalah untuk
mereka yang sudah berusia baligh. Anak-anak kecil tidak berkewajiban untuk
menjalankan puasa-puasa wajib, akan tetapi, orang tuanya wajib melatihnya untuk
menjalankan puasa sejak umur tujuh tahun.
3. Berakal
Selain baligh, syarat selanjutnya adalah
berakal. Maksudnya adalah hanya orang yang berakal saja yang wajib melaksanakan
puasa. Menurut kesepakatan ulama, orang gila termasuk orang yang tidak berakal,
sehingga ia tidak diwajibkan untuk berpuasa.
4. Sehat
Berikutnya, orang yang sakit tidak memiliki
kewajiban untuk melaksanakan puasa wajib seperti Ramadhan. Namun, ia harus
menggantinya di hari lain. hal ini sesuai firman Allah dalam surah Al Baqarah
ayat 185,
Artinya: "...Dan barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari
yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain..."
5. Mampu
Selanjutnya, syarat puasa adalah mampu.
Maksudnya adalah wajib bagi mereka yang melakukannya. Bagi mereka yang sudah
lemah secara fisik karena usia atau tidak memungkinkan puasa, maka mereka tidak
wajib melaksanakan puasa. Ini juga sesuai dengan firman Allah dalam surat Al
Baqarah ayat 184,
Artinya: "...Dan bagi orang yang berat
menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang
miskin..."
6. Tidak sedang dalam perjalanan
Hal ini juga didasarkan pada ayat 185 di atas.
Namun, menurut pendapat ulama, tidak semua jenis perjalanan membolehkan
seseorang tidak berpuasa. Perjalanan yang dimaksud ada syarat-syaratnya.
7. Suci dan Haid dan Nifas
Wanita yang sedang haid atau nifas, menurut
kesepakatan ulama tidak diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa. Dasarnya
adalah berdasarkan hadis yang diriwayatkan Aisyah bahwa:
"Kami (wanita yang haid atau nifas)
diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha
shalat."
Syarat Sah Puasa:
Yang dimaksud dengan syarat sah puasa, adalah
seseorang dinilai sah puasanya, apabila memenuhi syarat-syaratnya
1. Beragama Islam, artinya mereka yang kafir
atau orang yang murtad tidak sah puasanya.
2. Suci dari haid dan nifas bagi perempuan,
sehingga puasanya orang yang dalam keadaan tersebut dinilai tidak sah dan haram
hukumnya atas ketentuan ulama.
3. Berakal, maksudnya adalah tidak sah puasa
bagi orang yang gila.
4. Telah masuk waktu puasa. Puasa dikatakan sah
apabila dilakukan di waktu yang telah ditentukan. Puasa juga menjadi tidak sah
apabila dilakukan di hari-hari yang haram untuk berpuasa.
-
Rukun
Puasa
1. Niat
Niat puasa biasanya diucapkan pada malam hari.
Adapun bacaan niat sebagai berikut,
Nawaitu
shauma ghadin an'adai fardi syahri ramadhani hadzihisanati lillahita'ala
Artinya: "Saya niat berpuasa esok hari
untuk menunaikan fardhu di bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah Ta'ala.
Catatan: Niat juga bisa didalam hati, tanpa diucapkan
2. Menahan Diri dari hal yang membatalkan puasa.
Batasan puasa dimulai dari terbit fajar hingga
terbenamnya matahari.
-
Sunah puasa
1. Perbanyak
Sedekah
Artinya: Nabi SAW bersabda, "Sebaik-baik
sedekah adalah sedekah yang ditunaikan pada bulan Ramadhan." (HR Tirmidzi,
dari Abu Hurairah)
2. Ibadah Malam (Qiyamul Lail)
Dapat berupa sholat Tahajud, tadarus Al-Qur'an,
berdizikir, hingga berdoa. Sesuai hadits riwayat Ibnu Abbas, Rasul SAW berkata:
"Barang siapa bangun (mengerjakan qiyamul lail) di bulan Ramadhan dengan
dasar iman dan mengharap pahala dari Allah SWT, niscaya dosa-dosanya yang telah
berlalu akan diampuni oleh Allah SWT." (HR Bukhari & Muslim)
3. Membaca Al-Qur'an
Nabi SAW menuturkan, "Barang siapa membaca
satu huruf dari Al-Qur'an, maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan sama
dengan sepuluh pahala. Aku tidak memaksudkan Alif, Lam, Mim satu huruf.
melainkan Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf." (HR Darimi
& Tirmidzi)
4. Mendirikan Sholat Tarawih
Artinya: "Barangsiapa ibadah (tarawih) di
bulan Ramadhan seraya beriman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah
lampau" (HR al-Bukhari, Muslim, dan lainnya)
5. I'tikaf di Masjid
Dari Abu Hurairah, ia mengatakan bahwa Nabi SAW
bersabda, "Rasul SAW dahulu setiap bulan puasa beri'tikaf selama sepuluh
hari, dan pada tahun di mana beliau meninggal, beliau beri'tikaf di bulan
Ramadhan selama dua puluh hari." (HR Bukhari & Abu Daud)
6. Mengakhirkan Sahur
Anas bin Malik meriwayatkan dari Zaid bin
Tsabit, ia berkata, "Suatu hari kami pernah sahur bersama Rasulullah SAW,
kemudian (tidak lama setelah itu) beliau bangun untuk menunaikah sholat
(Subuh)." Lalu aku bertanya, "Berapa jarak antara sahur dan adzan?'
Beliau menjawab, "Sebanyak lima puluh ayat." (HR Bukhari &
Muslim)
Diriwayatkan pula oleh dari Sahl bin Sa'ad bahwa
ia berkata, "Aku bersahur bersama keluargaku kemudian aku bergegas (menuju
sholat) hingga aku mendapatkan sujud bersama Rasulullah SAW." (HR Bukhari)
7. Menyegerakan Berbuka Puasa
Artinya: Rasulullah SAW bersabda, "Manusia
akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan buka puasa." (HR
Bukhari & Muslim, dari Sahl bin Sa'ad)
8. Berdoa saat Berbuka Puasa
Abdullah bin Amr bin Ash berkata, "Aku
mendengar Rasul SAW bersabda, 'Sesungguhnya bagi orang yang berbuka puasa
ketika ia berbuka, doa yang tidak akan ditolak." (HR Ibnu Majah)
9. Memberikan Makan Buka Puasa
Diriwayatkan dari Zaid bin Khalid Al-Juhani
bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang memberikan orang berbuka
puasa, maka dia akan mendapat pahala seperti pahala orang yang berbuka tersebut
tanpa dikurangi sedikitpun." (HR Bukhari & Muslim)
10. Mencari Lailatul Qadr dan Menghidupkannya
Artinya: Rasul SAW berkata, "Carilah
lailatul qadr dalam malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dari bulan
Ramadhan." (HR Bukhari & Muslim, dari Aisyah)
Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa Nabi SAW
menuturkan, "Barangsiapa yang bangun di malam lailatul qadr dengan iman
dan harapan, maka Allah akan mengampuni dosanya yang telah lampau." (HR
Bukhari Muslim)
11. Memperbanyak mengucapkan Laa Ilaaha
Illallaah (Tahlil)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi SAW
bersabda, "Barang siapa yang mengucapkan, "Laa ilaha illa allahu,
wahdahu laa syarika lahu, lahu al-almulku wa lahu al- hamdu wa huwa 'ala kulli
syai'in qadir" sebanyak 100 kali dalam sehari, maka ia seperti
memerdekakan 10 budak, dituliskan untuknya 100 kebaikan, dihapuskan untuknya
100 dosa, ia mendapatkan benteng dari setan pada hari tersebut hingga sore
hari, dan tidak ada satu pun yang melakukan hal yang lebih baik dari dirinya
melainkan orang yang mengamalkan (ucapan tersebut) lebih banyak darinya."
(HR Bukhari & Muslim)
12. Bersilaturahmi
Dari Abu Hurairah, bahwa ada seorang lelaki
berkata, "Wahai Rasulullah! Sungguh aku memiliki kerabat. Aku menyambung
hubungan dengan mereka, namun mereka memutuskanku. Aku berbuat baik kepada
mereka, namun mereka berbuat buruk kepadaku. Aku berlemah lembut dengan mereka,
namun mereka berbuat kasar kepadaku."
Maka Nabi SAW berkata, "Apabila benar
demikian, maka seakan engkau menyuapi mereka pasir panas, dan Allah akan
senantiasa menjadi Penolongmu selama engkau berbuat demikian." (HR Muslim
& Ahmad)
13. Mengkhatamkan Al-Qur'an
Rasulullah SAW berkata kepada Abdullah bin Amru,
"Bacalah (khatamkanlah) Al-Qur'an sekali dalam sebulan." (HR Bukhari)
14. Mengucapkan Tasbih, Tahmid, dan Takbir
Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa Nabi SAW
bersabda, "Barangsiapa yang bertasbih kepada Allah sebanyak 33 kali,
bertahmid kepada Allah sebanyak 33 kali, dan bertakbir kepada Allah sebanyak 33
kali; maka semuanya berjumlah 99."
Lalu beliau berkata lagi, "Dan ke-100 nya
mengucapkan, "Laa ilaha illa Allahu wahdahu laa syariika lahu, lahu
al-mulku wa lahu al- hamdu wa huwa 'ala kulli syai'in qadir (Tiada sesembahan
melainkan Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kekuasaan dan
puji-pujian; dan Dia adalah Dzat yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu)",
maka diampuni kesalahan-kesalahannya walaupun sebanyak buih yang ada di
lautan." (HR Muslim, Abu Dawud & Ahmad)
15. Beristighfar
Diriwayatkan Abu Hurairah, ia mendengar
Rasulullah SAW menuturkan, "Demi Allah! aku beristighfar kepada Allah dan
bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali." (HR
Bukhari & Ahmad)
Dalam riwayat lain, Nabi SAW bersabda,
"Sungguh aku beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada- Nya seratus
kali dalam sehari." (HR Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah & Ahmad, dari Abu
Hurairah)
-
Yang membatalkan puasa
8 Hal yang
Membatalkan Puasa
1. Makan dan Minum
Memasukkan sesuatu berupa makanan, minuman,
maupun benda lainnya ke dalam tubuh melalui lubang yang berpangkal pada organ
bagian dalam (jauf) seperti mulut, telinga, dan hidung dalam keadaan sengaja
maka dapat membatalkan puasa. Akan tetapi, jika perbuatan tersebut dilakukan
tanpa kesengajaan atau lupa, maka tidak membatalkan puasa.
Hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadits:
Artinya: Siapa yang lupa keadaannya sedang
berpuasa, kemudian ia makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan
puasanya, karena sesungguhnya Allah-lah yang memberikan makanan dan minuman
itu". (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 1797 dan Muslim: 1952)
2. Memasukan Obat atau Benda Melalui Dua Jalan
Ketika seseorang melakukan pengobatan dengan
cara memasukkan benda (obat atau benda lain) pada salah satu dari dua jalan
(qubul dan dubur). Misalnya pengobatan bagi orang yang sedang mengalami ambeien
dan juga bagi orang yang sakit dengan memasang kateter urin, maka dua hal
tersebut dapat membatalkan puasa.
3. Muntah dengan Sengaja
Muntah secara sengaja termasuk hal yang dapat
membatalkan puasa. Akan tetapi, jika seseorang muntah tanpa disengaja atau
muntah tiba-tiba dan tidak ada sedikitpun dari muntahannya yang tertelan, maka
puasa tetap sah.
4. Berjimak di Siang Hari
Melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis
atau berjimak di siang hari pada saat berpuasa secara sengaja maka dapat
membatalkan puasa. Selain itu, orang yang melakukannya juga akan dikenakan
denda atau kafarat.
Dendanya yakni melaksanakan puasa selama dua
bulan secara berturut-turut. Apabila tidak mampu, maka ia wajib memberi makanan
pokok senilai satu mud atau setara dengan 0,6 kilogram beras atau ¾ liter beras
kepada 60 fakir miskin.
5. Keluarnya Air Mani
Keluar air mani (sperma) yang disebabkan
bersentuhan kulit maka dapat membatalkan puasa. Kondisi ini terjadi karena
onani atau bersentuhan dengan lawan jenis tanpa adanya hubungan seksual.
Tetapi, apabila air mani keluar tanpa sengaja atau karena mimpi basah, maka
keadaan tersebut tidak membatalkan puasa.
6. Haid dan Nifas
Keluarnya darah dari kemaluan saat seorang
perempuan sedang menjalankan ibadah puasa maka puasanya batal. Perempuan yang
sedang haid dan dalam masa nifas berkewajiban untuk mengqadha puasanya.
7. Gila
Ketika seseorang tengah berpuasa dan tiba-tiba
mengalami gangguan jiwa atau gila, maka puasanya batal.
8. Murtad
Murtad adalah seseorang yang keluar dari agama
Islam. Ketika seseorang yang tengah berpuasa melakukan hal-hal yang sifatnya
mengingkari keesaan Allah SWT atau mengingkari hukum syariat yang telah
disepakati ulama, maka puasa orang tersebut langsung batal.
-
Alasan
tidak berpuasa
Mengutip buku 125
Masalah Puasa oleh Muhammad Najmuddin Zuhdi, ada sejumlah orang yang boleh tak
berpuasa Ramadan tetapi wajib qadha puasa itu di luar waktu bulan Ramadan:
1. Wanita yang Haid dan yang Nifas
Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu' mengatakan
bahwa para ulama menyepakati bahwa perempuan haid dan nifas haram berpuasa di
bulan Ramadan. Apabila mereka masih saja berpuasa, maka puasanya itu tidak sah
"Saat mengalami haid di masa Rasulullah
dahulu, kami diperintahkan untuk mengqada puasa dan kami tidak diperintahkan
untuk mengqada shalat." (HR Bukhari, Muslim, & An-Nasa'i)
2. Orang yang Sakit
Jumhur ulama menyepakati bahwa orang yang sakit
boleh tidak berpuasa Ramadan sebagaimana disebutkan dalam buku Mereka Yang
Boleh Tidak Puasa Ramadan oleh Ahmad Hilmi. Yang menjadi dalil dasarnya adalah
firman Allah pada Surah Al-Baqarah ayat 184:
Artinya: Maka, siapa di antara kamu sakit atau
dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang
dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.
3. Musafir atau Orang yang Bepergian
Kalam Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 184
juga menyatakan bila orang yang berada dalam perjalanan boleh tidak berpuasa,
tetapi wajib mengganti di waktu lain sebanyak hari yang ia tidak berpuasa.
-
Amalan-amalan
di bulan ramadhan
1.Menyegerakan berbuka puasa jika telah yakin bahwa matahari telah
tenggelam.
Dalil menyegerakan berbuka puasa adalah hadis nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Dari Sahl bin Sa’ad, Rasulullah SAW bersabda, “Senantiasa manusia dalam kebaikan selama mereka menyegerakan
berbuka puasa.” (HR Bukhari dan Muslim)
2. Berbuka dengan korma, atau makanan/minuman manis lainnya, atau
cukup dengan air putih
Dalil berbuka puasa dengan kurma adalah hadis berikut,
Dari Anas, “Nabi SAW berbuka dengan ruthob
(kurma matang) sebelum salat. Kalau tidak ada, dengan tamar (kurma yang
dikeringkan). Kalau tidak ada kurma juga, beliau berbuka dengan minum beberapa
teguk air.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
Berkata Imam Ar-Ruyani di dalam Kitabul Iman, “Jika tidak menemukan kurma,
maka berbuka puasa dengan makanan yang manis, karena puasa mengurangi
pandangan, sedangkan kurma memulihkannya, begitu pula makanan manis.”[2].
3. Berdoa sewaktu berbuka puasa
Doa yang dibaca pada saat berbuka puasa salah satunya adalah
dari hadis berikut,
Dari Ibnu Umar, “Rasulullah SAW apabila beliau
berbuka puasa, membaca doa berikut: Allahumma laka shumtu, wa ‘ala rizqika
afthortu, dzaHabazhzhomau, wabtallatil ‘uruuqu, wa tsabatal ajru insyaa Allahu.”
(HR Bukhari dan Muslim)
Arti doa tersebut:
“Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, karena pemberian-Mu aku
berbuka, dahaga telah lenyap, urat-urat telah basah, serta pahala telah tetap
jika Engkau mengehendaki.”
4. Makan sahur
Makan sahur dimaksudkan supaya menambah kekuatan ketika puasa
dan dilakukan selewat tengah malam.
Dalil makan sahur adalah 2 hadis berikut,
Dari Anas, Rasulullah SAW telah berkata, “Makan sahurlah kamu. Sesungguhnya makan sahur itu mengandung
berkah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari kitab Al-Fiqhul Muyassar terdapat
hadis nabi SAW: “Makan sahurlah walaupun dengan seteguk air.”
(HR Ibnu Hibban)
5. Mengakhirkan makan sahur
Akhirkan makan sahur hingga kira-kira 15 menit sebelum fajar
subuh.
Dalil mengakhirkan sahur adalah hadis berikut,
Dari Abu Dzar, Rasulullah SAW berkata, “Senantiasa umatku dalam kebaikan selama mereka mengakhirkan sahur
dan menyegerakan berbuka puasa.” (HR Ahmad)
6. Memberi makan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa
Dalil memberi makan untuk berbuka adalah hadis berikut,
“Barangsiapa memberi makanan untuk berbuka
kepada orang yang puasa, maka ia akan mendapat ganjaran sebanyak ganjaran orang
yang berpuasa itu, tidak dikurangi sedikitpun.” (HR Tirmidzi)
7. Banyak bersedekah
Dalil untuk banyak bersedekah di bulan Ramadhan adalah hadis,
Dari Anas, “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Kapankah waktu sedekah yang lebih baik? Beliau
menjawab, “Sedekah yang paling baik adalah sedekah pada bulan Ramadhan.”
(HR Tirmidzi)
8. Banyak membaca Alquran dan mempelajarinya
Dalil membaca Alquran di bulan Ramadhan adalah hadis,
Dari Ibnu Abbas , “Rasulullah SAW adalah manusia
yang paling lembut terutama pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril
menemuinya. Adalah Jibril mendatanginya setiap malam di bulan Ramadhan, dimana
Jibril mengajarkannya Al-Quran. Sungguh Rasulullah SAW orang yang paling lembut
daripada angin yang berhembus.” (HR Bukhari)
9. Tidak mengucapkan perkataan yang buruk[2]
Dalil untuk meninggalkan perkataan yang buruk adalah hadis
berikut,
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta
dan pengamalannya, maka Allah SWT tidak memerlukan dia untuk meninggalkan makan
dan minumnya.” (HR Bukhari)
10. Salat Tarawih di malam hari
Dalil yang menjelaskan salat tarawih di bulan Ramadhan adalah
hadis berikut,
Dari Jabir bin ‘Abdillah, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah shalat bersama kami di bulan Ramadhan sebanyak 8 raka’at lalu
beliau berwitir. Pada malam berikutnya, kami pun berkumpul di masjid sambil
berharap beliau akan keluar. Kami terus menantikan beliau di situ hingga datang
waktu fajar. Lalu kami menemui beliau dan bertanya, “Ya Rasulallah, sesungguhnya kami menunggumu tadi malam, berharap
engkau akan shalat bersama kami.” Beliau menjawab, “Sesungguhnya aku khawatir jika akhirnya shalat itu menjadi wajib
bagi kalian.” (HR Ath-Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah)
11. I’tikaf
I’tikaf dianjurkan dalam seluruh waktu, namun yang terutama
adalah pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Dalilnya adalah Alquran surat Al
Baqarah: 125 dan hadis berikut,
Telah diriwayatkan bahwa nabi SAW beri’tikaf setiap bulan
Ramadhan 10 hari. Pada tahun beliau wafat, beliau beri’tikaf 20 hari. (HR Abu
Dawud, Bukhari dan Ibnu Majah) [2]
12. Mengeluarkan zakat fitrah di antara fajar
subuh dan sebelum orang-orang keluar salat Ied
Zakat fitrah sendiri hukumnya adalah wajib. Namun sunah
mengeluarkannya sehari atau dua hari sebelum hari raya (ini lebih aman karena
terkadang ada perbedaan hari raya) berdasarkan perkataan Ibnu Umar RA,
“Yang paling banyak pahalanya adalah bila zakat
fitrah dikeluarkan sehari atau dua hari sebelum hari raya Iedul Fitri.”
Namun menurut Imam Syafi’i, zakat fitrah bisa dikeluarkan sejak
awal Ramadhan.
Demikianlah pembahasan singkat mengenai perkara yang dianjurkan
atau amalan sunah-sunah puasa di bulan Ramadan. Semoga Allah SWT selalu
mengaruniakan kepada kita akan nikmat sehat, iman dan Islam serta kemudahan
untuk menyempurnakan ibadah puasa Ramadhan & amalan sunah serta wajib
lainnya. Aamiin….
-
Qadha
puasa
Qadha puasa
Ramadhan adalah mengganti puasa yang seharusnya dilakukan pada Ramadhan namun
tidak dapat dilakukan karena uzur tertentu seperti sakit atau perjalanan jauh.
Qadha puasa Ramadhan wajib hukumnya bagi yang meninggalkan.
Puasa qadha dikerjakan sejumlah hari yang
ditinggalkan. Ketentuan ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat
Al-Baqarah ayat 184, yang artinya sebagai berikut.
“Beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di
antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib
mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang
lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu
memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati
mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui.”
Qadha dan Fidyah Bagi Ibu Hamil
dan Menyusui
1. Untuk Ibu Hamil dan
Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan Dirinya Saja Bila Berpuasa
Bagi ibu, untuk keadaan ini maka wajib untuk mengqadha (tanpa fidyah) di hari
yang lain ketika telah sanggup berpuasa.
Keadaan ini disamakan
dengan orang yang sedang sakit dan mengkhawatirkan keadaan dirinya. Sebagaimana
dalam ayat,
“Maka jika di antara
kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajib baginya
berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Qs. Al
Baqarah[2]:184)
Berkaitan dengan masalah
ini, Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Kami tidak
mengetahui ada perselisihan di antara ahli ilmu dalam masalah ini, karena
keduanya seperti orang sakit yang takut akan kesehatan dirinya.” (al-Mughni:
4/394)
2. Untuk Ibu Hamil dan
Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan Dirinya dan Buah Hati Bila Berpuasa
Sebagaimana keadaan
pertama, sang ibu dalam keadaan ini wajib mengqadha (saja) sebanyak hari-hari
puasa yang ditinggalkan ketika sang ibu telah sanggup melaksanakannya.
Imam Nawawi rahimahullah
mengatakan, “Para sahabat kami (ulama Syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang hamil
dan menyusui, apabila keduanya khawatir dengan puasanya dapat membahayakan
dirinya, maka dia berbuka dan mengqadha. Tidak ada fidyah karena dia seperti
orang yang sakit dan semua ini tidak ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah).
Apabila orang yang hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya akan
membahayakan dirinya dan anaknya, maka sedemikian pula (hendaklah) dia berbuka
dan mengqadha, tanpa ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah).'” (al-Majmu’:
6/177, dinukil dari majalah Al Furqon)
3 .Untuk Ibu Hamil dan Menyusui
yang Mengkhawatirkan Keadaan si Buah Hati saja
Dalam keadaan ini,
sebenarnya sang ibu mampu untuk berpuasa. Oleh karena itulah, kekhawatiran
bahwa jika sang ibu berpuasa akan membahayakan si buah hati bukan berdasarkan
perkiraan yang lemah, namun telah ada dugaan kuat akan membahayakan atau telah
terbukti berdasarkan percobaan bahwa puasa sang ibu akan membahayakan. Patokan
lainnya bisa berdasarkan diagnosa dokter terpercaya – bahwa puasa bisa
membahayakan anaknya seperti kurang akal atau sakit -. (Al Furqon, edisi 1
tahun 8)
Untuk kondisi ketiga
ini, ulama berbeda pendapat tentang proses pembayaran puasa sang ibu. Berikut
sedikit paparan tentang perbedaan pendapat tersebut.
Dalil ulama yang
mewajibkan sang ibu untuk membayar qadha saja.
Dalil yang digunakan
adalah sama sebagaimana kondisi pertama dan kedua, yakni sang wanita hamil atau
menyusui ini disamakan statusnya sebagaimana orang sakit. Pendapat ini dipilih
oleh Syaikh Bin Baz dan Syaikh As-Sa’di rahimahumallah
Dalil ulama yang
mewajibkan sang Ibu untuk membayar fidyah saja.
Dalil yang digunakan
adalah yaitu perkataan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, “Wanita hamil
dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi
makan seorang miskin.” ( HR. Abu Dawud)
dan perkataan Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu ketika
ditanya tentang seorang wanita hamil yang mengkhawatirkan anaknya, maka beliau
berkata, “Berbuka dan gantinya memberi makan satu mud gandum setiap harinya
kepada seorang miskin.” (al-Baihaqi dalam Sunandari jalan Imam Syafi’i,
sanadnya shahih)
Dan ayat Al-Qur’an yang
dijadikan dalil bahwa wanita hamil dan menyusui hanya membayar fidyah
adalah,
“Dan wajib bagi orang
yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah (yaitu)
membayar makan satu orang miskin.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 184)
Hal ini disebabkan
wanita hamil dan menyusui yang mengkhawatirkan anaknya dianggap sebagai orang
yang tercakup dalam ayat ini.
Pendapat ini adalah
termasuk pendapat yang dipilih Syaikh Salim dan Syaikh Ali Hasan hafidzahullah.
Dalil ulama yang
mewajibkan sang Ibu untuk mengqadha dengan disertai membayar fidyah
Dalil sang ibu wajib
mengqadha adalah sebagaimana dalil pada kondisi pertama dan kedua, yaitu
wajibnya bagi orang yang tidak berpuasa untuk mengqadha di hari lain ketika
telah memiliki kemampuan. Para ulama berpendapat tetap wajibnya mengqadha puasa
ini karena tidak ada dalam syari’at yang menggugurkan qadha bagi orang yang
mampu mengerjakannya.
Sedangkan dalil
pembayaran fidyah adalah para ibu pada kondisi ketiga ini termasuk dalam
keumuman ayat berikut,
“…Dan wajib bagi
orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar
fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin…” (Qs. Al-Baqarah [2]:184)
Hal ini juga dikuatkan
oleh perkataan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, “Wanita hamil dan
menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi
makan seorang miskin.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam
Irwa’ul Ghalil). Begitu pula jawaban Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu ketika
ditanya tentang wanita hamil yang khawatir terhadap anaknya, beliau menjawab,
“Hendaklah berbuka dan memberi makan seorang miskin setiap hari yang
ditinggalkan.”
Adapun perkataan Ibnu
Abbas dan Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhuma yang hanya menyatakan
untuk berbuka tanpa menyebutkan wajib mengqadha karena hal tersebut (mengqadha)
sudah lazim dilakukan ketika seseorang berbuka saat Ramadhan.
Wanita hamil yang
berbuka puasa menurut 4 Madzab
Mazhab Syafie:
· Sekiranya
berbuka puasa kerana bimbang terhadap diri mereka sahaja ataupun bimbang
terhadap diri dan anak mereka sekali, maka wajib menqada puasa sahaja sama
seperti mereka yang jatuh sakit.
· Diwajibkan
juga membayar fidyah disebabkan anak . Namun, cukup dengan membayar satu fidyah
walaupun mempunyai anak kecil yang ramai atau kembar.
Mazhab Hanafi :
· Menurut
beliau perempuan yang hamil dan menyususkan anak,hukumnya perlu menqadakan
puasa sahaja .Samada orang yang hamil atau menyusui anak boleh meninggalkan
puasa dan menqadakan serta tidak diwajibkan bagi keduanya membayar fidyah dan
tanpa berturut-turut melakukan puasa di hari menqadakannya.
Mazhab Hanbali :
· Diperbolehkan
bagi wanita hamil untuk tidak berpuasa jika merasa khuatir ditimpa bahaya
terhadap diri atau kandungannya. Tetapi, dikenakan menqada’nya tanpa perlu
membayar fidyah.Jika merasa khawatir terhadap anaknya,maka diwajibkan qadha dan
membayar fidyah.
Mazhab Maliki :
· Apabila
wanita hamil yang berbuka puasa kerana bimbang akan dirinya atau anaknya atau
kedua-duannya dibolehkan untuk berbuka namun perlu menqadhakannya tanpa perlu
berkewajipan membayar fidyah ,tapi,bagi wanita yang menyusui pula dikenakan
fidyah.
11. Puasa sunah
(puasa senin kamis, puasa syawal, ayyamul bidh, puasa Daud, puasa arafah 9
dzulhijah, puasa Tasua 9 Muharam dan Asyuro 10 Muharram)
-
Puasa
senin kamis
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasa menaruh pilihan berpuasa
pada hari Senin dan Kamis." (HR. An Nasai no. 2362 dan Ibnu Majah no.
1739. All Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)
- Puasa syawal
adalah puasa yang dilakukan pada bulan
Syawal setelah bulan Ramadan selama enam hari
"Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan
Syawal, maka baginya (ganjaran) puasa selama setahun penuh." (HR Muslim)
Jumlah puasa Syawal harus enam hari. Adapun ketentuannya, boleh dilakukan
berturut-turut, boleh juga tidak berurutan, yang penting dikerjakan selama 6
hari dalam bulan Syawal
-
Puasa
ayyamul bidh
Ayyamul Bidh secara bahasa berarti
hari-hari yang cerah. Kata 'ayyam' berasal dari bahasa Arab dan merupakan
bentuk jamak dari kata yaum. Lebih lanjut, 'bidh' berarti cerah atau putih.
Puasa ini dilakukan pada tanggal 13, 14, dan 15 bulan Hijriah
Dalil:
Kekasihku (yaitu Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga nasihat yang aku tidak
meninggalkannya hingga aku mati: 1. berpuasa tiga hari setiap bulannya, 2.
mengerjakan sholat dhuha, 3. mengerjakan sholat witir sebelum tidur.(HR Bukhari
no. 1178)
-
Puasa
Daud
Puasa Daud merupakan salah satu amalan yang
diajarkan Nabi Daud AS untuk menyempurnakan ketakwaan terhadap Allah SWT. Puasa
ini dilakukan secara selang-seling, yaitu sehari berpuasa dan sehari lagi
berbuka
Puasa Daud tergolong ke dalam puasa sunah yang paling utama, sebagaimana
diungkapkan dalam hadis Rasulullah SAW. Hadis tersebut berbunyi:
"Tidak ada puasa yang lebih utama dari puasa Daud. Puasa Daud berarti
sudah berpuasa separuh tahun karena sehari berpuasa dan sehari tidak
berpuasa." (HR. Bukhari dan Muslim).
- Puasa Arafah 9 dzulhijah
Puasa Arafah adalah puasa umat Islam
pada Hari Arafah, yaitu hari kesembilan dari bulan Zulhijah. Puasa ini sangat
dianjurkan bagi umat muslim yang tidak pergi haji
Kemudian, anjuran mengenai puasa
Arafah diriwayatkan dari Abu Qatadah RA, beliau berkata bahwa Rasulullah SAW
pernah bersabda, "Sesungguhnya berpuasa pada hari Arafah itu bisa menebus
dosa-dosa selama dua tahun, yakni dosa-dosa tahun yang telah lewat dan
dosa-dosa tahun yang akan datang," (HR semua ahli hadits, kecuali Bukhari
dan Tirmidzi).
-
Puasa
Tasua 9 Muharam dan Asyuro 10 Muharram
Puasa Tasua dan Asyura adalah dua
ibadah saum sunah selama bulan Muharam. Puasa Tasua jatuh pada 9 Muharam,
sedangkan Puasa Asyura jatuh pada 10 Muharam dalam kalender Hijriah. Meskipun
hanya dua hari, kedua puasa tersebut memiliki keutamaan yang cukup besar.
Ada banyak keutamaan puasa Asyura yang
bisa didapatkan, salah satunya diampuni dosa-dosa kecil pada setahun yang telah
berlalu
12.
Zakat (arti zakat, zakat fitrah, zakat maal, fidyah)
Arti zakat
Menurut istilah, zakat adalah sebutan
atas segala sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai kewajiban kepada
Allah SWT, kemudian diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Zakat merupakan salah satu kewajiban seorang muslim yang harus dipenuhi untuk
mensucikan harta dan jiwa. Namun, untuk memenuhi kewajiban ini tidak boleh
sembarangan karena ada ketentuan yang berdasarkan jenis zakatnya.
Apa saja jenisnya
dan bagaimana cara membayarnya?
1. Zakat
Fitrah
Zakat fitrah
merupakan kewajiban yang harus dibayarkan setiap setahun sekali pada awal bulan
Ramadan hingga batas akhir sebelum dimulainya salat Idul Fitri. Meskipun
menjadi kewajiban, zakat ini hanya diperuntukkan bagi orang yang sudah mampu.
Adapun jumlah
yang harus dibayarkan sebagai zakat fitrah adalah 2,5 kg atau 3,5 liter beras
per kepala. Untuk nilai rupiahnya bisa berubah-ubah sesuai aturan yang berlaku
2. Zakat Mal
Dikenal juga
sebagai zakat harta, zakat mal merupakan zakat atas uang, emas, maupun aset
berharga yang dimiliki dan disewakan seseorang. Syaratnya, harta yang dimiliki
sumbernya halal, memenuhi batas minimum, dan telah dimiliki selama satu tahun.
Jadi, misalkan
seorang muslim memiliki kekayaan atau harta minimal Rp100 juta dan mengendap
selama setahun, maka wajib membayar zakat. Adapun besaran zakat yang harus
dibayarkan adalah 2,5% yang dikalikan dengan jumlah harta yang disimpan.
Hukum zakat mal yakni wajib, bagi orang yang memenuhi sejumlah syaratnya.
Terdapat lima syarat atas zakat mal; beragama Islam, merdeka (bukan hamba
sahaya), punya harta benda yang melebihi kebutuhan pokok, harta yang dimiliki
sampai pada nisabnya (kadar ukuran minimal yang mewajibkan zakat), dan telah
mencapai haul (waktu kepemilikan harta itu sudah sampai satu tahun).
Macam-macam
Zakat Mal
Masih dari buku Fiqih Sunnah dan Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari, ada
sejumlah jenis zakat mal berdasarkan harta yang wajib dizakati:
1. Zakat Emas dan Perak
Apabila emas dan perak yang dimiliki telah mencapai haul (satu tahun) dan
nisabnya, maka telah wajib dikeluarkan zakatnya. Adapun nisab emas sebesar 85
gram emas, sementara nisab perak sebanyak 595 gram perak. Dan muslim harus
mengeluarkan zakat sejumlah 2,5% dari harta emas dan perak yang dimiliki.
Yang menjadi dalil wajibnya berzakat emas dan perak adalah Surat At-Taubah ayat
34-35: "...Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, tetapi tidak
menginfakkannya di jalan Allah, berikanlah kabar 'gembira' kepada mereka (bahwa
mereka akan mendapat) azab yang pedih pada hari ketika (emas dan perak) itu
dipanaskan dalam neraka Jahanam lalu disetrikakan (pada) dahi, lambung, dan
punggung mereka (seraya dikatakan), "Inilah apa (harta) yang dahulu kamu
simpan untuk dirimu sendiri (tidak diinfakkan). Maka, rasakanlah (akibat dari)
apa yang selama ini kamu simpan."
2. Zakat Hewan Ternak
Binatang ternak yang dipelihara dan telah mencapai nisab serta haulnya, tidak
cacat, tidak tua, dan tidak sedang hamil, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Yang
termasuk hewan ternak yang dizakati, yakni unta, sapi, kambing dan domba.
Apabila mencapai haul dan nisab maka;
1) Unta nisabnya lima ekor, dan wajib mengeluarkan seekor kambing. Jika punya
10 ekor unta, maka dizakati dua ekor kambing. Begitu seterusnya dengan
kelipatan bertambah lima unta, maka bertambah satu ekor kambing yang wajib
dizakati.
2) Sapi nisabnya 30 ekor, maka harus dikeluarkan seekor anak sapi yang berumur
satu tahun. Jika punya sapi sebanyak 40 ekor, maka dikeluarkan zakatnya sebesar
seekor anak sapi berumur dua tahun.
3) Kambing (termasuk domba) nisabnya 40 ekor, mesti dikeluarkan zakat satu ekor
kambing. Bila jumlahnya 121 ekor kambing, maka zakatnya adalah dua ekor
kambing. Jika jumlah kambing sebanyak 201 ekor, maka keluarkan zakat tiga ekor
kambing. Kemudian setiap bertambah 100 ekor kambing, maka zakatnya bertambah
satu kambing.
3. Zakat Pertanian
Yakni zakat yang dikeluarkan dari hasil pertanian, berupa biji-bijian,
buah-buahan, yang bisa dimakan, yang bisa disimpan, yang bisa ditakar, awet
serta kering. Contoh pertanian yang termasuk zakat ini adalah padi, jagung,
gandum, dan yang dapat dijadikan makanan pokok.
Terdapat dua jenis zakat pertanian; 1) Jika bertani dengan tanaman yang diairi
dengan air hujan, maka zakat yang dikeluarkannya sebesar 10%, 2) Bila tanamanya
diari dengan peralatan (oleh pengairan manusia), zakat yang dikeluarkan
sebanyak 5%.
Syarat hasil pertanian yang wajib dizakati, yakni jika mencapai haul, dan
nisabnya yang sebesar 652,8 kg. Zakat pertanian dikeluarkan ketika masa panen
tiba dan hasil bersih (setelag dihitung biaya pengelolaan untuk menanam dan
memanen). Dianjurkan juga untuk menzakati harta yang berkualitas baik.
Surat Al-An'am ayat 141 menjadi dalil untuk mengeluarkan zakat hasil pertanian:
"...dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya..."
Juga Surat Al-Baqarah ayat 267: "Wahai orang-orang yang beriman,
infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untukmu..."
4. Zakat Perniagaan
Zakat perniagaan disebut juga zakat perdagangan, yakni zakat yang wajib
dikeluarkan dari harta atau benda selain emas dan perak yang murni untuk
diperjualbelikan, baik secara pribadi maupun secara berkelompok (CV, PT dan
sejenisnya) yang bertujuan mendapatkan keuntungan.
Muslim yang punya harta perniagaan yang jumlahnya mencapai nisab dan haul,
hendaklah ia menilai harganya pada akhir tahun dan mengeluarkan zakatnya
sebesar 2,5% dari nilai tersebut.
Wajibnya zakat perdagangan telah disepakati jumhur ulama, berdasarkan sejumlah
dalil. Seperti dalam riwayat Samurah bin Jundub yang berkata, "Ammaa
ba'du, sesungguhnya Nabi SAW memerintahkan kepada kami untuk mengeluarkan zakat
dari harta yang kami persiapkan untuk jual beli." (HR Abu Dawud [211-212]
& Baihaqi [1178])
Ayah Abu Amr bin Hammas mengatakan, "Suatu saat aku menjual kulit dan
tempat anak panah. Umar bin Khattab lewat di depanku, lanta ia berujar,
'Bayarlah zakat barang-barang ini.' Aku berkata, 'Wahai Amirul Mukminin,
sesungguhnya barang tersebut hanyalah kulit.' Umar berkata, 'Nilailah
(harganya), kemudian keluarkan zakatnya.'" (Riwata Daruquthni [13])
5. Zakat Temuan/Rikaz dan Barang Tambang
Rikaz adalah barang atau harta yang terpendam di dalam bumi selama
bertahun-tahun tanpa kesulitan untuk menggalinya dan ditemukan dengan tidak
sengaja, baik yang berada di wilayah miliknya (tanah rumahnya) maupun di
wilayah yang tidak ada pemiliknya. Rikaz dikenal pula dengan harta karun.
Zakat yang wajib dikeluarkan dari barang temuan ini sebesar seperlima atau 20%
dari jumlah keseluruhan harta yang ditemukan pada saat itu juga. Dalam zakat
rikaz tidak ada syarat nisab dan haul, karena rikaz dapa ditemukan kapan pun
dan di mana pun tanpa disengaja.
Adapun barang tambang juga wajib dikeluarkan zakatnya seperti rikaz. Barang
tambang di sini berupa padatan emas, perka, besi, tembaga dan sejenisnya,
sementara barang tambang yang cair seperti minyak bumi, aspal dan lainnya.
Besaran zakat yang dikeluarkan untuk barang tambang, ulama katakan sama dengan
rikaz yakni 20%. Sementara ulama lainnya berpendapat barang tambang besi atau
sejenisnya wajib dikeluarkan sebesar 2,5%, disamakan dengan zakat emas dan
perak. Dalam zakat barang tambang, tidak ada hitungan haul.
6. Zakat Investasi
Yakni zakat yang dikeluarkan dari harta hasil investasi, di antaranya berupa
bangunan, penyewaan, saham, rental mobil, dan lainnya. Jika hasil investasi,
modalnya tidak bergerak dan tidak memengarui hasi; produksi, maka zakatnya
mendekati zakat pertanian.
Harta yang dikeluarkan dari zakat investasi adalah pendapatan bersih dari hasil
investasi itu sendiri, setelah dikurangi biaya kebutuhan pokok sehari-hari.
Kadar zakat investasi yang dikeluarkan sebesar 5-10%, disamakan dengan zakat
pertanian. Nisab zakat ini yakni total penghasilan bersih selama satu tahun.
7. Zakat Tabungan atau Simpanan
Adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil simpanan harta selama satu tahun dan
telah mencapai nisab. Tabungan di sini juga bisa berupa deposito dan
sejenisnya.
Zakat tabungan disamakan dengan zakat emas dan perak. Pembayaran zakat ini
dilakukan saat sudah mencapai haul dan dengan nisab 85 gram, sehingga kadar
zakat yang dikeluarkan sebanyak 2,5%.
Apabila barang simpanannya berupa berlian dan permata, maka tidak wajib
dikeluarkan zakatnya lantaran tidak termasuk kategori wajib dizakati. Namun
jika benda ini diperjualbelikan maka hasil penjualannya harus dizakati, dengan
syarat terpenuhi nisab dan haulnya.
8. Zakat Profesi atau Penghasilan
Merupakan zakat yang dikeluarkan dari hasil pendapatan yang diperoleh jasa atau
profesi yang digeluti setelah mencapai nisab. Contoh profesi di sini seperti
dokter, konsultan, karyawan, pejabat, dan lainnya.
Penghasilan daru profesi biasanya berupa uang Oleh karena itu, zakat pendapatan
disamakan dengan zakat emas dan perak. Sehingga kadar zakat profesi sebesar
2,5%.
Menghitung
Zakat Penghasilan, Bruto Atau Netto ?
Zakat
penghasilan atau zakat profesi ( al mal al- mustafad ) adalah zakat yang
dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian professional tertentu, baik yang
dilakukan sendirian maupun bersama orang/ lembaga lain, yang mendatangkan
penghasilan ( uang ) halal yang memenuhi nisab ( batas minimum untuk wajib
zakat ). Contohnya adalah pejabat, pegawai negeri atau swasta, dokter,
konsultan, advokat, dosen, makelar, seniman dan sejenisnya.
Hukum zakat
penghasilan. Mayoritas ulama’ Madzhab empat tidak mewajibkan zakat penghasilan
pada saat menerima kecuali sudah mencapai nisab dan setahun (haul).
Majelis Tarjih Muhammadiyah
Musyawarah Nasional Tarjih XXV yang
berlangsung pada tanggal 3 – 6 Rabiul Akhir 1421 H bertepatan dengan tanggal 5
– 8 Juli 2000 M bertempat di Pondok Gede Jakarta Timur dan dihadiri oleh
anggota Tarjih Pusat.
Lampiran 2
Keputusan Munas Tarjih XXV
Tentang Zakat Profesi dan Zakat
Lembaga
- Zakat
Profesi
- Zakat
Profesi hukumnya wajib.
- Nisab Zakat
Profesi setara dengan 85 gram emas 24 karat
- Kadar Zakat
Profesi sebesar 2,5 %
Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) termasuk ke dalam barisan pendukung zakat
profesi. Dalam fatwa MUI 7 Juni tahun 2003 disebutkan bahwa :
Semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah
mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram.
1. Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup
nishab.
2. Jika tidak mencapai nishab, maka
semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun; kemudian zakat dikeluarkan
jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.
Kapan saat pengeluaran zakat profesi
dilakukan. Ada 3 pendapat:
1. Pendapat ulama As-Syafi’i dan Ahmad memberikan syarat haul,
menghitung dari kekayaan yang didapat selama satu tahun
2. Pendapat ulama Abu Hanafi,
Malik dan Ulama Modern mensyaratkan haul (sudah cukup setahun) dan dihitung
dari awal dan akhir harta tersebut diperoleh, setelah masa satu tahun harta
dijumlahkan sehingga wajib mengeluarkan zakatnya kalau sudah mencapai nisabnya;
3. Kemudian untuk pendapat ulama
modern seperti Yusuf Qaradhawi tidak memberikan syarat akan haul, tetapi zakat dikeluarkan
langsung waktu mendapatkan harta tersebut.
Cara
perhitungan ada 2 pendapat:
1. Menggunakan nishab 85 gram emas
Kalkulator zakat: https://www.rumahzakat.org/kalkulator-zakat
2.
Menggunakan nishab 522 kg beras
Kalkulator zakat: https://zakat.or.id/kalkulatorzakat/
Ada tiga wacana tentang bruto atau netto.
BRUTO ATAU
NETTO
Dalam buku
fiqh zakat karya Dr. Yusuf al-Qardlawi. Bab zakat profesi dan penghasilan,
dijelaskan tentang cara mengeluarkan zakat penghasilan. Kalau kita
klasifikasikan ada tiga wacana :
Dihitung dari
penghasilan bruto
Yaitu
mengeluarkan zakat penghasilan kotor. Artinya, zakat penghasilan yang mencapai
nisab 85 gram emas dalam jumlah setahun ( nisab menurut Prof. Dr. Yusuf al-
Qardlowi ), dikeluarkan 2,5 % langsung ketika menerima sebelum dikurangi
apapun. Jadi kalau dapat gaji atau honor dan penghasilan lainnya dalam sebulan
mencapai 2 juta X 12 bulan = 24 juta, berarti dikeluarkan langsung 2,5% dari 2
juta tiap bulan= 50 ribu atau dibayar diakhir tahun = 600 ribu. Hal ini
berdasarkan pendapat Az- Zuhri dan ‘ Auzai’, beliau menjelaskan : “ bila
seorang memperoleh penghasilan dan ingin membelanjakan sebelum bulan wajib
zakat datang, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat itu terlebih
dahulu dari membelanjakannya “ ( ibnu Abi Syaibah, Al- mushannif. 4/ 30 ).
Dan juga
menqiyaskan dengan beberapa harta zakat yang langsung dikeluarkan tanpa
dikurangi apapun, seperti zakat ternak, emas perak, ma’dzan dan rikaz.
Dipotong
Operasional Kerja
Yaitu setelah
menerima penghasilan gaji atau honor, maka dipotong dahulu dengan biaya
operasional kerja. Contonnya, seorang yang mendapat gaji 2 juta sebulan,
dikurangi biaya transport dan konsumsi harian di tempat kerja sebanyak
Rp. 500 ribu. Sisa Rp. 1.500.000, maka zakatnya dikeluarkan 2,5 % dari Rp.
1.500.000,- yaitu Rp. 37.500,-.
Hal ini
menganalogikan dengan zakat hasil bumi dan kurma serta sejenisnya. Bahwa biaya
dikeluarkan lebih dahulu baru zakat dikeluarkan dari sisanya. Ini adalah
pendapat ‘ Atho’ dan lainnya. Dari itu zakat hasil bumi ada perbedaan
prosentase zakat antara yang diairi dengan hujan yaitu 10% dan melalui irigasi
5%.
Dihitung dari
penghasilan Netto atau Zakat bersih
Yaitu
mengeluarkan zakat dari harta yang masih mencapai nisab setelah dikurangi untuk
kebutuhan pokok sehari- hari, baik pangan, papan, hutang dan kebutuhan pokok
lainnya untuk keperluan dirinya, keluarga dan yang menjadi tanggungannya. Jika
penghasilan setelah dikurangi kebutuhan pokok masih mencapai nisab, maka wajib
zakat. Tapi kalau tidak mencapai nisab maka tidak wajib zakat, karena dia bukan
termasuk Muzakki ( orang yang wajib zakat ) bahkan menjadi mustahiq ( orang
yang berhak menerima zakat ) karena sudah menjadi miskin dengan tidak cukupnya
penghasilan terhadap kebutuhan pokok sehari- hari.
Hal ini berdasarkan hadist riwayat imam Al- bukhori dari Hakim bin
Hizam bahwa Rasullah SAW bersabda “ … dan paling baiknya zakat itu dikeluarkan
dari kelebihankebutuhan…”. ( lihat Dr. Yusuf Al- Qardlawi. Fiqh zakat. 486 ).
Golongan Penerima Zakat
Menunaikan zakat tidak bisa
sembarangan. Orang yang membayar zakat atau disebut juga dengan muzakki,
tidak bisa sembarangan menyalurkan hartanya. Hanya orang-orang yang termasuk
dalam golongan penerima zakat (mustahik) sajalah yang berhak.
Hal ini sudah dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam QS.
At-Taubah ayat 60, yang artinya sebagai berikut:
"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk
(memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk
jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban
dari Allah." (QS. At-Taubah ayat 60)
1. Fakir
Golongan pertama yang berhak menerima zakat adalah fakir.
Yang termasuk golongan fakir adalah orang yang tidak memiliki
harta dan penghasilan sehingga tidak mampu atau sulit memenuhi kebutuhan pokok
hariannya. Oleh karena itu, zakat bermanfaat baginya untuk dapat memenuhi
kebutuhan pokoknya.
2. Miskin
Golongan kedua adalah miskin. Hampir sama dengan fakir, golongan
ini juga termasuk yang sulit memenuhi kebutuhan. Namun bedanya, golongan miskin
memiliki penghasilan. Meskipun demikian, ia masih sulit untuk memenuhi
kebutuhannya.
3. Amil
Golongan berikutnya yang berhak menerima zakat adalah amil. Amil
adalah orang yang mengurus zakat, dari mulai penerimaan hingga
penyalurannya.
Untuk menjadi amil zakat, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
individu tersebut. Beberapa diantaranya adalah merupakan seorang muslim, sudah
baligh, dan memiliki sifat jujur. Cakupan pekerjaannya berkaitan dengan
mengelola, mendistribusikan, mengumpulkan, dan mengatur segala sesuatu yang
berkaitan dengan zakat.
4. Mualaf
Mualaf adalah orang yang baru memeluk agama Islam. Zakat berfungsi
untuk menyenangkan hatinya, dimana bisa saja seorang mualaf tersebut
ditinggalkan keluarga atau pekerjaannya sehingga berpengaruh ke kondisi
ekonominya.
5. Riqab (Hamba
sahaya/budak)
Golongan penerima zakat selanjutnya adalah riqab atau hamba
sahaya. Hamba sahaya adalah korban perdagangan manusia, pihak yang ditawan oleh
musuh Islam, serta orang yang terjajah dan teraniaya.
Pada zaman dahulu, banyak orang yang dijadikan budak oleh para
saudagar kaya. Untuk meringankan beban dan penderitaannya, maka hamba sahaya
dijadikan salah satu golongan yang berhak menerima zakat. Zakat ini dapat
digunakan untuk menebus hamba sahaya agar dapat dimerdekakan.
6. Gharimin
(Orang yang terjerat hutang)
Golongan berikutnya yang berhak menerima zakat adalah gharimin.
Gharimin adalah orang yang terjerat utang karena bertahan hidup. Utang ini
dapat disebabkan untuk kemaslahatan diri seperti mengobati penyakit, ataupun
untuk kemaslahatan umum seperti membangun sarana ibadah dan tidak mampu
membayarnya kembali saat jatuh tempo. Gharimin termasuk golongan penerima zakat
agar dapat meringankan bebannya.
7. Fi
Sabilillah (Orang yang berjihad)
Fi Sabilillah adalah orang yang sedang berjuang di jalan Allah,
seperti berdakwah atau berjihad. Dalam menjalankan perjuangannya di jalan Allah
ini tentunya banyak halang rintang yang dihadapi dan waktu yang diberikan. Oleh
karena itu, Fi Sabilillah termasuk golongan yang berhak menerima zakat.
8. Ibnu Sabil
(Musafir)
Golongan terakhir yang berhak mendapatkan zakat adalah ibnu sabil.
Ibnu sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan atau yang biasa kita kenal
dengan musafir. Lebih spesifik, musafir yang dimaksud adalah yang sedang dalam
perjalanan menegakkan agama Islam, bukan untuk maksiat.
Musafir bisa saja kehabisan perbekalan di perjalanan. Oleh karena
itu, golongan ini termasuk golongan yang berhak menerima zakat agar kebutuhannya
dalam perjalanannya dapat terpenuhi.
Fidyah
Fidyah berasal dari kata fadaa yang
artinya mengganti atau menebus. Berdasarkan istilah, fidyah merupakan
harta benda yang dalam kadar tertentu, wajib diberikan kepada orang miskin
sebagai pengganti ibadah yang ditinggalkan.
A. Kategori orang
yang wajib membayar fidyah
1. Orang tua
renta
Untuk Kakek atau
nenek tua renta yang tidak sanggup menjalankan puasa, tidak terkena tuntutan
berpuasa. Kewajiban berpuasa diganti dengan membayar fidyah. Batasan tidak mampu
menjalan puasa adalah sekiranya dengan dipaksakan berpuasa menimbulkan
kepayahan (masyaqqah) yang memperbolehkan tayamum (Syekh Zakariyya al-Anshari,
Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 428).
2. Orang sakit
parah
Orang sakit parah
yang tidak ada harapan sembuh dan ia tidak sanggup berpuasa, tidak terkena
tuntutan kewajiban puasa Ramadhan. Batasan tidak mampu berpuasa bagi orang
sakit parah adalah sekiranya mengalami kepayahan apabila ia berpuasa, sesuai
standar masyaqqah dalam bab tayamum (Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah
al-Habib, juz 2, hal. 397).
3. Wanita hamil
atau menyusui
Ibu hamil atau
wanita yang tengah menyusui, diperbolehkan meninggalkan puasa bila ia mengalami
kepayahan dengan berpuasa atau mengkhawatirkan keselamatan anak/janin yang
dikandungnya. Dia wajib mengganti puasa yang ditinggalkan di kemudian hari,
baik karena khawatir keselamatan dirinya atau anaknya. Mengenai kewajiban
fidyah diperinci sebagai berikut:
a) Jika khawatir
keselamatan dirinya atau dirinya beserta anak /janinya, maka tidak ada
kewajiban fidyah.
b) Jika
hanya khawatir keselamatan anak/janinnya, maka wajib membayar fidyah.
4. Orang
meninggal
Dalam fiqih
Syafi’i, orang meninggal yang masih meninggalkan utang puasa dibagi menjadi
dua:
a) Tidak wajib
difidyahi. Yaitu orang yang meninggalkan puasa karena uzur dan ia tidak
memiliki kesempatan untuk mengqadha, semisal sakitnya berlanjut sampai mati.
Sehingga tidak ada kewajiban bagi ahli waris perihal puasa yang ditinggalkan
mayit, baik berupa fidyah atau puasa.
b) Wajib
difidyahi. Yaitu orang yang meninggalkan puasa tanpa uzur atau karena uzur
namun ia menemukan waktu yang memungkinkan untuk mengqadha puasa. Sehingga
wajib bagi ahli waris/wali mengeluarkan fidyah untuk mayit bagi setiap hari
puasa yang ditinggalkan. Sementara biaya untuk pembayaran fidyah diambilkan
dari harta peninggalan mayit. Menurut pendapat ini, puasa tidak boleh dilakukan
dalam rangka memenuhi tanggungan mayit. Sedangkan menurut qaul qadim (pendapat
lama Imam Syafi’i), wali/ahli waris boleh memilih di antara dua opsi, membayar
fidyah atau berpuasa untuk mayit.
Ketentuan ini
berlaku apabila harta peninggalan mayit mencukupi untuk membayar fidyah puasa
mayit, apabila tidak mencukupi wali/ahli waris tidak ada kewajiban untuk
berpuasa maupun membayar fidyah bagi mayit, namun hukumnya sunah (Syekh Nawawi
al-Bantani, Qut al-Habib al-Gharib, hal. 221-222).
5. Orang yang
mengakhirkan qadha Ramadhan
Orang yang
menunda-nunda qadha puasa Ramadhan padahal ia memungkinkan untuk segera
mengqadha sampai datang Ramadhan berikutnya, maka ia berdosa dan wajib membayar
fidyah. Fidyah ini diwajibkan sebagai ganjaran atas keterlambatan mengqadha
puasa Ramadhan.
B.
Kadar dan Jenis Fidyah
Kadar dan jenis
fidyah yang ditunaikan adalah satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa
yang ditinggalkan. Di Indonesia, makanan pokok bagi mayoritsnya adalah
beras. Ukuran satu mud bila dikonversikan ke dalam hitungan gram adalah 675
gram atau 6,75 ons, Hal ini berpijak pada hitungan yang masyhur, di antaranya
disebutkan oleh Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam kitab al-Fiqih al-Islami wa
Adillatuhu. Sementara menurut hitungan Syekh Ali Jumah dalam kitab al-Makayil
Wa al-Mawazin al-Syar’iyyah, satu mud adalah 510 gram atau 5, 10
ons.
C. Alokasi Fidyah
Seperti yang
tertera dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 184,
“Wajib membayar
fidyah, yaitu memberi makan seorang fakir atau miskin. Tetapi barangsiapa
dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan
puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Syekh Khathib
al-Syarbini menjelaskan:
“Boleh
mengalokasikan beberapa mud dari fidyah kepada satu orang, sebab masing-masing
hari adalah ibadah yang menyendiri, maka beberapa mud diposisikan seperti
beberapa kafarat, berbeda dengan satu mud (untuk sehari), maka tidak boleh
diberikan kepada dua orang, sebab setiap mud adalah fidyah yang sempurna. Allah
telah mewajibkan alokasi fidyah kepada satu orang, sehingga tidak boleh kurang
dari jumlah tersebut”. (Syekh Khothib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2,
hal. 176).
D. Waktu
Mengeluarkan Fidyah
1. Membayar
fidyah, pada hari itu juga ketika dia tidak melaksanakan puasa atau diakhirkan
sampai hari terakhir bulan Ramadhan
2. Waktu akhir
penunaian fidyah tidak dibatasi. Fidyah tidak mesti ditunaikan pada bulan
Ramadhan, bisa pula ditunaikan bakda Ramadhan. Ayat yang mensyariatkan fidyah
(QS. Al-Baqarah: 184) “tidaklah menetapkan waktu tertentu sebagai batasan.
Fidyah ditunaikan sesuai kelapangan”.
E. Fidyah dengan
Uang
Mayorits ulama
mazhab empat, yaitu Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. Pendapat ini
berargumen dengan nash syariat yang secara tegas memerintahkan untuk memberi
makanan pokok kepada fakir/miskin, bukan memberi jenis lain.
Sedangkan menurut
Hanafiyah, fidyah dapat dibayarkan dalam bentuk qimah (nominal uang)
yang setara dengan makanan, sebagaimana dijelaskan dalam nash Al-Qur'an
atau hadits. Ulama Hanafiyah cenderung memiliki pemahaman yang longgar terkait
teks dalil agama yang mewajibkan memberi makan kepada fakir miskin. Menurutnya,
tujuan pemberian makanan kepada fakir miskin adalah untuk memenuhi
kebutuhannya, dan tujuan tersebut dapat dicapai dengan membayar qimah yang
setara dengan makanan. (Syekh Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqih Al-Islami Wa
Adillatuhu, juz 9, hal. 7156).
13. Baca Qur’an (Pahala baca Quran, hukum baca Quran dengan tajwid, hukum
mempelajari tajwid)
- Hukum
dan Pahala Membaca Al-Quran bagi Seorang Muslim
Hukum membaca Al-Quran bagi seorang
muslim adalah wajib, hal ini juga dijelaskan dalam beberapa surat di dalam
Alquran yang mengatakan bahwa membaca Quran adalah suatu kewajiban bagi seorang
muslim.
Berikut ini beberapa ayat Al-Quran
yang menjelaskan mengenai hukum membaca Al-Quran yang dikutip dari Al-Quran
Online Kementreian Agama Republik Indonesia.
Dalil:
Artinya: "Bacalah Kitab
(Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah salat.
Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan
(ketahuilah) mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah
yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Ankabut:
45)
Artinya: "Dan bacakanlah
(Muhammad) apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab Tuhanmu (Al-Qur'an). Tidak
ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan engkau tidak akan dapat
menemukan tempat berlindung selain kepada-Nya." (QS. Al-Kahfi: 27)
Pahala
Membaca Al-Quran
Dikutip dari buku Matematika
Pahala, Asrifin An Nakhrawie (2020: 56) pahala membaca Al-Quran bagi seorang muslim dijelaskan bahwa
setiap hurufnya akan diganjar dengan sepuluh ganjaran. Tentu bisa dihitung
sendiri berapa banyak pahala yang akan diterima jika satu kali bacaan saja kita
membacanya satu halaman.
Rasulullah Saw pernah bersabda "Barangsiapa
membaca satu huruf dari kita Allah SWT (Al-Quran) maka akan memperoleh satu
kebaikan. Setiap satu kebaikan di balas dengan sepuluh kali lipat. Aku tidak
mengatakan alif laam miim itu satu huruf tetapi alif satu huruf, laam satu
huruf dan miim satu huruf." (HR. At Tirmidzi)
Bagaimana hukum membaca Quran dengan
Tajwid ?
Menurut istilah, tajwid adalah ilmu
yang menjelaskan tentang hukum-hukum dan kaidah-kaidah yang menjadi landasan
wajib ketika membaca Al-Qur'an, sehingga sesuai dengan bacaan Rasulullah SAW.
Abu Nizhan dalam bukunya yang berjudul, Buku Pintar Al-Qur'an dijelaskan tajwid
biasa disebut sebagai ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara mengucapkan
kalimat-kalimat Al-Qur'an.
Selanjutnya, terkait dengan membaca Al-Qur'an dengan memperhatikan ilmu tajwid,
Nabi Muhammad SAW bersabda,
Artinya: "Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan
mengajarkannya." (HR. Bukhari no. 5027)
- Hukum Mempelajari Ilmu Tajwid
Mengutip pada buku yang berjudul Metode Pengajaran Al-Qur'an dan Seni Baca
Al-Qur'an dengan Ilmu Tajwid oleh Dr. Hj. Nur'aini, S.Ag., M.Ag., hukum untuk
mempelajari ilmu tajwid adalah fardhu kifayah atau wajib dikuasai sekelompok
masyarakat agar lestari ilmunya. Sedangkan untuk membaca Al-Qur'an yang sesuai
dengan ilmu tajwid hukumnya adalah wajib 'ain atau kewajiban bagi tiap-tiap
orang yang membaca Al-Qur'an dengan bertajwid.
Hukum
mempelajari ilmu tajwid terbagi menjadi dua. Pertama, hukumnya sunnah bagi
masyarakat umum. Kedua, hukumnya fardhu ain bagi masyarakat khusus (dalam hal
ini bagi orang yang belajar mengajar Alquran).
Karenanya
di setiap kota atau daerah harus ada sekelompok orang yang mempelajari ilmu
tajwid dan mengajarkan kepada masyarakat. Jika tidak ada satu orangpun yang
mempelajari ilmu tajwid di daerah tersebut, maka seluruh penduduknya berdosa.
Hal tersebut sebagaimana dengan firman
Allah SWT sebagai berikut:
Artinya: "Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan
tartil." (QS. Al-Muzammil: 4)
Berapa kali frekuensi /khatam baca Al
Quran?
Dahulu para ulama salaf rahimahumullah
mempunyai semangat tinggi yang berbeda-beda, di antara mereka ada yang
mengkhatamkan setiap hari sekali. Ada yang tiga hari, ada yang sepekan dan ada
yang mengkhatamkan setiap bulan sekali. Bisa jadi mengkhatamkan sebulan sekali
termasuk semangat yang paling rendah. Seyogyanya seorang muslim jangan
berkurang darinya. Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada
Abdullah bin Amr bin Ash, “Bacalah Al-QUr’an pada setiap bulan.” (HR. Bukhari,
no. 5052. Bab Fi Kam Yaqraul Qur’an/berapa kali membaca Al-Qur’an, dan Muslim,
no. 1159)
Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan, “Seorang
muslim yang ingin selamat, hendaknya melakukan sesuatu yang diharapkan dapat
mengalahkan dosa dan kesalahannya. Hendaknya dia membiasakan membacaan
Al-Qur’an dan dapat mengkhatamkan setiap bulan sekali. Kalau dapat menghatamkan
kurang dari itu, maka hal itu lebih bagus." (Rasail Ibnu Hazm, 3/150)
Bahkan para ahli fiqih Hanbali
menegaskan "Makruh mengakhirkan khatam Al-Qur’an lebih dari empat puluh
hari tanpa uzur. Ahmad berkata, “Yang paling sering saya dengar, hendaknya
seseorang mengkhatamkan Al-Qur’an dalam empat puluh hari. Karena hal itu (tidak
khatam lebih dari empat puluh hari) dapat melupakannya dan meremehkannya."
(Kasysyaful Qana, 1/430)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar