Sabtu, 17 Februari 2024

PEDOMAN IBADAH ORANG ISLAM

 

PEDOMAN IBADAH ORANG ISLAM

Disusun oleh:

Duwi Priyatno


POIN MATERI

1.      Mengenal Islam, menjadi orang baik dan bertakwa, rukun islam, maksiat, dan adab bergaul laki-laki dan perempuan

2.      Iklhas, sabar, dan bersyukur

3.      Baligh dan Mukallaf

4.      Thaharah (macam air, pembagian najis dan cara menghilangkan najis)

5.      Berwudhu (fardhu wudhu, sunnah wudhu, yang membatalkan wudhu) dan mandi wajib (sebab mewajibkan mandi, fardhu mandi, sunah mandi), Larangan orang yang sedang junub dan haid)

6.      Tayamum (syarat tayamum, fardhu tayamum, sunah tayamum, yang membatalkan tayamum)

7.      Shalat fardhu 5 waktu (dalil, syarat sholat, rukun sholat, sunah sholat, yang membatalkan sholat, bacaan shol at, waktu dilarang sholat, yang boleh jadi imam, masbuq)

8.      Sholat jumat (syarat sah sholat jumat, sunah jumat), sholat qoshor dan jamak, sholat orang sakit, sholat jenazah (syarat, rukun, bacaan)

9.      Sholat sunah (sholat rawatib, sholat tahiyatul masjid, sholat tahajut, sholat dhuha, sholat tarawih, sholad ied, sholat gerhana)

10.  Puasa ramadhan (dalil puasa, syarat puasa, rukun puasa, sunah puasa, yang membatalkan puasa, alasan tidak berpuasa, amal-amal di bulan ramadhan, qadha puasa)

11.  Puasa sunah (puasa senin kamis, puasa syawal, ayyamul bidh, puasa Daud, puasa arafah 9 dzulhijah, puasa Tasua 9 Muharam dan Asyuro 10 Muharram)

12. Zakat (arti zakat, zakat fitrah, zakat maal, fidyah)

13.  Baca Qur’an (pahala baca Quran, hukum baca Quran dengan tajwid, hukum mempelajari tajwid)


1.      Mengenal Islam, menjadi orang baik dan bertakwa, rukun islam, maksiat, dan adab bergaul laki-laki dan perempuan

-       Arti islam = penyerahan atau penundukan diri kepada Allah

-     Orang baik = Secara umum, orang baik adalah seseorang yang memiliki sifat-sifat positif, berlaku jujur, memiliki empati, dan berusaha untuk melakukan kebaikan kepada orang lain.

-  Takwa = ketaatan kepada Allah, takwa mencakup pengertian bahwa seseorang menjauhi kemaksiatan dan melibatkan diri dalam amal perbuatan yang sesuai dengan ajaran Allah.

Seringkali orang bertakwa juga dapat dianggap sebagai orang baik. Meskipun ada perbedaan subtansial antara kedua konsep ini, yaitu takwa lebih menekankan pada ketaatan kepada Allah dan kesadaran rohaniah, sedangkan "orang baik" lebih mencakup perilaku dan sikap moral terhadap sesama, keduanya seringkali saling melengkapi.

-       Rukun islam (syahadat, sholat, zakat, puasa, haji)

-    Maksiat = perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan perintah Allah atau larangan-Nya. Maksiat dapat mencakup berbagai macam perilaku atau tindakan dosa, baik dalam bentuk perbuatan fisik, perkataan, maupun pikiran yang bertentangan dengan ajaran Islam.

     Contoh:

1.      Perzinaan (Zina): Melibatkan hubungan intim di luar pernikahan. Termasuk zina mata, telinga, hidung, tangan, hati

2.      Pencurian (Sariqah): Mengambil harta atau milik orang lain tanpa izin.

3.      Penggunaan Riba (Usury): Praktik meminjam atau memberi uang dengan bunga atau keuntungan yang dilarang dalam Islam.

4.      Minum Minuman Keras (Khamr): Konsumsi minuman beralkohol.

5.      Menggunakan Narkotika atau Obat-obatan Terlarang: Penggunaan zat-zat terlarang atau narkotika dianggap sebagai pelanggaran terhadap norma-norma agama.

6.      Penyiksaan, Kekerasan, Pembunuhan: Melibatkan perlakuan kejam, penindasan, atau kekerasan terhadap sesama.

7.      Mengkonsumsi Makanan Haram atau Minuman Haram: Misalnya, memakan daging babi atau minum minuman keras.

8.      Berbohong (Kadzib): Memberikan pernyataan palsu atau menyesatkan orang lain.

9.      Mengumpat (Ghibah): Mencela atau menjelek-jelekkan seseorang di belakangnya.

10.  Menyakiti Orang Tua: Melakukan perbuatan yang menyakiti hati atau melanggar hak orang tua merupakan maksiat yang serius.

11.  Berbisnis dengan Cara Curang (Ghashsh): Melibatkan diri dalam bisnis atau perdagangan dengan cara yang curang atau tidak jujur.

12.  Melanggar Hak Orang Lain: Perbuatan maksiat dapat mencakup melanggar hak atau merugikan orang lain.

13.  Tidak Menunaikan Kewajiban Agama: Tidak melaksanakan kewajiban agama seperti shalat, puasa, atau zakat juga dianggap sebagai perbuatan maksiat.

14.  Menyekutukan Allah (Syirik): Mengaitkan sesuatu atau seseorang dengan sifat atau kekuatan Allah.

 

Adab bergaul laki-laki dan perempuan

1. Menutup Aurat
Aurat bagi laki-laki yaitu : anggota tubuh antara pusar dan lutut. Sedangkan aurat bagi wanita yaitu : seluruh anggota tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan.
2. Menjauhi Perbuatan Zina
Pergaulan antara laki-laki dengan perempuan diperbolehkan sampai pada batas tidak membuka peluang terjadinya perbuatan dosa. Dalam pergaulan dengan lawan jenis harus dijaga jarak, sehingga tidak ada kesempatan terjadinya kejahatan seksual yang pada gilirannya akan merusak bagi pelaku maupun bagi masyarakat umum.
Dalam rangka menjaga kesucian pergaulan remaja agar terhindar dari perbuatan zina, Islam telah membuat batasan-batasan yaitu laki-laki tidak boleh berdua-duaan dengan perempuan yang bukan mahramnya.

 

2.      Sabar, Iklhas, dan bersyukur

-       Sabar = Dalam ajaran agama Islam, sabar tidak hanya sekadar menahan diri dari keluhan atau kekesalan, melainkan juga mencakup sikap hati yang sabar dan tahan uji di tengah-tengah cobaan dan kesulitan

Arti sabar dalam Islam mencakup beberapa dimensi, antara lain:

1.   Sabar dalam Ibadah: Sabar dalam beribadah mencakup ketekunan dan konsistensi dalam menjalankan perintah Allah, seperti shalat, puasa, dan ibadah lainnya. Ini melibatkan kesabaran untuk tetap taat meskipun dalam keadaan sulit atau sibuk.

2.   Sabar dalam Menghadapi Cobaan: Sabar dalam menghadapi cobaan atau ujian hidup adalah sikap tahan uji dan tidak mengeluh. Ini mencakup kesabaran saat menghadapi musibah, kesulitan keuangan, atau kehilangan yang tidak terduga.

3.   Sabar dalam Menjaga Akhlak: Sabar juga mencakup kesabaran dalam menjaga akhlak dan moralitas, terutama saat dihadapkan pada godaan atau situasi yang memancing kemarahan atau tindakan negatif.

4.   Sabar dalam Menjalani Kehidupan Sehari-hari: Menjaga kesabaran dalam menjalani rutinitas sehari-hari, menghadapi tantangan pekerjaan, atau berinteraksi dengan orang lain. Ini melibatkan kesabaran untuk tetap tenang dan berlaku baik meskipun dalam situasi yang sulit.

5.   Sabar dalam Menyikapi Kritikan: Sabar juga mencakup sikap lapang dada dan tahan terhadap kritikan atau celaan dari orang lain. Ini melibatkan kemampuan untuk tidak terprovokasi atau merespon dengan amarah.

Beberapa ayat dalam Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW menekankan pentingnya sabar sebagai bagian integral dari iman dan ketaatan kepada Allah. Salah satu contoh ayat adalah Surah Al-Baqarah (2:155-157):

"Dan sesungguhnya Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta dan jiwa, buah-buahan dan kesabaran. Dan berilah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un"."

 

-       Ikhlas = keadaan hati yang tulus, murni, dan suci dalam melakukan sesuatu perbuatan atau amal, khususnya dalam konteks ibadah dan niat yang diniatkan semata-mata untuk Allah SWT

Beberapa aspek penting tentang ikhlas melibatkan:

1.      Niat yang Murni: Ikhlas berkaitan erat dengan niat yang murni. Artinya, seseorang melakukan suatu perbuatan semata-mata untuk mendapatkan keridhaan Allah, tanpa mengharapkan pujian atau penghargaan dari manusia.

2.      Tanpa Riya' (Perlihatkan): Orang yang ikhlas tidak memperlihatkan atau mencari perhatian dalam beribadah atau berbuat kebajikan. Mereka melakukannya karena kesadaran akan kehadiran Allah, bukan untuk mendapatkan pujian atau pengakuan dari manusia.

3.      Ketulusan dalam Ibadah: Ikhlas juga terkait dengan melakukan ibadah dengan sepenuh hati, tanpa campur tangan niat-niat yang tidak tulus atau motif-motif duniawi.

4.      Konsistensi dan Kesetiaan: Orang yang ikhlas bersikap konsisten dan setia dalam beribadah dan berbuat kebajikan. Mereka tidak terpengaruh oleh perubahan situasi atau pujian dari orang lain.

5.      Ketahanan terhadap Ujian: Ikhlas memberikan ketahanan terhadap ujian atau kesulitan. Orang yang ikhlas menerima ujian dengan sabar dan tetap konsisten dalam berbuat baik, tanpa merasa kecewa atau putus asa.

Beberapa ayat dalam Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW juga menekankan pentingnya ikhlas dalam beribadah dan berbuat kebajikan. Salah satu contoh ayat adalah Surah Al-Bayyinah (98:5):

"Dan mereka itu diperintahkan tidak lain hanyalah supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus; dan hendaklah mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itu adalah agama yang lurus."

 

-       Syukur =

Arti syukur kepada Allah adalah pengakuan dan ungkapan terima kasih yang mendalam dari hati manusia kepada Tuhan, Sang Pencipta, atas segala nikmat, rahmat, dan berkah yang diberikan dalam kehidupan. Ini mencakup kesadaran bahwa setiap nikmat yang diterima, baik yang besar maupun yang kecil, berasal dari Allah, dan manusia berutang rasa syukur kepada-Nya.

Bersyukur kepada Allah melibatkan sikap rendah hati dan pengakuan bahwa semua yang dimiliki, baik fisik maupun spiritual, adalah anugerah dari-Nya. Ini mencakup rasa syukur atas kesehatan, rezeki, keluarga, pekerjaan, keberhasilan, dan setiap hal baik yang diberikan Allah kepada hamba-Nya.

Syukur kepada Allah tidak hanya dalam kondisi baik, tetapi juga dalam cobaan dan kesulitan. Ini mencerminkan kepatuhan dan ketundukan terhadap kehendak-Nya, serta keyakinan bahwa setiap ujian juga membawa hikmah dan pelajaran yang mungkin tidak langsung terlihat.

Dimensi syukur:

1.   Pengakuan (Recognition): Dimensi ini melibatkan kesadaran dan pengakuan atas segala nikmat dan berkah yang diterima. Seseorang menyadari bahwa kebaikan tersebut berasal dari Tuhan atau pihak lain, dan mereka mengenali peran kebaikan tersebut dalam hidup mereka.

2.   Penerimaan (Acceptance): Syukur juga mencakup penerimaan terhadap keadaan atau situasi yang ada. Ini berarti mengakui bahwa tidak semua hal dalam hidup akan berjalan sesuai keinginan, tetapi tetap bersyukur atas apa yang telah diberikan.

3.   Ungkapan Terima Kasih (Expression of Gratitude): Dimensi ini melibatkan ungkapan terima kasih secara verbal atau melalui tindakan konkret. Seseorang dapat menyampaikan rasa terima kasih kepada Tuhan, orang lain, atau lingkungan sekitar sebagai bentuk penghargaan atas berkah yang diterima.

4.   Bertindak (Action): Dimensi ini melibatkan tindakan nyata sebagai respons terhadap rasa syukur. Seseorang tidak hanya mengucapkan terima kasih secara verbal, tetapi juga melakukan tindakan atau perbuatan yang mencerminkan rasa syukur, seperti berbagi dengan orang lain atau menggunakan nikmat tersebut dengan bijak.

5.   Konsistensi (Consistency): Bersyukur bukan hanya dalam situasi-situasi tertentu atau saat mendapat kebaikan besar, tetapi juga dalam keadaan sulit atau ketika dihadapkan pada ujian hidup. Konsistensi dalam bersyukur mencerminkan sikap yang ditanamkan sebagai bagian dari karakter seseorang.

6.   Sikap Hati (Heart Attitude): Dimensi ini mencakup sikap hati yang rendah hati, bersedia menerima, dan tidak sombong terhadap nikmat yang diterima. Ini adalah sikap yang lahir dari pemahaman bahwa segala sesuatu adalah karunia dan anugerah.

 

 

3.      Mukallaf dan Baligh

1. Pengertian Mukallaf: adalah orang dewasa yang wajib menjalankan hukum agama islam

2. Perbedaan Mukallaf dengan Baligh

    - Baligh berkaitan dg usia/cukup umur/kondisi fisik

  - Seorang mukallaf pasti sudah baligh, tetapi tidak semua orang yang baligh adalah mukallaf. Baligh salah satu unsur mukallaf

3. Unsur-unsur Mukallaf

    - Cukup usia dan pernah mengucap 2 kalimat syahadat

    - Baligh

Baligh yaitu kondisi fisik dan psikis seseorang yang menandai telah tercapainya kemampuannya untuk menerima beban sepenuhnya. Baligh ditandai oleh seseorang telah mengalami mimpi basah bagi laki-laki, atau munculnya haid bagi perempuan. Biasanya baligh terjadi pada usia remaja antara 9 hingga 15 tahun . Seorang anak baik laki-laki maupun perempuan yang telah mencapai umur 15 tahun ia telah dianggap baligh meskipun sebelumnya tidak mengalami tanda-tanda baligh yang lain.

   - Berakal

4. Kewajiban seorang Mukallaf

   - Menjalankan perintah Allah SWT: Rukun Islam

   - Beriman terhadap ajaran Nabi Muhammad SAW

   - Menghindari larangan agama: maksiat, zina, makan daging babi, mabuk

 

 

4.      Thaharah (arti thaharah, macam air, pembagian najis, dan cara menghilangkan najis)

-       Arti thaharah = Bersuci (suci dari dari hadats dan najis)

Suci dari hadats dengan wudhu, mandi besar, tayamum. Suci dari najis dengan menghilangkan najis yang ada di badan, tempat, pakaian.

-       Macam air = Menurut Ibnu Qasim Al-Ghazi ada 7 (tujuh) macam air yang termasuk dalam kategori ini. Beliau mengatakan:

“Air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh macam, yakni air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air mata air, dan air salju, dan air dari hasil hujan es.“ 

-       Pembagian najis =

Najis terbagi menjadi 3 jenis, yaitu najis mukhaffafah, mutawassithah, dan mughaladhah. Adapun, yang termasuk najis mukhaffafah di dalamnya adalah air kencing bayi laki-laki yang belum berusia 2 tahun yang hanya meminum air susu ibunya. Cara menyucikannya cukup dengan memercikkan air mutlak pada bagian yang terkena najis. Sedangkan, najis mutawassithah memiliki tingkatan sedang. Adapun, yang termasuk kelompok ini adalah kotoran manusia dan hewan, nanah, darah, bangkai (kecuali bangkai manusia, ikan, belalang) dan lain-lain. Cara menghilangkannya cukup dengan menyiram dengan air mutlak pada bagian yang terkena najis hingga hilang rasa, bau, dan warnanya. Najis dengan tingkatan paling berat adalah najis mughaladhah. Menurut kesepakatan ulama, yang tergolong najis jenis ini adalah najis yang bersumber dari anjing dan babi. Seperti air liurnya. Untuk menyucikannya dengan menghilangkan wujud dari najis tersebut. Bagaimana caranya? Berdasarkan hadits riwayat Muslim, untuk menghilangkan najis dari anjing adalah dengan menggunakan debu dan air mutlak yang disiramkan sebanyak 7 kali. Untuk debu digunakan pada cucian pertama atau terakhir saja.

Catatan:

Menurut mazab Syafii kotoran cicak tidak najis, karena termasuk hewan yang tidak mengalir darahnya. Darah manusia ada dua pendapat, ulama empat mazab menyatakan najis dan ulama lain ada yang menyatakan tidak najis.

Selain jenis ikan dan belalang, ada jenis bangkai yang juga suci, yakni bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir seperti semut, lebah, dan sejenisnya.

Najis ma’fu (dimaafkan) contohnya najis bangkai hewan yang tidak mengalir darahnya, darah atau nanah yang sedikit, debu dan air lorong yang memercik sedikit yang sukar dihindari, percikan air kencing sedikit.

Najis ‘ainiyah adalah najis yang berwujud, nampak dapat dilihat, sedangkan najis hukmiyah adalah najis yang tidak kelihatan, contoh bekas kencing, arak yang sudah kering.

Air sedikit dan air banyak = Air yang volumenya tidak mencapai dua qullah disebut dengan air sedikit, sedangkan air yang volumenya mencapai dua qullah atau lebih disebut air banyak.  Air 2 kulah setara dengan 217 liter.

Jika air sedikit (kurang dari dua kulah) terkena najis maka airnya menjadi najis dan harus dibuang walaupun tidak berubah, jika air banyak kena najis selama sifat tidak berubah maka airnya tidak najis.

 

 


5.      Berwudhu (arti wudhu, fardhu wudhu, sunah wudhu, yang membatalkan wudhu) dan mandi wajib (sebab mewajibkan mandi, fardhu mandi, sunah mandi), Larangan orang yang sedang junub dan haid)

-       Arti wudhu = bersih dan indah (membersihkan anggota wudhu dari hadats kecil)

-    Fardhu wudhu = Fardu wudhu menurut imam Syafi'i ada enam yang pertama niat, membasuh wajah, membasuh kedua tangan hingga siku, membasuh sebagian kepala, membasuh kedua kaki hingga mata kaki, dan tertib (tahapan wudhu dilakukan secara teratur).

-       Sunah wudhu = (menurut Mazhab Syafi’i)

1. Membaca Bismillah.

2. Bersiwakan.

3. Membasuh Kedua Tangan Sebelum Memasukkannya ke Tempat Wudhu.

4. Berkumur-kumur.

5. Menghirup Air ke dalam Hidung.

6. Mengusap Seluruh Kepala.

7. Mengusap Seluruh Bagian Telinga.

8. Mendahulukan Anggota Kanan.

9. Muwalah dalam Anggota Wudhu (tidak terjeda waktu)

10. Menggosok Anggota Wudhu.

11. Melakukan Tiga Kali Basuhan dan Usapan.

12. Membaca Syahadat Setelah Wudhu.


-       Yang membatalkan wudhu = (menurut Mazhab Syafi’i)

1.    Keluar Sesuatu dari Kemaluan

2.    Tidur lelap

3.    Hilang akal

4.    Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan

5.    Menyentuh kulit lawan jenis yang bukan mahram

- Sebab mandi wajib = keluar sperma, hubungan seksual (bersetubuh), terhenti keluarnya darah haid, terhenti keluarnya darah nifas, melahirkan, meninggal.

- Fardhu mandi wajib (menurut Mazhab Syafi’i) = niat, membersihkan najis yang menempel pada tubuh, mengguyur air keseluruh rambut dan kulit

-    Sunah mandi wajib (menurut Mazhab Syafi’i) = berwudhu, membaca Bismillah sebelum mandi, menghadap kiblat, mendahulukan yang kanan, membasuh badan tiga kali. Catatan: Bagi yang mandi di kamar mandi yang juga berfungsi sebagai toilet maka membaca Bismillah saat masih di luar kamar mandi.

-    Larangan orang yang sedang junub = shalat, thawaf, pegang Al Quran, baca Al Quran, berdiam diri di masjid

-    Larangan orang yang sedang haid = sama dengan larangan orang junub ditambah bersetubuh, puasa, dan dijatuhi talaq

-    Hukum orang berhadas kecil baca Quran atau memegang Quran: ada perbedaan pendapat ada yang membolehkan ada yang tidak, tapi Fatwa Tarjih Muhammadiyah sangat menganjurkan agar memegang dan membaca Al Quran dalam keadaan suci berdasarkan etis dan kepatutan serta sebagai tanda memuliakan Kalamullah.

-    Hukum Menyentuh dan Membaca Al-Quran di HP tanpa Wudhu:

HP atau peralatan lainnya, yang berisi konten Al-Quran, tidak bisa dihukumi sebagai mushaf. Karena teks Al-Quran pada peralatan ini berbeda dengan teks Al-Quran yang ada pada mushaf. Tidak seperti mushaf yang dibaca, namun seperti vibrasi yang menyusun teks Al-Quran ketika dibuka. Bisa nampak di layar dan bisa hilang ketika pindah ke aplikasi yang lain. Oleh karena itu, boleh menyentuh HP atau kaset yang berisi Al-Quran. Boleh juga membaca Al-Quran dengan memegang alat semacam ini, sekalipun tidak bersuci terlebih dahulu. Allahu a’lam. Demikian jawaban Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al-Barrak dari situs: Nur Al-Islam

 

Catatan:

·      Pendapat lain orang berhadas dan wanita haid boleh membaca Al Quran. Ada hadis sahih dari ‘Aisyah yang mengisyaratkan bahwa orang yang berhadas besar boleh membaca al-Qur’an, bunyinya: “adalah Rasulullah SAW menyebut nama Allah dalam segala hal.” (HR. Muslim).

·      Pendapat lain wanita haid boleh saja masuk masjid jika ada hajat. Karena terdapat dalam kitab sahih (yaitu Sahih Muslim) bahwasanya Nabi SAW berkata pada ‘Aisyah, “Berikan padaku sajadah kecil di masjid.” Lalu ‘Aisyah berkata, “Saya sedang haid”. Lantas Rasul SAW bersabda, “Sesungguhnya haidmu itu bukan karena sebabmu”. Hal ini menunjukkan bahwa boleh saja bagi perempuan haid untuk memasuki masjid jika: 1) ada hajat; dan 2) tidak sampai mengotori masjid. 

 

 

6.      Tayamum (arti tayamum, syarat tayamum, fardhu tayamum, sunah tayamum, yang membatalkan tayamum)

-    Tayamum = ialah mengusap muka dan dua belah tangan dengan debu yang suci

-    Syarat tayamum =

1.   Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tapi tidak bertemu

2.   Berhalangan menggunakan air, misal sakit yang apabila menggunakan air akan kambuh sakitnya

3.   Telah masuk waktu sholat

4.   Dengan debu yang suci

-     Fardhu tayamum =

1.      Niat (boleh dalam hati atau diucapkan)

2.      Menempelkan dua telapak tangan di atas debu untuk diusapkan ke wajah

3.      Mengusap wajah dengan debu tanah

4.      Mengusap dua belah tangan sampai siku

5.      Memindahkan debu kepada anggota yang diusap

6.      Tertib (berturut-turut)

-    Sunah tayamum =

1.Membaca basmalah

2.Mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri

3.Menipiskan debu

-    Yang membatalkan tayamum =

1.Segala yang membatalkan wudhu

2.Melihat air sebelum sholat, kecuali yang bertayamum karena sakit

3.Murtad (keluar dari Islam)

Catatan: Satu kali tayamum hanya dapat digunakan untuk satu sholat fardhu saja, adapun untuk sholat sunah bisa beberapa kali dengan satu tayamum

 

 

 

7.      Shalat fardhu 5 waktu (arti, dalil, syarat sholat, rukun sholat, sunah sholat, yang membatalkan sholat, bacaan sholat, waktu dilarang sholat, yang boleh jadi imam, masbuq)

-       Arti Shalat = Secara bahasa, kata "shalat" berasal dari akar kata yang berarti "doa". Sholat adalah suatu bentuk ibadah dalam agama Islam yang melibatkan serangkaian gerakan dan bacaan yang dimulai dari takbiratul ikhram dan diakhiri salam.

-       Dalil = surat Al Baqarah ayat 43, yang artinya "Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'." (Al-Baqarah 2:43)

-       Syarat sholat = beragama islam, baligh dan berakal, suci dari hadats, suci anggota badan, pakaian, dan tempat, menutup aurat, masuk waktu sholat, menghadap kiblat, dan mengetahui mana yang rukun dan mana yang sunah

-       Rukun sholat = (menurut mazhab Syafi’i): 1. Niat. 2. Takbiratul Ihram. 3. Berdiri Bagi yang Mampu. 4. Membaca Al-Fatihah. 5. Ruku' disertai Thuma'ninah. 6. I'tidal disertai Thuma'ninah. 7. Sujud disertai Thuma'ninah. 8. Duduk Antara dua Sujud disertai Thuma'ninah. 9. Duduk Tahiyat Akhir. 10. Baca Tahiyat Akhir. 11. Baca Salawat Nabi. 12. Salam Pertama. 13. Tertib.

-       Sunah sholat = beberapa sunah sholat seperti membaca doa iftitah, membaca ta’awwudz ketika hendak baca Al Fatihah, membaca surat pendek setelah baca Al Fatihah pada rakaat pertama dan kedua, membaca tasyahud awal, membaca sholawat pada tasyahud awal, membaca shalawat keluarga Nabi pada tasyahud akhir, membaca tasbih ketika rukuk dan sujud, membaca qunut (mazhab Syafi’i), membaca salam yang kedua, dll.

-    Yang membatalkan sholat = beberapa yang membatalkan sholat seperti berhadats, kena najis yang tidak dimaafkan, berkata-kata dengan sengaja, terbuka aurat, mengubah niat, makan atau minum walau sedikit, bergerak berturut-turut tiga kali seperti melangkah, berjalan, membelakangi kiblat, menambah rukun, tertawa terbahak-bahak, mendahului imam dua rukun, murtad.

-    Bacaan sholat =

1.   Doa iftitah =

Bacaan 1

ALLAAHU AKBAR KABIIRAA WALHAMDULILLAAHI KATSIIRAA WA SUBHANALLAAHI BUKRATAW WA ASHIILAA (HR MUSLIM)

Bacaan 2

ALLAHUMMA BAA’ID BAYNII WA BAYNA KHATHAYAAYA. KAMAA BAA’ADTA BAYNAL MASYRIQI WAL MAGHRIB. ALLAHUMMA NAQQINII MINAL KHATHAYAA. KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANAS. ALLAHUMMAGH-SIL KHATHAYAAYA BIL MAA-I WATS TSALJI WAL BARAD (HR BUKHORI DAN MUSLIM)

 

2.   Bacaan rukuk (Tasbih) =

                 Bacaan 1

Subhaanakallohumma robbanaa wa bihamdika, allohummaghfirlii

“Maha Suci Allah, Rabb kami, segala puji bagiMu. Ya Allah ampuni dosaku” (HR. Al Bukhari 817).

                 Bacaan 2

                 Subhaana rabbiyal ‘azhimi wa bi hamdih/ 3x (HR ABU DAUD)

 

3.      Bacaan iktidal (Tahmid) =

                 Bacaan 1

Rabbanaa walakal hamdu (HR Bukhori dan Muslim).

            “Ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu”

                 Bacaan 2

Rabbanaa lakal hamdu (HR Bukhori dan Muslim).

 

Catatan:

- Makmum tidak mengucapkan sami’allahu liman hamidah

Dalil:

Adapun mengenai makmum, maka yang wajib hanya mengucapkan tahmid, berdasarkan zahir hadits Anas bin Malik di atas:

“Jika ia (imam) mengucapkan: sami’allahu liman hamidah. Maka ucapkanlah: rabbana walakal hamdu” (HR. Bukhari no. 361, Muslim no. 411).

- Makmum mengucapkan sami’allahu liman hamidah

Ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa imam, makmum dan munfarid disunnahkan membaca tasmi’ dan tahmid (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 27/92-94).

 

4.   Bacaan sujud (Tasbih) =

                 Bacaan 1

Subhaanakallahumma rabbanaa wa bihamdika, allahummaghfirlii

“Maha Suci Allah, Rabb kami, segala puji bagiMu. Ya Allah ampuni dosaku” (HR. Al Bukhari 817).

                 Bacaan 2

                 Subhaana robbiyal a’laa wa bi hamdih/ 3x (HR ABU DAUD)

 

                 Catatan:

Cara turun sujud:

Para ulama berbeda pendapat mengenai cara turun sujud dalam dua pendapat:

Pendapat pertama: kedua lutut dahulu baru kedua tangan. Ini adalah pendapat jumhur ulama, diantaranya Syafi’iyyah, Hanabilah dan Hanafiyyah.

Pendapat kedua: kedua tangan dahulu baru kedua lutut. Ini adalah pendapat ulama Malikiyyah dan juga salah satu pendapat Imam Ahmad.

Dari Nafi’ rahimahullah, ia berkata:

“Ibnu Umar dahulu meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnyaز” (HR. Al Bukhari secara mu’allaq di hadits no. 803, Ibnu Khuzaimah no. 627, dishahihkan Al Albani dalam Irwaul Ghalil, 2/77)

 

5.   Bacaan duduk diantara dua sujud =

                 Bacaan 1

                 Rabbighfirlii, warhamnii, wajburnii, warfa’nii, warzuqnii, wahdinii

“Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, tinggikanlah derajatku, berilah rezeki dan petunjuk untukku).” (HR. Ahmad 1: 371. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa haditsnya hasan)”

 

                 Bacaan 2

Rabbighfirlii warhamnii wajburnii warfa'nii warzuqnii wahdinii wa'aafinii wa'fu 'annii. (An Nasai dan Ibnu Majah dari Hudzaifah bin Al Yaman RA)

 

 

6.   Bacaan tahiyat awal =

   Bacaan 1

 Attahiyyaatu lillahi washsholawaatu waththayyibaat. Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullaahi wabarakaatuh. Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillaahishshaalihiin. Asyhadu allaa ilaaha illallaah, waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh. Allahumma shalli ’alaa muhammad

 

   Bacaan 2

Attahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah. Assalaamu 'alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wa barakaatuh. Assalaaamu'alainaa wa 'alaa 'ibaadillaahish shaalihiin. asyhadu allaa ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rosuulullah. allahumma sholli 'alaa muhammad

 

7.   Bacaan tahiyat akhir = bacaan sama seperti tahiyat awal ditambah sbb:

WA’ALAA AALI MUHAMMAD, KAMAA SHALLAITA ‘ALAA IBRAAHIIM WA’ALAA AALI IBRAAHIIM. WABAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA’ALAA AALI MUHAMMAD. KAMAA BAARAKTA ‘ALAA IBRAAHIIM WA’ALAA AALI IBRAAHIIM. FIL’AALAMIINA INNAKA HAMIIDUM MAJIID

 

“Segala penghormatan, keberkahan, salawat dan kebaikan hanya bagi Allah. Semoga salam sejahtera selalu tercurahkan kepadamu wahai nabi, demikian pula rahmat Allah dan berkah-Nya dan semoga salam sejahtera selalu tercurah kepada kami dan hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Ya Allah, berilah rahmat kepada Nabi Muhammad."

"Ya Allah, limpahilah rahmat atas keluarga Nabi Muhammad, seperti rahmat yang Engkau berikan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan limpahi lah berkah atas Nabi Muhammad beserta para keluarganya, seperti berkah yang Engkau berikan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya, Engkaulah Tuhan yang sangat terpuji lagi sangat mulia di seluruh alam."

 

Catatan:

Cara Takbiratul Ikhram

Tangan sebahu

hadits dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengangkat kedua tangannya sejajar pundaknya ketika memulai (membuka shalat), ketika bertakbir untuk ruku’, ketika mengangkat kepalanya bangkit dari ruku’ juga mengangkat tangan, dan saat itu beliau mengucapkan ‘SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, RABBANAA WA LAKAL HAMDU’. Beliau tidak mengangkat tangannya ketika turun sujud.” (HR. Bukhari, no. 735 dan Muslim, no. 390).

- Tangan setelinga

Dari Malik bin Al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bertakbir, beliau mengangkat kedua tangannya sejajar kedua telinganya. Jika ruku’, beliau mengangkat kedua tangannya juga sejajar kedua telinganya. Jika bangkit dari ruku’, beliau mengucapkan ‘SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH’, beliau melakukan semisal itu pula.” (HR. Muslim, no. 391).

 

Bacaan Basmallah apakah dikeraskan ?

- Bacaan tidak dibaca atau dilirihkan

Dalam madzhab Hanafiyah, disunnahkan membaca basmalah secara lirih bagi imam dan orang yang shalat sendirian di setiap membaca awal Al-Fatihah di setiap raka’at. Namun tidak disunnahkan membaca basmalah antara Al-Fatihah dan surat lainnya secara mutlak menurut Abu Hanifah dan Abu Yusuf karena menurut mereka basmalah bukan merupakan bagian dari Al-Fatihah. Penyebutan basmalah hanya untuk mengambil berkah (tabarruk).

Yang masyhur dalam madzhab Malikiyah, basmalah bukan bagian dari Al-Fatihah. Sehingga basmalah tidak dibaca dalam shalat wajib yang sirr (Zhuhur dan Ashar) dan jaher (Maghrib, Isya dan Shubuh), baik bagi imam, makmum maupun munfarid (orang yang shalat sendirian).

Pendapat yang paling kuat dalam madzhab Hambali, tidak wajib membaca basmalah saat membaca Al-Fatihah, begitu pula surat lainnya di setiap raka’at.

Juga pendapat terkuat dalam madhzab Imam Ahmad, disunnahkan membaca basmalah secara lirih pada dua raka’at pertama dari setiap shalat. Begitu pula basmalah dibaca pada awal surat setelah surat Al-Fatihah, namun lirih. (Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 8: 86-88)

Adapun ulama yang berdalil bahwa bismillahirrahmanirrahim tidak dikeraskan adalah berdasarkan hadits dari ‘Aisyah, ia berkata,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membuka shalatnya dengan takbir lalu membaca alhamdulillahi robbil ‘alamin.” (HR. Muslim no. 498).

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di ketika menjelaskan hadits di atas dalam ‘Umdah Al-Ahkam, beliau berkata, “Ini adalah dalil bahwa bacaan basmalah tidaklah dijahrkan (dikeraskan).” (Syarh ‘Umdah Al-Ahkam karya Syaikh As-Sa’di, hlm. 161).

Juga dalil lainnya adalah hadits Anas, di mana ia berkata,

“Aku pernah shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga bersama Abu Bakr, ‘Umar dan ‘Utsman, aku tidak pernah mendengar salah seorang dari mereka membaca ‘ bismillahir rahmanir rahiim’.” (HR. Muslim no. 399).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Yang sesuai sunnah, basmalah dibaca sebelum surat Al Fatihah dan bacaan tersebut dilirihkan (tidak dikeraskan).” (Kitab Shifat Ash-Shalah min Syarh Al-‘Umdah karya Ibnu Taimiyah, hlm. 105).

 

- Bacaan dikeraskan

Pendapat yang paling kuat dalam madzhab Syafi’i, wajib bagi imam dan makmum serta munfarid untuk membaca basmalah dalam setiap raka’at sebelum membaca Al-Fatihah, baik shalat tersebut wajib ataukah sunnah, begitu pula berlaku dalam shalat sirr (Zhuhur dan Ashar) dan shalat jaher (Maghrib, Isya dan Shubuh).

Dari penjelasan sebelumnya, kita ketahui bahwa Syafi’iyah berpendapat wajibnya membaca basmalah karena ia merupakan bagian dari Al Fatihah. Dan mengingat membaca Al Fatihah adalah rukun shalat, maka shalat tidak sah jika tidak membaca basmalah karena adanya kekurangan dalam membaca Al Fatihah. Sebagaimana hadits

“tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Faatihatul Kitaab” (HR. Al Bukhari 756, Muslim 394)

Sebagian ulama berpendapat basmalah disunnahkan dibaca secara keras (jahr). Diantara yang berpendapat demikian adalah ulama Syafi’iyyah. Mereka berdalil dengan dalil-dalil yang menyatakan bahwa basmalah adalah bagian dari Al Fatihah, maka dibaca secara jahr sebagaimana Al Fatihah (lihat Sifatu Shalatin Nabi, 81; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah, 16/182).

 

Makmum membaca Al Fatihah ?

- Tidak dibaca

Allah telah berfirman dalam Al-Quran surah Al A’rof : 204

“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.”

Ulama-ulama dari kalangan madzhab Hanafi misalnya, mereka berpendapat bahwa makmum tidak perlu membaca Al-Fatihah. 

Adapun ulama-ulama dari kalangan Madzhab Maliki dan Hanbali berpendapat, makmum perlu membaca Al-Fatihah dan surat pada shalat sirr (bacaan shalat yang dibaca dengan suara pelan) saja. Dan tidak membaca apapun pada shalat jahr (bacaan shalat yang dibaca dengan suara keras.

-  Wajib Dibaca

Kewajiban membaca Al-Fatihah termuat dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim. Dari Ubâdah bin ash-Shâmit dia berkata,

“Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca al-Fâtihah.’[HR. al-Bukhâri, no. 723 ; Muslim, no. 394; dll]

 

             Isyarat Telunjuk ke Arah Kiblat saat duduk tasyahud

Para ulama khilaf mengenai kapan mulai berisyarat dengan jari telunjuk dalam beberapa pendapat:

· Hanafiyah berpendapat bahwa dimulai sejak ucapan “laailaaha illallah”

· Malikiyyah berpendapat bahwa dimulai sejak awal tasyahud hingga akhir

· Syafi’iyyah berpendapat bahwa dimulai sejak “illallah”

· Hanabilah berpendapat bahwa dimulai sejak ada kata “Allah”

 

Cara Melakukan Salam 

Salam dilakukan dengan menoleh ke kanan hingga pipi terlihat dari belakang kemudian menoleh ke kiri hingga pipi terlihat dari belakang, sambil mengucapkan salam. Sebagaimana hadits dari Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu:

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya salam ke kanan dan ke kirinya dengan ucapan: as salaamu ‘alaikum warahmatullah (ke kanan), as salaamu ‘alaikum warahmatullah (ke kiri), hingga terlihat putihnya pipi beliau.” (HR. Abu Daud no. 996, Ibnu Majah no. 914, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah)

 

Yang boleh jadi imam sholat

-    Laki-laki makmum kepada laki-laki

-    Perempuan makmum kepada laki-laki

-    Perempuan makmum kepada perempuan

-    Banci makmum kepada laki-laki

-    Perempuan makmum kepada banci 

 

 

Dzikir sesudah sholat

              Dzikir singkat

1.   Baca Istighfar (mohon ampunan)

     Astaghfirullah (3x)

2.   Doa minta keselamatan

Allahumma antassalaam, wa minkassalaam, tabaarakta yaa dzal jalaali wal ikraam

Artinya: "Aku memohon ampun kepada Allah, (3x). Ya Allah, Engkau Mahasejahtera, dan dari-Mu kesejahteraan, Mahasuci Engkau, wahai Rabb Pemilik keagungan dan kemuliaan." (Dari Tsauban, HR Muslim, Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa'i & Ibnu Majah)

3.   Dzikir tasbih, tahmid dan takbir sebanyak 33x

Subhaanallah (33x), Alhamdulillah (33x), Allahu akbar (33x)
Artinya: "Mahasuci Allah, (33x)" "Segala puji bagi Allah, (33x)" "Allah Mahabesar, (33x)"

4.   Tahlil

Laa ilaaha illa Allahu wahdahu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa 'ala kulli syai'in qadiir

Artinya: "Tidak ada tuhan yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi kerajaan, bagi-Nya segala puji. Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu." (HR Muslim, Ahmad, Ibnu Khuzaimah & Baihaqi)

 

Berdoa

Allahmmaghfir lilmuslimiina wal muslimaat, wal mu’miniina wal mu’minaat, al ahyaa i minhum wal amwaat, innaka ‘alaa kulli syai’in qodiir.

Artinya:

Ampunilah (dosa) para saudara kami, kerabat, musllimin (dan) muslimat, mukminin dan mukminat baik yang masih ada maupun yang telah wafat (meninggal)

 

Rabbanaa dhalamnaa Anfusanaa wa inlam taghfirlanaa wa tarhamnaa lanakuunanna minal khaasiriin”.

Artinya:

“Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi

 

Allahumma arinal haqqa haqqaa warzuqnat tibaa'ah, wa arinal baathila baathilaa warzuqnaj tinaabah.

Artinya: “Ya Allah tunjukkanlah kepada kami yang benar itu benar dan bantulah kami untuk mengikutinya, dan tunjukkanlah kepada kami yang batil itu batil dan bantulah kami untuk menjauhinya.

 

Allahummagh firlii wa liwaa lidhayya warkham humaa kamaa rabbayaa nii shaghiraa

Artinya: “Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku. Baik ibu maupun bapakku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku di waktu kecil

 

Rabbanaa aatinaa fiddunnyaa hasanah wa fil aakhirati hasanah, wa qinaa ‘adzaabannaar. Walhamdulillahi rabbil ‘aalamiin.

Artinya:

Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka



SUBHAANA RABBIKA RABBIL ‘IZZATI ‘AMMAA YASHIFUUN, WASALAAMUN ‘ALAL MURSALIINA WALHAMDU LILLAAHI ROBBIL ‘AALAMIIN

              Artinya:

Masa suci Tuhanmu, Tuhan pemilik (segala) kemuliaan, dari sifat-sifat yang mereka (musuh-musuh-Nya) berikan. Keselamatan selalu tertuju kepada Rasul (Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa Sallam) dan segala puji bagi Allah penguasa alam semesta.

 

 

 

8.      Sholat jumat (syarat sah sholat jumat), sholat qoshor dan jamak, sholat jenazah (syarat, rukun, bacaan)

-       Sholat Jumat adalah sholat berjamaah dua rakaat yang dilakukan pada hari Jumat pada waktu Dhuhur. Hukumnya wajib bagi laki-laki.

Syarat sah sholat Jumat

·      Salat Jumat dan Dua Khutbah Dilakukan pada Waktu Dzuhur

·      Dilaksanakan di Area Pemukiman Masyarakat.

·      Tidak Didahului atau Berbarengan dengan Salat Jumat Lain dalam Satu Wilayah.

·      Salat Jumat Dikerjakan Berjamaah.

·      Didahului dengan Dua Khutbah.

 

-          Sholat Qoshor dan Jamak

Dalam bahasa Arab, bepergian dinamakan safar yakni menempuh perjalanan. Menempuh perjalanan dinamakan dengan safar, sedang yang melakukan perjalanan/ bepergian dinamakan musafir. 

Sholat qoshor adalah  adalah memendekkan/meringkas jumlah rakaat pada salat yang empat rakaat menjadi dua rakaat yaitu salat Dzuhur, Ashar dan Isyak.

Dalil:

Adapun dalil yang menerangkan tentang salat qasar diterangkan dalam QS. an-Nisaa’: 101, Allah berfirman: “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qasar salatmu jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

Selain itu, ada pula hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah ra.: “Bahwa Nabi Saw. pernah mengqashar dalam perjalanan dan menyempurnakannya, pernah tidak puasa dan puasa.” [HR. ad-Daruquthni].

Ada juga hadis yang diriwayatkan oleh Anas ra.: “Bahwa Rasulullah Saw. salat Dzuhur di Madinah empat rakaat dan salat Ashar di Dzul-Hulaifah dua rakaat.” [HR. Muslim]

 

Hukum:

Para ulama dalam hal ini berbeda pendapat tentang hukum shalat Qasar, Imam Abu Hanafi menyatakan fardhu ain bagi musafir (tidak boleh tanpa mengqashar). Imam Syafii menghukumi boleh (mubah) mengqashar dan boleh tidak, karena ini merupakan keringanan (rukhshoh). Imam Maliki menyatakan mengqashar lebih baik (sunnah)

 

Berapa lama dibolehkan qashar?

Imam Maliki dan Syafi’i berpendapat jika telah berniat mukim 4 hari, maka tidak boleh lagi mengqashar. Dalilnya adalah perjalanan umroh Rasulullah SAW, beliau tinggal di Mekkah 3 hari, dan selalu mengqashar.

 

Syarat diperbolehkannya Qashar Salat:
Syarat dibolehkannya qashar ada 11, jika tidak memenuhi maka tidak boleh atau tidak sah qasharnya.

1.   Salat yang diqashar adalah salat 4 rakaat, seperti dzuhur, asar dan ‘isya`.

2.   Tempat tujuannya jelas, sehingga tidak boleh qashar bagi orang yang tak punya tempat tujuan yang jelas. 

3.   Perjalanannya hukumnya mubah, bukan perjalanan maksiat 

4.   Perjalanannya karena tujuan yang baik, seperti berdagang, haji dan umrah, silaturahim, dan sebagainya. 

5.   Perjalanannya mencapai 2 marhalah, yaitu kurang lebih 82 km.

Catatan: 1. Menurut Imam Maliki, Syafii dan Hambali syarat perjalannya adalah 4 burud (sekitar 85 km) atau perjalanan 1 hari dengan kecepatan sedang. Sedangkan Imam Abu Hanafi berpendapat, perjalanan 3 hari 3 malam (3 kali lipat dari jarak Jumhur)

6.   Telah melewati batas desa. 

7.   Mengetahui hukum diperbolehkannya qashar salat, sehingga tidak sah qasharnya orang yang tidak mengetahui hukum bolehnya qasar.

8.   Masih ada dalam status perjalanan hingga salat selesai. 

9.   Niat melakukan salat qashar ketika takbiratul ihram. 

10.     Menjaga hal-hal yang berlawanan dengan niat qashar saat salat, seperti niat untuk muqim, rag-ragu dalam kebolehan qasr atau niat muqim di tengah-tengah salat.

11.     Tidak bermakmum kepada orang yang menyempurnakan salat (4 rakaat).

 

 

Sholat Jama’ adalah mengumpulkan dua macam salat dalam satu waktu tertentu. Dua macam salat itu adalah salat Dzuhur dengan salat Ashar dan salat Maghrib dengan salat Isyak

Dalil:

Adapun dalil-dalil yang menerangkan tentang salat jamak adalah sebagai berikut: Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra., ia berkata:“Nabi Saw. pernah menjamak antara salat Dzuhur dan Ashar di Madinah bukan karena bepergian juga bukan karena takut. Saya bertanya: Wahai Abu Abbas, mengapa bisa demikian? Dia menjawab: Dia (Nabi Saw) tidak menghendaki kesulitan bagi umatnya.” [HR. Ahmad].

Hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, ia berkata: “Bahwa Rasulullah Saw. jika berangkat dalam bepergiannya sebelum tergelincir matahari, beliau mengakhirkan salat Dzuhur ke waktu salat Ashar; kemudian beliau turun dari kendaraan kemudian beliau menjamak dua salat tersebut. Apabila sudah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, beliau salat dzuhur terlebih dahulu kemudian naik kendaraan. [Muttafaq ‘Alaih].

Hukum:

Dalam pendapat mashab Imam Syafi’i, hukum salat qasar dan jamak adalah mubah atau boleh dilakukan. Adapun pelaksanaan sholat qasar dan jamak tadi pada dasarnya diperbolehkan untuk dilakukan oleh umat muslim yang tengah berada dalam perjalanan jauh.

 

Sebab Bolehnya menjamak Shalat:

Ada 3, yaitu:

Safar (perjalanan): jamak takdim dan ta`khir, Hujan: jamak taqdim saja, dan Sakit: jamak takdim dan ta`khir

 

Apakah jamak dibolehkan saat ada uzur walau tanpa perjalanan?

1. Jumhur Ulama berpendapat, dibolehkan selama ada uzur, berdasarkan hadits : Rasulullah SAW menjamak shalat tanpa perjalanan dan tanpa hujan.

2. Sebagian ulama berpendapat, hanya dibolehkan dalam perjalanan.

 

Cara sholat Jama’:

1.   Jama’ takdim: Misal Dhuhur dan Ashar, maka lakukan sholat di waktu Dhuhur, dengan sholat Dhuhur dulu 4 rakaat kemudian dilanjut Ashar 4 rakaat.

2.   Jama’ takhir: Misal Dhuhur dan Ashar, maka lakukan sholat di waktu Ashar, dengan sholat Dhuhur dulu 4 rakaat kemudian dilanjut Ashar 4 rakaat. Tapi bisa juga sebaliknya Ashar dulu kemudian Dhuhur.

Cara sholat Jama’ Qoshor:

1.   Jama’ Qoshor takdim: Misal Dhuhur dan Ashar, maka lakukan sholat di waktu Dhuhur, dengan sholat Dhuhur dulu 2 rakaat kemudian dilanjut Ashar 2 rakaat.

2.   Jama’ takhir: Misal Dhuhur dan Ashar, maka lakukan sholat di waktu Ashar, dengan sholat Dhuhur dulu 2 rakaat kemudian dilanjut Ashar 2 rakaat. Tapi bisa juga sebaliknya Ashar dulu kemudian Dhuhur.

 

 

-          Sholat jenazah (rukun, bacaan)

Hukum: Fardhu kifayah

Rukun :

Shalat jenazah terdapat tujuh rukun:

1.      Berniat (di dalam hati).

2.      Berdiri bagi yang mampu.

3.      Melakukan empat kali takbir (tidak ada ruku’ dan sujud).

4.      Setelah takbir pertama, membaca Al Fatihah.

5.      Setelah takbir kedua, membaca shalawat (minimalnya adalah Allahumma sholli ‘ala Muhammad).

6.      Setelah takbir ketiga, membaca doa untuk mayit. Inilah maksud inti dari shalat jenazah.

7.      Salam setelah takbir keempat.

 

Bacaan:

Untuk mayit laki-laki

Setelah takbir ke 1 (baca Al Fatihah)

Setelah takbir ke 2 (baca sholawat nabi)

Allahumma sholli ‘ala Muhammad

Setelah takbir ke 3 (baca doa untuk mayit)

Allahummaghfirla-hu warham-hu wa ‘aafi-hi wa’fu ‘an-hu
Setelah takbir ke 4 (baca doa untuk mayit)

Allahumma laa tahrimnaa ajro-hu wa laa taftinnaa ba’da-hu waghfir lanaa wa la-hu

Catatan:

-       Untuk mayit perempuan kata hu diganti ha

-       Setelah takbir ke 4 bisa kemudian diam sejenak tidak membaca apa-apa sebagaimana zhahir dalam hadits Abu Umamah radhiallahu’anhu

 

 

9.   Sholat sunah (sholat rawatib, sholat tahiyatul masjid, sholat tahajud, sholat dhuha, sholat tarawih, sholad ied)

 

-    Sholat Rawatib

Arti: adalah sholat sunnah yang mengiringi sholat lima waktu. Sebelum sholat fardhu dinamakan Qobliyah, sesudah sholat fardhu dinamakan Ba’diyah.
Hukum: sunah muakkad, Artinya, salat sunnah rawatib tersebut adalah salat sunnah yang lebih ditekankan pelaksanaannya

Dalil:

Aku menghafal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sepuluh rakaat (sunnah rawatib), yaitu dua rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat sesudah Zhuhur, dua rakaat sesudah Maghrib di rumahnya, dua rakaat sesudah ‘Isya di rumahnya, dan dua rakaat sebelum Shubuh.” (HR. Bukhari, no. 1180)

Barangsiapa menjaga dalam mengerjakan shalat sunnah dua belas rakaat, maka Allah akan membangunkan rumah untuknya di surga, yaitu empat rakaat sebelum zhuhur, dua rakaat setelah zhuhur, dua rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah isya dan dua rakaat sebelum subuh." (HR. Tirmidzi)


- Sholat Tahiyatul Masjid

Arti: adalah shalat yang dilakukan sebanyak dua raka’at, dan dikerjakan oleh seseorang ketika masuk ke dalam masjid dan sebelum duduk.

Dalil:

Apabila seseorang di antara kamu masuk ke dalam masjid, maka hendaklah ia melakukan shalat dua raka’at sebelum duduk” (HR. Bukhari)

 

        Catatan:

-          Ketika seseorang belum melaksanakan sholat sunah qobliyah subuh di rumahnya, maka sesampainya di masjid lebih dianjurkan untuk mengerjakan sholat sunnah qobliyah dibanding sholat sunah tahiyatul masjid. Karena dengan mengerjakan sholat sunnah qobliyah juga telah dihitung mengerjakan sholat sunnah tahiyatul masjid. Tapi kalau waktunya cukup bisa  juga dikerjakan dua sholat tersebut bergantian.

-          Apabila seseorang masuk ke dalam masjid dan azan sedang dikumandangkan, maka sebaiknya ia sambil berdiri menjawab azan terlebih dahulu, dan menunda sebentar untuk mengerjakan shalat Tahiyatul Masjid. Kecuali dia masuk masjid pada hari Jumat, sedangkan adzan untuk khutbah sedang dikumandangkan, maka dengan kondisi seperti ini lebih baik mendahulukan sholat Tahiyatul Masjid daripada menjawab adzan agar bisa mendengarkan khutbah

 


- Sholat Tahajud

Arti: Tahajud secara bahasa berarti upaya melawan atau meninggalkan tidur. Sementara itu, dalam artian fiqih, sholat Tahajud ialah sholat sunnah pada malam hari yang dilakukan setelah tidur.

Dalil:

Surat Al-Isra Ayat 79: Arab
Artinya: "Pada sebagian malam lakukanlah salat tahajud sebagai (suatu ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji


Waktu sholat tahajud:

Waktu yang sangat utama ialah pada sepertiga malam pertama, yaitu dimulai sejak setelah waktu Isya sampai pukul 22.00. Sementara itu, waktu yang lebih utama ialah sepertiga malam kedua pada pukul 22.00 sampai 01.00 dini hari.
Lalu, waktu paling utama ialah sepertiga malam terakhir yang dimulai pada 01.00 dini hari hingga Subuh


Rakaat shalat tahajud:

Ibadah sholat tahajud dilakukan minimal 2 rakaat dengan jumlah maksimal 11 atau 13 rakaat


 

- Sholat Dhuha

Arti: Kata dhuha secara bahasa berarti awal siang hari atau pagi. Sedangkan secara istilah syariah, shalat dhuha adalah shalat sunnah yang dilakukan pada waktu dhuha.

Dalil:

Pada pagi hari diharuskan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk bersedekah. Setiap bacaan tasbih (subhanallah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahmid (alhamdulillah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahlil (laa ilaha illallah) bisa sebagai sedekah, dan setiap bacaan takbir (Allahu akbar) juga bisa sebagai sedekah. Begitu pula amar ma’ruf (mengajak kepada ketaatan) dan nahi mungkar (melarang dari kemungkaran) adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti) dengan melaksanakan shalat Dhuha sebanyak 2 raka’at” (HR. Muslim no.  720)

Waktu sholat Dhuha:

Waktu Dhuha sendiri dimulai dari terbitnya matahari, kira-kira satu tombak bayangan. Menurut Imam Ghazali dalam kitab Ihya' Ulumudin, waktu tersebut sekitar pukul 7 pagi. Waktu Dhuha akan berlangsung sampai waktu matahari tergelincir atau mendekati posisi tepat di atas kepala (sebelum zuhur)

Mengenai waktu khusus untuk shalat Dhuha, dianjurkan untuk melakukannya setelah matahari terbit kira-kira sepanjang tombak (yaitu sekitar 20 menit) setelah matahari terbit dan sebelum zenit (tengah hari)

 

Rakaat shalat tahajud:

Jumlah rakaat shalat dhuha minimal dua rakaat dan maksimal dua belas rakaat

 

 

 

- Sholat Tarawih

Arti: Istilah tarawih berasal dari bahasa Arab, yakni tarwihah yang memiliki arti istirahat. Pengertian salat tarawih secara terminologi adalah salat sunah yang pengerjaannya dilakukan hanya di malam-malam bulan Ramadan

Dalil:

Barangsiapa ibadah (tarawih) di bulan Ramadhan seraya beriman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau (HR al-Bukhari, Muslim, dan lainnya)

Waktu sholat tarawih:

Salat Tarawih merupakan salat sunnah yang dikerjakan pada malam hari selama bulan Ramadan. Tepatnya dimulai setelah salat Isya, hingga terbit fajar

Rakaat shalat tarawih:

Menurut sejarah, ibadah tarawih pertama kali dilakukan pada zaman Nabi Muhammad SAW di Masjid Nabawi, Madinah pada tahun ke-8 Hijriah. Pada awalnya, Nabi Muhammad SAW melakukan shalat tarawih secara pribadi, kemudian diikuti oleh para sahabat yang tinggal di sekitar Masjid Nabawi.

Kemudian pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, ibadah tarawih menjadi kegiatan yang lebih terorganisir. Khalifah Umar bin Khattab meminta agar para sahabat yang mengikuti shalat tarawih di Masjid Nabawi dikumpulkan dan shalat dilakukan secara berjamaah. Awalnya, shalat tarawih dilakukan secara 20 rakaat. Namun, pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, jumlah rakaat tarawih diperpendek menjadi 8 rakaat. Hal ini dilakukan untuk menghindari kelelahan bagi umat Islam yang melaksanakan ibadah tersebut.

Merujuk pada Kitab Lengkap Panduan Shalat karya Khalilurrahman Al-Mahfani, Rasulullah SAW semasa hidupnya melaksanakan salat Tarawih 11 rakaat dengan 4+4+3 witir atau 2+2+2+2+2+1 witir.
Saya dengar dari Aisyah berkata, 'Rasulullah SAW salat malam sebanyak sepuluh rakaat dan berwitir dengan satu rakaat.'" (HR Bukhari dan Muslim)

 

 

 

 

 

- Sholat Ied

Arti: Salat Id adalah ibadah salat yang diselenggarakan pada dua hari raya Islam yakni Idulfitri dan Idul adha
Dalil:

Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah" (Al-Kautsar ayat 2). Berkata Qotadah: "dia adalah sholat ‘idul adha" (Tafsir Abdur Rozzaq)
Nabi SAW memerintahkan kepada kami pada saat sholat ‘id (Idul Fithri ataupun Idul Adha) agar mengeluarkan para gadis (yang baru beranjak dewasa) dan wanita yang dipingit, begitu pula wanita yang sedang haid. Namun beliau memerintahkan pada wanita yang sedang haid untuk menjauhi tempat sholat" (HR. Muslim)

 

 

10.     Puasa ramadhan (dalil puasa, syarat puasa, rukun puasa, sunah puasa, yang membatalkan puasa, alasan tidak berpuasa, amal-amal di bulan ramadhan, qadha puasa)

-    Dalil puasa

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183)

-    Syarat puasa ramadhan

Syarat wajib:

Maksud dari syarat wajib puasa adalah beberapa hal yang membuat orang wajib melaksanakan puasa. Apabila salah satunya tidak terpenuhi, maka puasa seperti puasa Ramadhan tidak menjadi wajib untuk dirinya
1. Beragama Islam
Syarat yang pertama adalah beragama Islam. Oleh karenanya, mereka yang tidak mengimani Islam tidak berkewajiban untuk menjalankan puasa.
2. Baligh
Selanjutnya, syarat wajib puasa adalah untuk mereka yang sudah berusia baligh. Anak-anak kecil tidak berkewajiban untuk menjalankan puasa-puasa wajib, akan tetapi, orang tuanya wajib melatihnya untuk menjalankan puasa sejak umur tujuh tahun.
3. Berakal
Selain baligh, syarat selanjutnya adalah berakal. Maksudnya adalah hanya orang yang berakal saja yang wajib melaksanakan puasa. Menurut kesepakatan ulama, orang gila termasuk orang yang tidak berakal, sehingga ia tidak diwajibkan untuk berpuasa.
4. Sehat
Berikutnya, orang yang sakit tidak memiliki kewajiban untuk melaksanakan puasa wajib seperti Ramadhan. Namun, ia harus menggantinya di hari lain. hal ini sesuai firman Allah dalam surah Al Baqarah ayat 185,
Artinya: "...Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain..."
5. Mampu
Selanjutnya, syarat puasa adalah mampu. Maksudnya adalah wajib bagi mereka yang melakukannya. Bagi mereka yang sudah lemah secara fisik karena usia atau tidak memungkinkan puasa, maka mereka tidak wajib melaksanakan puasa. Ini juga sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 184,
Artinya: "...Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin..."
6. Tidak sedang dalam perjalanan
Hal ini juga didasarkan pada ayat 185 di atas. Namun, menurut pendapat ulama, tidak semua jenis perjalanan membolehkan seseorang tidak berpuasa. Perjalanan yang dimaksud ada syarat-syaratnya.
7. Suci dan Haid dan Nifas
Wanita yang sedang haid atau nifas, menurut kesepakatan ulama tidak diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa. Dasarnya adalah berdasarkan hadis yang diriwayatkan Aisyah bahwa:
"Kami (wanita yang haid atau nifas) diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat."


            Syarat Sah Puasa:

Yang dimaksud dengan syarat sah puasa, adalah seseorang dinilai sah puasanya, apabila memenuhi syarat-syaratnya
1. Beragama Islam, artinya mereka yang kafir atau orang yang murtad tidak sah puasanya.
2. Suci dari haid dan nifas bagi perempuan, sehingga puasanya orang yang dalam keadaan tersebut dinilai tidak sah dan haram hukumnya atas ketentuan ulama.
3. Berakal, maksudnya adalah tidak sah puasa bagi orang yang gila.
4. Telah masuk waktu puasa. Puasa dikatakan sah apabila dilakukan di waktu yang telah ditentukan. Puasa juga menjadi tidak sah apabila dilakukan di hari-hari yang haram untuk berpuasa.


-    Rukun Puasa

1. Niat
Niat puasa biasanya diucapkan pada malam hari. Adapun bacaan niat sebagai berikut,
Nawaitu shauma ghadin an'adai fardi syahri ramadhani hadzihisanati lillahita'ala
Artinya: "Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan fardhu di bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah Ta'ala.
Catatan: Niat juga bisa didalam hati, tanpa diucapkan


2. Menahan Diri dari hal yang membatalkan puasa.
Batasan puasa dimulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.

 

-  Sunah puasa

1. Perbanyak Sedekah
Artinya: Nabi SAW bersabda, "Sebaik-baik sedekah adalah sedekah yang ditunaikan pada bulan Ramadhan." (HR Tirmidzi, dari Abu Hurairah)
2. Ibadah Malam (Qiyamul Lail)
Dapat berupa sholat Tahajud, tadarus Al-Qur'an, berdizikir, hingga berdoa. Sesuai hadits riwayat Ibnu Abbas, Rasul SAW berkata: "Barang siapa bangun (mengerjakan qiyamul lail) di bulan Ramadhan dengan dasar iman dan mengharap pahala dari Allah SWT, niscaya dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni oleh Allah SWT." (HR Bukhari & Muslim)
3. Membaca Al-Qur'an
Nabi SAW menuturkan, "Barang siapa membaca satu huruf dari Al-Qur'an, maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan sama dengan sepuluh pahala. Aku tidak memaksudkan Alif, Lam, Mim satu huruf. melainkan Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf." (HR Darimi & Tirmidzi)
4. Mendirikan Sholat Tarawih
Artinya: "Barangsiapa ibadah (tarawih) di bulan Ramadhan seraya beriman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau" (HR al-Bukhari, Muslim, dan lainnya)
5. I'tikaf di Masjid
Dari Abu Hurairah, ia mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda, "Rasul SAW dahulu setiap bulan puasa beri'tikaf selama sepuluh hari, dan pada tahun di mana beliau meninggal, beliau beri'tikaf di bulan Ramadhan selama dua puluh hari." (HR Bukhari & Abu Daud)
6. Mengakhirkan Sahur
Anas bin Malik meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit, ia berkata, "Suatu hari kami pernah sahur bersama Rasulullah SAW, kemudian (tidak lama setelah itu) beliau bangun untuk menunaikah sholat (Subuh)." Lalu aku bertanya, "Berapa jarak antara sahur dan adzan?' Beliau menjawab, "Sebanyak lima puluh ayat." (HR Bukhari & Muslim)
Diriwayatkan pula oleh dari Sahl bin Sa'ad bahwa ia berkata, "Aku bersahur bersama keluargaku kemudian aku bergegas (menuju sholat) hingga aku mendapatkan sujud bersama Rasulullah SAW." (HR Bukhari)
7. Menyegerakan Berbuka Puasa
Artinya: Rasulullah SAW bersabda, "Manusia akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan buka puasa." (HR Bukhari & Muslim, dari Sahl bin Sa'ad)
8. Berdoa saat Berbuka Puasa
Abdullah bin Amr bin Ash berkata, "Aku mendengar Rasul SAW bersabda, 'Sesungguhnya bagi orang yang berbuka puasa ketika ia berbuka, doa yang tidak akan ditolak." (HR Ibnu Majah)
9. Memberikan Makan Buka Puasa
Diriwayatkan dari Zaid bin Khalid Al-Juhani bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang memberikan orang berbuka puasa, maka dia akan mendapat pahala seperti pahala orang yang berbuka tersebut tanpa dikurangi sedikitpun." (HR Bukhari & Muslim)
10. Mencari Lailatul Qadr dan Menghidupkannya
Artinya: Rasul SAW berkata, "Carilah lailatul qadr dalam malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan." (HR Bukhari & Muslim, dari Aisyah)

Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa Nabi SAW menuturkan, "Barangsiapa yang bangun di malam lailatul qadr dengan iman dan harapan, maka Allah akan mengampuni dosanya yang telah lampau." (HR Bukhari Muslim)
11. Memperbanyak mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah (Tahlil)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, "Barang siapa yang mengucapkan, "Laa ilaha illa allahu, wahdahu laa syarika lahu, lahu al-almulku wa lahu al- hamdu wa huwa 'ala kulli syai'in qadir" sebanyak 100 kali dalam sehari, maka ia seperti memerdekakan 10 budak, dituliskan untuknya 100 kebaikan, dihapuskan untuknya 100 dosa, ia mendapatkan benteng dari setan pada hari tersebut hingga sore hari, dan tidak ada satu pun yang melakukan hal yang lebih baik dari dirinya melainkan orang yang mengamalkan (ucapan tersebut) lebih banyak darinya." (HR Bukhari & Muslim)
12. Bersilaturahmi
Dari Abu Hurairah, bahwa ada seorang lelaki berkata, "Wahai Rasulullah! Sungguh aku memiliki kerabat. Aku menyambung hubungan dengan mereka, namun mereka memutuskanku. Aku berbuat baik kepada mereka, namun mereka berbuat buruk kepadaku. Aku berlemah lembut dengan mereka, namun mereka berbuat kasar kepadaku."
Maka Nabi SAW berkata, "Apabila benar demikian, maka seakan engkau menyuapi mereka pasir panas, dan Allah akan senantiasa menjadi Penolongmu selama engkau berbuat demikian." (HR Muslim & Ahmad)
13. Mengkhatamkan Al-Qur'an
Rasulullah SAW berkata kepada Abdullah bin Amru, "Bacalah (khatamkanlah) Al-Qur'an sekali dalam sebulan." (HR Bukhari)
14. Mengucapkan Tasbih, Tahmid, dan Takbir
Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa yang bertasbih kepada Allah sebanyak 33 kali, bertahmid kepada Allah sebanyak 33 kali, dan bertakbir kepada Allah sebanyak 33 kali; maka semuanya berjumlah 99."
Lalu beliau berkata lagi, "Dan ke-100 nya mengucapkan, "Laa ilaha illa Allahu wahdahu laa syariika lahu, lahu al-mulku wa lahu al- hamdu wa huwa 'ala kulli syai'in qadir (Tiada sesembahan melainkan Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kekuasaan dan puji-pujian; dan Dia adalah Dzat yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu)", maka diampuni kesalahan-kesalahannya walaupun sebanyak buih yang ada di lautan." (HR Muslim, Abu Dawud & Ahmad)
15. Beristighfar
Diriwayatkan Abu Hurairah, ia mendengar Rasulullah SAW menuturkan, "Demi Allah! aku beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali." (HR Bukhari & Ahmad)
Dalam riwayat lain, Nabi SAW bersabda, "Sungguh aku beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada- Nya seratus kali dalam sehari." (HR Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah & Ahmad, dari Abu Hurairah)

- Yang membatalkan puasa

8 Hal yang Membatalkan Puasa
1. Makan dan Minum
Memasukkan sesuatu berupa makanan, minuman, maupun benda lainnya ke dalam tubuh melalui lubang yang berpangkal pada organ bagian dalam (jauf) seperti mulut, telinga, dan hidung dalam keadaan sengaja maka dapat membatalkan puasa. Akan tetapi, jika perbuatan tersebut dilakukan tanpa kesengajaan atau lupa, maka tidak membatalkan puasa.
Hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadits:
Artinya: Siapa yang lupa keadaannya sedang berpuasa, kemudian ia makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah-lah yang memberikan makanan dan minuman itu". (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 1797 dan Muslim: 1952)


2. Memasukan Obat atau Benda Melalui Dua Jalan
Ketika seseorang melakukan pengobatan dengan cara memasukkan benda (obat atau benda lain) pada salah satu dari dua jalan (qubul dan dubur). Misalnya pengobatan bagi orang yang sedang mengalami ambeien dan juga bagi orang yang sakit dengan memasang kateter urin, maka dua hal tersebut dapat membatalkan puasa.

3. Muntah dengan Sengaja
Muntah secara sengaja termasuk hal yang dapat membatalkan puasa. Akan tetapi, jika seseorang muntah tanpa disengaja atau muntah tiba-tiba dan tidak ada sedikitpun dari muntahannya yang tertelan, maka puasa tetap sah.

4. Berjimak di Siang Hari
Melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis atau berjimak di siang hari pada saat berpuasa secara sengaja maka dapat membatalkan puasa. Selain itu, orang yang melakukannya juga akan dikenakan denda atau kafarat.
Dendanya yakni melaksanakan puasa selama dua bulan secara berturut-turut. Apabila tidak mampu, maka ia wajib memberi makanan pokok senilai satu mud atau setara dengan 0,6 kilogram beras atau ¾ liter beras kepada 60 fakir miskin.

5. Keluarnya Air Mani
Keluar air mani (sperma) yang disebabkan bersentuhan kulit maka dapat membatalkan puasa. Kondisi ini terjadi karena onani atau bersentuhan dengan lawan jenis tanpa adanya hubungan seksual. Tetapi, apabila air mani keluar tanpa sengaja atau karena mimpi basah, maka keadaan tersebut tidak membatalkan puasa.

6. Haid dan Nifas
Keluarnya darah dari kemaluan saat seorang perempuan sedang menjalankan ibadah puasa maka puasanya batal. Perempuan yang sedang haid dan dalam masa nifas berkewajiban untuk mengqadha puasanya.

7. Gila
Ketika seseorang tengah berpuasa dan tiba-tiba mengalami gangguan jiwa atau gila, maka puasanya batal.

8. Murtad
Murtad adalah seseorang yang keluar dari agama Islam. Ketika seseorang yang tengah berpuasa melakukan hal-hal yang sifatnya mengingkari keesaan Allah SWT atau mengingkari hukum syariat yang telah disepakati ulama, maka puasa orang tersebut langsung batal.


-    Alasan tidak berpuasa

Mengutip buku 125 Masalah Puasa oleh Muhammad Najmuddin Zuhdi, ada sejumlah orang yang boleh tak berpuasa Ramadan tetapi wajib qadha puasa itu di luar waktu bulan Ramadan:
1. Wanita yang Haid dan yang Nifas
Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu' mengatakan bahwa para ulama menyepakati bahwa perempuan haid dan nifas haram berpuasa di bulan Ramadan. Apabila mereka masih saja berpuasa, maka puasanya itu tidak sah
"Saat mengalami haid di masa Rasulullah dahulu, kami diperintahkan untuk mengqada puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqada shalat." (HR Bukhari, Muslim, & An-Nasa'i)

2. Orang yang Sakit
Jumhur ulama menyepakati bahwa orang yang sakit boleh tidak berpuasa Ramadan sebagaimana disebutkan dalam buku Mereka Yang Boleh Tidak Puasa Ramadan oleh Ahmad Hilmi. Yang menjadi dalil dasarnya adalah firman Allah pada Surah Al-Baqarah ayat 184:
Artinya: Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.

3. Musafir atau Orang yang Bepergian
Kalam Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 184 juga menyatakan bila orang yang berada dalam perjalanan boleh tidak berpuasa, tetapi wajib mengganti di waktu lain sebanyak hari yang ia tidak berpuasa.


-    Amalan-amalan di bulan ramadhan

1.Menyegerakan berbuka puasa jika telah yakin bahwa matahari telah tenggelam.

Dalil menyegerakan berbuka puasa adalah hadis nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Dari Sahl bin Sa’ad, Rasulullah SAW bersabda, “Senantiasa manusia dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa.” (HR Bukhari dan Muslim)

2. Berbuka dengan korma, atau makanan/minuman manis lainnya, atau cukup dengan air putih

Dalil berbuka puasa dengan kurma adalah hadis berikut,

Dari Anas, “Nabi SAW berbuka dengan ruthob (kurma matang) sebelum salat. Kalau tidak ada, dengan tamar (kurma yang dikeringkan). Kalau tidak ada kurma juga, beliau berbuka dengan minum beberapa teguk air.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Berkata Imam Ar-Ruyani di dalam Kitabul Iman, “Jika tidak menemukan kurma, maka berbuka puasa dengan makanan yang manis, karena puasa mengurangi pandangan, sedangkan kurma memulihkannya, begitu pula makanan manis.”[2].

3. Berdoa sewaktu berbuka puasa

Doa yang dibaca pada saat berbuka puasa salah satunya adalah dari hadis berikut,

Dari Ibnu Umar, “Rasulullah SAW apabila beliau berbuka puasa, membaca doa berikut: Allahumma laka shumtu, wa ‘ala rizqika afthortu, dzaHabazhzhomau, wabtallatil ‘uruuqu, wa tsabatal ajru insyaa Allahu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Arti doa tersebut:

“Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, karena pemberian-Mu aku berbuka, dahaga telah lenyap, urat-urat telah basah, serta pahala telah tetap jika Engkau mengehendaki.”

4. Makan sahur

Makan sahur dimaksudkan supaya menambah kekuatan ketika puasa dan dilakukan selewat tengah malam.

Dalil makan sahur adalah 2 hadis berikut,

Dari Anas, Rasulullah SAW telah berkata, “Makan sahurlah kamu. Sesungguhnya makan sahur itu mengandung berkah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari kitab Al-Fiqhul Muyassar terdapat hadis nabi SAW: “Makan sahurlah walaupun dengan seteguk air.” (HR Ibnu Hibban)

5. Mengakhirkan makan sahur

Akhirkan makan sahur hingga kira-kira 15 menit sebelum fajar subuh.

Dalil mengakhirkan sahur adalah hadis berikut,

Dari Abu Dzar, Rasulullah SAW berkata, “Senantiasa umatku dalam kebaikan selama mereka mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka puasa.” (HR Ahmad)

6. Memberi makan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa

Dalil memberi makan untuk berbuka adalah hadis berikut,

Barangsiapa memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang puasa, maka ia akan mendapat ganjaran sebanyak ganjaran orang yang berpuasa itu, tidak dikurangi sedikitpun.” (HR Tirmidzi)

7. Banyak bersedekah

Dalil untuk banyak bersedekah di bulan Ramadhan adalah hadis,

Dari Anas, “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Kapankah waktu sedekah yang lebih baik? Beliau menjawab, “Sedekah yang paling baik adalah sedekah pada bulan Ramadhan.” (HR Tirmidzi)

8. Banyak membaca Alquran dan mempelajarinya

Dalil membaca Alquran di bulan Ramadhan adalah hadis,

Dari Ibnu Abbas , “Rasulullah SAW adalah manusia yang paling lembut terutama pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril menemuinya. Adalah Jibril mendatanginya setiap malam di bulan Ramadhan, dimana Jibril mengajarkannya Al-Quran. Sungguh Rasulullah SAW orang yang paling lembut daripada angin yang berhembus.” (HR Bukhari)

9. Tidak mengucapkan perkataan yang buruk[2]

Dalil untuk meninggalkan perkataan yang buruk adalah hadis berikut,

Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan pengamalannya, maka Allah SWT tidak memerlukan dia untuk meninggalkan makan dan minumnya.” (HR Bukhari)

10. Salat Tarawih di malam hari

Dalil yang menjelaskan salat tarawih di bulan Ramadhan adalah hadis berikut,

Dari Jabir bin ‘Abdillah, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami di bulan Ramadhan sebanyak 8 raka’at lalu beliau berwitir. Pada malam berikutnya, kami pun berkumpul di masjid sambil berharap beliau akan keluar. Kami terus menantikan beliau di situ hingga datang waktu fajar. Lalu kami menemui beliau dan bertanya, “Ya Rasulallah, sesungguhnya kami menunggumu tadi malam, berharap engkau akan shalat bersama kami.” Beliau menjawab, “Sesungguhnya aku khawatir jika akhirnya shalat itu menjadi wajib bagi kalian.” (HR Ath-Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah)

11. I’tikaf

I’tikaf dianjurkan dalam seluruh waktu, namun yang terutama adalah pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Dalilnya adalah Alquran surat Al Baqarah: 125 dan hadis berikut,

Telah diriwayatkan bahwa nabi SAW beri’tikaf setiap bulan Ramadhan 10 hari. Pada tahun beliau wafat, beliau beri’tikaf 20 hari. (HR Abu Dawud, Bukhari dan Ibnu Majah) [2]

12. Mengeluarkan zakat fitrah di antara fajar subuh dan sebelum orang-orang keluar salat Ied

Zakat fitrah sendiri hukumnya adalah wajib. Namun sunah mengeluarkannya sehari atau dua hari sebelum hari raya (ini lebih aman karena terkadang ada perbedaan hari raya) berdasarkan perkataan Ibnu Umar RA,

“Yang paling banyak pahalanya adalah bila zakat fitrah dikeluarkan sehari atau dua hari sebelum hari raya Iedul Fitri.”

Namun menurut Imam Syafi’i, zakat fitrah bisa dikeluarkan sejak awal Ramadhan.

Demikianlah pembahasan singkat mengenai perkara yang dianjurkan atau amalan sunah-sunah puasa di bulan Ramadan. Semoga Allah SWT selalu mengaruniakan kepada kita akan nikmat sehat, iman dan Islam serta kemudahan untuk menyempurnakan ibadah puasa Ramadhan & amalan sunah serta wajib lainnya. Aamiin….

 

-    Qadha puasa

Qadha puasa Ramadhan adalah mengganti puasa yang seharusnya dilakukan pada Ramadhan namun tidak dapat dilakukan karena uzur tertentu seperti sakit atau perjalanan jauh. Qadha puasa Ramadhan wajib hukumnya bagi yang meninggalkan.
Puasa qadha dikerjakan sejumlah hari yang ditinggalkan. Ketentuan ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 184, yang artinya sebagai berikut.
“Beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

 

 

 

Qadha dan Fidyah Bagi Ibu Hamil dan Menyusui

1. Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan Dirinya Saja Bila Berpuasa
Bagi ibu, untuk keadaan ini maka wajib untuk mengqadha (tanpa fidyah) di hari yang lain ketika telah sanggup berpuasa.

Keadaan ini disamakan dengan orang yang sedang sakit dan mengkhawatirkan keadaan dirinya. Sebagaimana dalam ayat,

“Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Qs. Al Baqarah[2]:184)

Berkaitan dengan masalah ini, Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Kami tidak mengetahui ada perselisihan di antara ahli ilmu dalam masalah ini, karena keduanya seperti orang sakit yang takut akan kesehatan dirinya.” (al-Mughni: 4/394)

 

2. Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan Dirinya dan Buah Hati Bila Berpuasa

Sebagaimana keadaan pertama, sang ibu dalam keadaan ini wajib mengqadha (saja) sebanyak hari-hari puasa yang ditinggalkan ketika sang ibu telah sanggup melaksanakannya.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Para sahabat kami (ulama Syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang hamil dan menyusui, apabila keduanya khawatir dengan puasanya dapat membahayakan dirinya, maka dia berbuka dan mengqadha. Tidak ada fidyah karena dia seperti orang yang sakit dan semua ini tidak ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah). Apabila orang yang hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya akan membahayakan dirinya dan anaknya, maka sedemikian pula (hendaklah) dia berbuka dan mengqadha, tanpa ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah).'” (al-Majmu’: 6/177, dinukil dari majalah Al Furqon)

 

3 .Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan si Buah Hati saja

Dalam keadaan ini, sebenarnya sang ibu mampu untuk berpuasa. Oleh karena itulah, kekhawatiran bahwa jika sang ibu berpuasa akan membahayakan si buah hati bukan berdasarkan perkiraan yang lemah, namun telah ada dugaan kuat akan membahayakan atau telah terbukti berdasarkan percobaan bahwa puasa sang ibu akan membahayakan. Patokan lainnya bisa berdasarkan diagnosa dokter terpercaya – bahwa puasa bisa membahayakan anaknya seperti kurang akal atau sakit -. (Al Furqon, edisi 1 tahun 8)

Untuk kondisi ketiga ini, ulama berbeda pendapat tentang proses pembayaran puasa sang ibu. Berikut sedikit paparan tentang perbedaan pendapat tersebut.

 

Dalil ulama yang mewajibkan sang ibu untuk membayar qadha saja.

Dalil yang digunakan adalah sama sebagaimana kondisi pertama dan kedua, yakni sang wanita hamil atau menyusui ini disamakan statusnya sebagaimana orang sakit. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Bin Baz dan Syaikh As-Sa’di rahimahumallah

 

 

Dalil ulama yang mewajibkan sang Ibu untuk membayar fidyah saja.

Dalil yang digunakan adalah yaitu perkataan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, “Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” ( HR. Abu Dawud)

dan perkataan Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu ketika ditanya tentang seorang wanita hamil yang mengkhawatirkan anaknya, maka beliau berkata, “Berbuka dan gantinya memberi makan satu mud gandum setiap harinya kepada seorang miskin.” (al-Baihaqi dalam Sunandari jalan Imam Syafi’i, sanadnya shahih)

Dan ayat Al-Qur’an yang dijadikan dalil bahwa wanita hamil dan menyusui hanya membayar fidyah adalah, 

“Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah (yaitu) membayar makan satu orang miskin.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 184)

Hal ini disebabkan wanita hamil dan menyusui yang mengkhawatirkan anaknya dianggap sebagai orang yang tercakup dalam ayat ini.

Pendapat ini adalah termasuk pendapat yang dipilih Syaikh Salim dan Syaikh Ali Hasan hafidzahullah.

 

Dalil ulama yang mewajibkan sang Ibu untuk mengqadha dengan disertai membayar fidyah

Dalil sang ibu wajib mengqadha adalah sebagaimana dalil pada kondisi pertama dan kedua, yaitu wajibnya bagi orang yang tidak berpuasa untuk mengqadha di hari lain ketika telah memiliki kemampuan. Para ulama berpendapat tetap wajibnya mengqadha puasa ini karena tidak ada dalam syari’at yang menggugurkan qadha bagi orang yang mampu mengerjakannya.

Sedangkan dalil pembayaran fidyah adalah para ibu pada kondisi ketiga ini termasuk dalam keumuman ayat berikut,

“…Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin…” (Qs. Al-Baqarah [2]:184)

Hal ini juga dikuatkan oleh perkataan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, “Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam Irwa’ul Ghalil). Begitu pula jawaban Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu ketika ditanya tentang wanita hamil yang khawatir terhadap anaknya, beliau menjawab, “Hendaklah berbuka dan memberi makan seorang miskin setiap hari yang ditinggalkan.”

Adapun perkataan Ibnu Abbas dan Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhuma yang hanya menyatakan untuk berbuka tanpa menyebutkan wajib mengqadha karena hal tersebut (mengqadha) sudah lazim dilakukan ketika seseorang berbuka saat Ramadhan.

 

Wanita hamil yang berbuka puasa menurut 4 Madzab

Mazhab Syafie:

·  Sekiranya berbuka puasa kerana bimbang terhadap diri mereka sahaja ataupun bimbang terhadap diri dan anak mereka sekali, maka wajib menqada puasa sahaja sama seperti mereka yang jatuh sakit.

·   Diwajibkan juga membayar fidyah disebabkan anak . Namun, cukup dengan membayar satu fidyah walaupun mempunyai anak kecil yang ramai atau kembar.

Mazhab Hanafi :

·  Menurut beliau perempuan yang hamil dan menyususkan anak,hukumnya perlu menqadakan puasa sahaja .Samada orang yang hamil atau menyusui anak boleh meninggalkan puasa dan menqadakan serta tidak diwajibkan bagi keduanya membayar fidyah dan tanpa berturut-turut melakukan puasa di hari menqadakannya.

Mazhab Hanbali :

·  Diperbolehkan bagi wanita hamil untuk tidak berpuasa jika merasa khuatir ditimpa bahaya terhadap diri atau kandungannya. Tetapi, dikenakan menqada’nya tanpa perlu membayar fidyah.Jika merasa khawatir terhadap anaknya,maka diwajibkan qadha dan membayar fidyah.

Mazhab Maliki :

·  Apabila wanita hamil yang berbuka puasa kerana bimbang akan dirinya atau anaknya atau kedua-duannya dibolehkan untuk berbuka namun perlu menqadhakannya tanpa perlu berkewajipan membayar fidyah ,tapi,bagi wanita yang menyusui pula dikenakan fidyah.

 

 

 

11.     Puasa sunah (puasa senin kamis, puasa syawal, ayyamul bidh, puasa Daud, puasa arafah 9 dzulhijah, puasa Tasua 9 Muharam dan Asyuro 10 Muharram)

-    Puasa senin kamis

   Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari Senin dan Kamis." (HR. An Nasai no. 2362 dan Ibnu Majah no. 1739. All Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

 

-  Puasa syawal

adalah puasa yang dilakukan pada bulan Syawal setelah bulan Ramadan selama enam hari
"Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka baginya (ganjaran) puasa selama setahun penuh." (HR Muslim)
Jumlah puasa Syawal harus enam hari. Adapun ketentuannya, boleh dilakukan berturut-turut, boleh juga tidak berurutan, yang penting dikerjakan selama 6 hari dalam bulan Syawal

-    Puasa ayyamul bidh

Ayyamul Bidh secara bahasa berarti hari-hari yang cerah. Kata 'ayyam' berasal dari bahasa Arab dan merupakan bentuk jamak dari kata yaum. Lebih lanjut, 'bidh' berarti cerah atau putih.
Puasa ini dilakukan pada tanggal 13, 14, dan 15 bulan Hijriah
Dalil:

Kekasihku (yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga nasihat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati: 1. berpuasa tiga hari setiap bulannya, 2. mengerjakan sholat dhuha, 3. mengerjakan sholat witir sebelum tidur.(HR Bukhari no. 1178)

-    Puasa Daud

 Puasa Daud merupakan salah satu amalan yang diajarkan Nabi Daud AS untuk menyempurnakan ketakwaan terhadap Allah SWT. Puasa ini dilakukan secara selang-seling, yaitu sehari berpuasa dan sehari lagi berbuka

Puasa Daud tergolong ke dalam puasa sunah yang paling utama, sebagaimana diungkapkan dalam hadis Rasulullah SAW. Hadis tersebut berbunyi:

"Tidak ada puasa yang lebih utama dari puasa Daud. Puasa Daud berarti sudah berpuasa separuh tahun karena sehari berpuasa dan sehari tidak berpuasa." (HR. Bukhari dan Muslim).

 

- Puasa Arafah 9 dzulhijah

Puasa Arafah adalah puasa umat Islam pada Hari Arafah, yaitu hari kesembilan dari bulan Zulhijah. Puasa ini sangat dianjurkan bagi umat muslim yang tidak pergi haji

Kemudian, anjuran mengenai puasa Arafah diriwayatkan dari Abu Qatadah RA, beliau berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, "Sesungguhnya berpuasa pada hari Arafah itu bisa menebus dosa-dosa selama dua tahun, yakni dosa-dosa tahun yang telah lewat dan dosa-dosa tahun yang akan datang," (HR semua ahli hadits, kecuali Bukhari dan Tirmidzi).

-    Puasa Tasua 9 Muharam dan Asyuro 10 Muharram

Puasa Tasua dan Asyura adalah dua ibadah saum sunah selama bulan Muharam. Puasa Tasua jatuh pada 9 Muharam, sedangkan Puasa Asyura jatuh pada 10 Muharam dalam kalender Hijriah. Meskipun hanya dua hari, kedua puasa tersebut memiliki keutamaan yang cukup besar.

Ada banyak keutamaan puasa Asyura yang bisa didapatkan, salah satunya diampuni dosa-dosa kecil pada setahun yang telah berlalu

 

 

12. Zakat (arti zakat, zakat fitrah, zakat maal, fidyah)

Arti zakat

Menurut istilah, zakat adalah sebutan atas segala sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai kewajiban kepada Allah SWT, kemudian diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Zakat merupakan salah satu kewajiban seorang muslim yang harus dipenuhi untuk mensucikan harta dan jiwa. Namun, untuk memenuhi kewajiban ini tidak boleh sembarangan karena ada ketentuan yang berdasarkan jenis zakatnya.

 

Apa saja jenisnya dan bagaimana cara membayarnya?

1. Zakat Fitrah

Zakat fitrah merupakan kewajiban yang harus dibayarkan setiap setahun sekali pada awal bulan Ramadan hingga batas akhir sebelum dimulainya salat Idul Fitri. Meskipun menjadi kewajiban, zakat ini hanya diperuntukkan bagi orang yang sudah mampu.

Adapun jumlah yang harus dibayarkan sebagai zakat fitrah adalah 2,5 kg atau 3,5 liter beras per kepala. Untuk nilai rupiahnya bisa berubah-ubah sesuai aturan yang berlaku

 

2. Zakat Mal

Dikenal juga sebagai zakat harta, zakat mal merupakan zakat atas uang, emas, maupun aset berharga yang dimiliki dan disewakan seseorang. Syaratnya, harta yang dimiliki sumbernya halal, memenuhi batas minimum, dan telah dimiliki selama satu tahun.

Jadi, misalkan seorang muslim memiliki kekayaan atau harta minimal Rp100 juta dan mengendap selama setahun, maka wajib membayar zakat. Adapun besaran zakat yang harus dibayarkan adalah 2,5% yang dikalikan dengan jumlah harta yang disimpan.


Hukum zakat mal yakni wajib, bagi orang yang memenuhi sejumlah syaratnya. Terdapat lima syarat atas zakat mal; beragama Islam, merdeka (bukan hamba sahaya), punya harta benda yang melebihi kebutuhan pokok, harta yang dimiliki sampai pada nisabnya (kadar ukuran minimal yang mewajibkan zakat), dan telah mencapai haul (waktu kepemilikan harta itu sudah sampai satu tahun).

 

Macam-macam Zakat Mal
Masih dari buku Fiqih Sunnah dan Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari, ada sejumlah jenis zakat mal berdasarkan harta yang wajib dizakati:
1. Zakat Emas dan Perak
Apabila emas dan perak yang dimiliki telah mencapai haul (satu tahun) dan nisabnya, maka telah wajib dikeluarkan zakatnya. Adapun nisab emas sebesar 85 gram emas, sementara nisab perak sebanyak 595 gram perak. Dan muslim harus mengeluarkan zakat sejumlah 2,5% dari harta emas dan perak yang dimiliki.
Yang menjadi dalil wajibnya berzakat emas dan perak adalah Surat At-Taubah ayat 34-35: "...Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, tetapi tidak menginfakkannya di jalan Allah, berikanlah kabar 'gembira' kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih pada hari ketika (emas dan perak) itu dipanaskan dalam neraka Jahanam lalu disetrikakan (pada) dahi, lambung, dan punggung mereka (seraya dikatakan), "Inilah apa (harta) yang dahulu kamu simpan untuk dirimu sendiri (tidak diinfakkan). Maka, rasakanlah (akibat dari) apa yang selama ini kamu simpan."

2. Zakat Hewan Ternak
Binatang ternak yang dipelihara dan telah mencapai nisab serta haulnya, tidak cacat, tidak tua, dan tidak sedang hamil, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Yang termasuk hewan ternak yang dizakati, yakni unta, sapi, kambing dan domba.
Apabila mencapai haul dan nisab maka;
1) Unta nisabnya lima ekor, dan wajib mengeluarkan seekor kambing. Jika punya 10 ekor unta, maka dizakati dua ekor kambing. Begitu seterusnya dengan kelipatan bertambah lima unta, maka bertambah satu ekor kambing yang wajib dizakati.
2) Sapi nisabnya 30 ekor, maka harus dikeluarkan seekor anak sapi yang berumur satu tahun. Jika punya sapi sebanyak 40 ekor, maka dikeluarkan zakatnya sebesar seekor anak sapi berumur dua tahun.
3) Kambing (termasuk domba) nisabnya 40 ekor, mesti dikeluarkan zakat satu ekor kambing. Bila jumlahnya 121 ekor kambing, maka zakatnya adalah dua ekor kambing. Jika jumlah kambing sebanyak 201 ekor, maka keluarkan zakat tiga ekor kambing. Kemudian setiap bertambah 100 ekor kambing, maka zakatnya bertambah satu kambing.

3. Zakat Pertanian
Yakni zakat yang dikeluarkan dari hasil pertanian, berupa biji-bijian, buah-buahan, yang bisa dimakan, yang bisa disimpan, yang bisa ditakar, awet serta kering. Contoh pertanian yang termasuk zakat ini adalah padi, jagung, gandum, dan yang dapat dijadikan makanan pokok.
Terdapat dua jenis zakat pertanian; 1) Jika bertani dengan tanaman yang diairi dengan air hujan, maka zakat yang dikeluarkannya sebesar 10%, 2) Bila tanamanya diari dengan peralatan (oleh pengairan manusia), zakat yang dikeluarkan sebanyak 5%.
Syarat hasil pertanian yang wajib dizakati, yakni jika mencapai haul, dan nisabnya yang sebesar 652,8 kg. Zakat pertanian dikeluarkan ketika masa panen tiba dan hasil bersih (setelag dihitung biaya pengelolaan untuk menanam dan memanen). Dianjurkan juga untuk menzakati harta yang berkualitas baik.
Surat Al-An'am ayat 141 menjadi dalil untuk mengeluarkan zakat hasil pertanian: "...dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya..."
Juga Surat Al-Baqarah ayat 267: "Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu..."

4. Zakat Perniagaan
Zakat perniagaan disebut juga zakat perdagangan, yakni zakat yang wajib dikeluarkan dari harta atau benda selain emas dan perak yang murni untuk diperjualbelikan, baik secara pribadi maupun secara berkelompok (CV, PT dan sejenisnya) yang bertujuan mendapatkan keuntungan.
Muslim yang punya harta perniagaan yang jumlahnya mencapai nisab dan haul, hendaklah ia menilai harganya pada akhir tahun dan mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dari nilai tersebut.
Wajibnya zakat perdagangan telah disepakati jumhur ulama, berdasarkan sejumlah dalil. Seperti dalam riwayat Samurah bin Jundub yang berkata, "Ammaa ba'du, sesungguhnya Nabi SAW memerintahkan kepada kami untuk mengeluarkan zakat dari harta yang kami persiapkan untuk jual beli." (HR Abu Dawud [211-212] & Baihaqi [1178])
Ayah Abu Amr bin Hammas mengatakan, "Suatu saat aku menjual kulit dan tempat anak panah. Umar bin Khattab lewat di depanku, lanta ia berujar, 'Bayarlah zakat barang-barang ini.' Aku berkata, 'Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya barang tersebut hanyalah kulit.' Umar berkata, 'Nilailah (harganya), kemudian keluarkan zakatnya.'" (Riwata Daruquthni [13])

5. Zakat Temuan/Rikaz dan Barang Tambang
Rikaz adalah barang atau harta yang terpendam di dalam bumi selama bertahun-tahun tanpa kesulitan untuk menggalinya dan ditemukan dengan tidak sengaja, baik yang berada di wilayah miliknya (tanah rumahnya) maupun di wilayah yang tidak ada pemiliknya. Rikaz dikenal pula dengan harta karun.
Zakat yang wajib dikeluarkan dari barang temuan ini sebesar seperlima atau 20% dari jumlah keseluruhan harta yang ditemukan pada saat itu juga. Dalam zakat rikaz tidak ada syarat nisab dan haul, karena rikaz dapa ditemukan kapan pun dan di mana pun tanpa disengaja.
Adapun barang tambang juga wajib dikeluarkan zakatnya seperti rikaz. Barang tambang di sini berupa padatan emas, perka, besi, tembaga dan sejenisnya, sementara barang tambang yang cair seperti minyak bumi, aspal dan lainnya.
Besaran zakat yang dikeluarkan untuk barang tambang, ulama katakan sama dengan rikaz yakni 20%. Sementara ulama lainnya berpendapat barang tambang besi atau sejenisnya wajib dikeluarkan sebesar 2,5%, disamakan dengan zakat emas dan perak. Dalam zakat barang tambang, tidak ada hitungan haul.

6. Zakat Investasi
Yakni zakat yang dikeluarkan dari harta hasil investasi, di antaranya berupa bangunan, penyewaan, saham, rental mobil, dan lainnya. Jika hasil investasi, modalnya tidak bergerak dan tidak memengarui hasi; produksi, maka zakatnya mendekati zakat pertanian.
Harta yang dikeluarkan dari zakat investasi adalah pendapatan bersih dari hasil investasi itu sendiri, setelah dikurangi biaya kebutuhan pokok sehari-hari.
Kadar zakat investasi yang dikeluarkan sebesar 5-10%, disamakan dengan zakat pertanian. Nisab zakat ini yakni total penghasilan bersih selama satu tahun.

7. Zakat Tabungan atau Simpanan
Adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil simpanan harta selama satu tahun dan telah mencapai nisab. Tabungan di sini juga bisa berupa deposito dan sejenisnya.
Zakat tabungan disamakan dengan zakat emas dan perak. Pembayaran zakat ini dilakukan saat sudah mencapai haul dan dengan nisab 85 gram, sehingga kadar zakat yang dikeluarkan sebanyak 2,5%.
Apabila barang simpanannya berupa berlian dan permata, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya lantaran tidak termasuk kategori wajib dizakati. Namun jika benda ini diperjualbelikan maka hasil penjualannya harus dizakati, dengan syarat terpenuhi nisab dan haulnya.

8. Zakat Profesi atau Penghasilan
Merupakan zakat yang dikeluarkan dari hasil pendapatan yang diperoleh jasa atau profesi yang digeluti setelah mencapai nisab. Contoh profesi di sini seperti dokter, konsultan, karyawan, pejabat, dan lainnya.
Penghasilan daru profesi biasanya berupa uang Oleh karena itu, zakat pendapatan disamakan dengan zakat emas dan perak. Sehingga kadar zakat profesi sebesar 2,5%.

 

 

Menghitung Zakat Penghasilan, Bruto Atau Netto ?

Zakat penghasilan atau zakat profesi ( al mal al- mustafad ) adalah zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian professional tertentu, baik yang dilakukan sendirian maupun bersama orang/ lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan ( uang ) halal yang memenuhi nisab ( batas minimum untuk wajib zakat ). Contohnya adalah pejabat, pegawai negeri atau swasta, dokter, konsultan, advokat, dosen, makelar, seniman dan sejenisnya.

Hukum zakat penghasilan. Mayoritas ulama’ Madzhab empat tidak mewajibkan zakat penghasilan pada saat menerima kecuali sudah mencapai nisab dan setahun (haul). 

Majelis Tarjih Muhammadiyah

Musyawarah Nasional Tarjih XXV yang berlangsung pada tanggal 3 – 6 Rabiul Akhir 1421 H bertepatan dengan tanggal 5 – 8 Juli 2000 M bertempat di Pondok Gede Jakarta Timur dan dihadiri oleh anggota Tarjih Pusat.

Lampiran 2

Keputusan Munas Tarjih XXV

Tentang Zakat Profesi dan Zakat Lembaga

  1. Zakat Profesi
  2. Zakat Profesi hukumnya wajib.
  3. Nisab Zakat Profesi setara dengan 85 gram emas 24 karat
  4. Kadar Zakat Profesi sebesar 2,5 %

 

Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) termasuk ke dalam barisan pendukung zakat profesi. Dalam fatwa MUI 7 Juni tahun 2003 disebutkan bahwa :
Semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram.
1. Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup nishab.

2. Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun; kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.

 

Kapan saat pengeluaran zakat profesi dilakukan. Ada 3 pendapat:

1. Pendapat ulama As-Syafi’i dan Ahmad memberikan syarat haul, menghitung dari kekayaan yang didapat selama satu tahun

2. Pendapat ulama Abu Hanafi, Malik dan Ulama Modern mensyaratkan haul (sudah cukup setahun) dan dihitung dari awal dan akhir harta tersebut diperoleh, setelah masa satu tahun harta dijumlahkan sehingga wajib mengeluarkan zakatnya kalau sudah mencapai nisabnya;

3. Kemudian untuk pendapat ulama modern seperti Yusuf Qaradhawi tidak memberikan syarat akan haul, tetapi zakat dikeluarkan langsung waktu mendapatkan harta tersebut.

 Cara perhitungan ada 2 pendapat:
1. Menggunakan nishab 85 gram emas 
Kalkulator zakat: https://www.rumahzakat.org/kalkulator-zakat

2. Menggunakan nishab 522 kg beras
Kalkulator zakat: https://zakat.or.id/kalkulatorzakat/

Ada tiga wacana tentang bruto atau netto.                       

BRUTO ATAU NETTO

Dalam buku fiqh zakat karya Dr. Yusuf al-Qardlawi. Bab zakat profesi dan penghasilan, dijelaskan tentang cara mengeluarkan zakat penghasilan. Kalau kita klasifikasikan ada tiga wacana :

Dihitung dari penghasilan bruto

Yaitu mengeluarkan zakat penghasilan kotor. Artinya, zakat penghasilan yang mencapai nisab 85 gram emas dalam jumlah setahun ( nisab menurut Prof. Dr. Yusuf al- Qardlowi ), dikeluarkan 2,5 % langsung ketika menerima sebelum dikurangi apapun. Jadi kalau dapat gaji atau honor dan penghasilan lainnya dalam sebulan mencapai 2 juta X 12 bulan = 24 juta, berarti dikeluarkan langsung 2,5% dari 2 juta tiap bulan= 50 ribu atau dibayar diakhir tahun = 600 ribu. Hal ini berdasarkan pendapat Az- Zuhri dan ‘ Auzai’, beliau menjelaskan : “ bila seorang memperoleh penghasilan dan ingin membelanjakan sebelum bulan wajib zakat  datang, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat itu terlebih dahulu dari membelanjakannya “ ( ibnu Abi Syaibah, Al- mushannif. 4/ 30 ).

Dan juga menqiyaskan dengan beberapa harta zakat yang langsung dikeluarkan tanpa dikurangi apapun, seperti zakat ternak, emas perak, ma’dzan dan rikaz.

Dipotong Operasional Kerja

Yaitu setelah menerima penghasilan gaji atau honor, maka dipotong dahulu dengan biaya operasional kerja. Contonnya, seorang yang mendapat gaji 2 juta sebulan, dikurangi biaya  transport dan konsumsi harian di tempat kerja sebanyak Rp. 500 ribu. Sisa Rp. 1.500.000, maka zakatnya dikeluarkan 2,5 % dari Rp. 1.500.000,- yaitu Rp. 37.500,-.

Hal ini menganalogikan dengan zakat hasil bumi dan kurma serta sejenisnya. Bahwa biaya dikeluarkan lebih dahulu baru zakat dikeluarkan dari sisanya. Ini adalah pendapat ‘ Atho’ dan lainnya. Dari itu zakat hasil bumi ada perbedaan prosentase zakat antara yang diairi dengan hujan yaitu 10% dan melalui irigasi 5%.

Dihitung dari penghasilan Netto atau Zakat bersih

Yaitu mengeluarkan zakat dari harta yang masih mencapai nisab setelah dikurangi untuk kebutuhan pokok sehari- hari, baik pangan, papan, hutang dan kebutuhan pokok lainnya untuk keperluan dirinya, keluarga dan yang menjadi tanggungannya. Jika penghasilan setelah dikurangi kebutuhan pokok masih mencapai nisab, maka wajib zakat. Tapi kalau tidak mencapai nisab maka tidak wajib zakat, karena dia bukan termasuk Muzakki ( orang yang wajib zakat ) bahkan menjadi mustahiq ( orang yang berhak menerima zakat ) karena sudah menjadi miskin dengan tidak cukupnya penghasilan terhadap kebutuhan pokok sehari- hari.

Hal ini berdasarkan hadist riwayat imam Al- bukhori dari Hakim bin Hizam bahwa Rasullah SAW bersabda “ … dan paling baiknya zakat itu dikeluarkan dari kelebihankebutuhan…”. ( lihat Dr. Yusuf Al- Qardlawi. Fiqh zakat. 486 ).

 

Golongan Penerima Zakat

Menunaikan zakat tidak bisa sembarangan. Orang yang membayar zakat atau disebut juga dengan muzakki, tidak bisa sembarangan menyalurkan hartanya. Hanya orang-orang yang termasuk dalam golongan penerima zakat (mustahik) sajalah yang berhak. 

Hal ini sudah dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam QS. At-Taubah ayat 60, yang artinya sebagai berikut:

"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah." (QS. At-Taubah ayat 60)

1. Fakir

Golongan pertama yang berhak menerima zakat adalah fakir. 

Yang termasuk golongan fakir adalah orang yang tidak memiliki harta dan penghasilan sehingga tidak mampu atau sulit memenuhi kebutuhan pokok hariannya. Oleh karena itu, zakat bermanfaat baginya untuk dapat memenuhi kebutuhan pokoknya.

2. Miskin

Golongan kedua adalah miskin. Hampir sama dengan fakir, golongan ini juga termasuk yang sulit memenuhi kebutuhan. Namun bedanya, golongan miskin memiliki penghasilan. Meskipun demikian, ia masih sulit untuk memenuhi kebutuhannya.

3. Amil

Golongan berikutnya yang berhak menerima zakat adalah amil. Amil adalah orang yang mengurus zakat, dari mulai penerimaan hingga penyalurannya. 

Untuk menjadi amil zakat, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi individu tersebut. Beberapa diantaranya adalah merupakan seorang muslim, sudah baligh, dan memiliki sifat jujur. Cakupan pekerjaannya berkaitan dengan mengelola, mendistribusikan, mengumpulkan, dan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat.

4. Mualaf

Mualaf adalah orang yang baru memeluk agama Islam. Zakat berfungsi untuk menyenangkan hatinya, dimana bisa saja seorang mualaf tersebut ditinggalkan keluarga atau pekerjaannya sehingga berpengaruh ke kondisi ekonominya.

5. Riqab (Hamba sahaya/budak)

Golongan penerima zakat selanjutnya adalah riqab atau hamba sahaya. Hamba sahaya adalah korban perdagangan manusia, pihak yang ditawan oleh musuh Islam, serta orang yang terjajah dan teraniaya.

Pada zaman dahulu, banyak orang yang dijadikan budak oleh para saudagar kaya. Untuk meringankan beban dan penderitaannya, maka hamba sahaya dijadikan salah satu golongan yang berhak menerima zakat. Zakat ini dapat digunakan untuk menebus hamba sahaya agar dapat dimerdekakan.

6. Gharimin (Orang yang terjerat hutang)

Golongan berikutnya yang berhak menerima zakat adalah gharimin. Gharimin adalah orang yang terjerat utang karena bertahan hidup. Utang ini dapat disebabkan untuk kemaslahatan diri seperti mengobati penyakit, ataupun untuk kemaslahatan umum seperti membangun sarana ibadah dan tidak mampu membayarnya kembali saat jatuh tempo. Gharimin termasuk golongan penerima zakat agar dapat meringankan bebannya.

7. Fi Sabilillah (Orang yang berjihad)

Fi Sabilillah adalah orang yang sedang berjuang di jalan Allah, seperti berdakwah atau berjihad. Dalam menjalankan perjuangannya di jalan Allah ini tentunya banyak halang rintang yang dihadapi dan waktu yang diberikan. Oleh karena itu, Fi Sabilillah termasuk golongan yang berhak menerima zakat.

8. Ibnu Sabil (Musafir)

Golongan terakhir yang berhak mendapatkan zakat adalah ibnu sabil. Ibnu sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan atau yang biasa kita kenal dengan musafir. Lebih spesifik, musafir yang dimaksud adalah yang sedang dalam perjalanan menegakkan agama Islam, bukan untuk maksiat.

Musafir bisa saja kehabisan perbekalan di perjalanan. Oleh karena itu, golongan ini termasuk golongan yang berhak menerima zakat agar kebutuhannya dalam perjalanannya dapat terpenuhi.

 

Fidyah

Fidyah berasal dari kata fadaa yang artinya mengganti atau menebus. Berdasarkan istilah, fidyah merupakan harta benda yang dalam kadar tertentu, wajib diberikan kepada orang miskin sebagai pengganti ibadah yang ditinggalkan.

A. Kategori orang yang wajib membayar fidyah 

1. Orang tua renta

Untuk Kakek atau nenek tua renta yang tidak sanggup menjalankan puasa, tidak terkena tuntutan berpuasa. Kewajiban berpuasa diganti dengan membayar fidyah. Batasan tidak mampu menjalan puasa adalah sekiranya dengan dipaksakan berpuasa menimbulkan kepayahan (masyaqqah) yang memperbolehkan tayamum (Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 428).  

2. Orang sakit parah 

Orang sakit parah yang tidak ada harapan sembuh dan ia tidak sanggup berpuasa, tidak terkena tuntutan kewajiban puasa Ramadhan. Batasan tidak mampu berpuasa bagi orang sakit parah adalah sekiranya mengalami kepayahan apabila ia berpuasa, sesuai standar masyaqqah dalam bab tayamum (Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-Habib, juz 2, hal. 397).  

3. Wanita hamil atau menyusui  

Ibu hamil atau wanita yang tengah menyusui, diperbolehkan meninggalkan puasa bila ia mengalami kepayahan dengan berpuasa atau mengkhawatirkan keselamatan anak/janin yang dikandungnya. Dia wajib mengganti puasa yang ditinggalkan di kemudian hari, baik karena khawatir keselamatan dirinya atau anaknya. Mengenai kewajiban fidyah diperinci sebagai berikut:  

a) Jika khawatir keselamatan dirinya atau dirinya beserta anak /janinya, maka tidak ada kewajiban fidyah.   

b)  Jika hanya khawatir keselamatan anak/janinnya, maka wajib membayar fidyah.

4. Orang meninggal

Dalam fiqih Syafi’i, orang meninggal yang masih meninggalkan utang puasa dibagi menjadi dua:  

a) Tidak wajib difidyahi. Yaitu orang yang meninggalkan puasa karena uzur dan ia tidak memiliki kesempatan untuk mengqadha, semisal sakitnya berlanjut sampai mati. Sehingga tidak ada kewajiban bagi ahli waris perihal puasa yang ditinggalkan mayit, baik berupa fidyah atau puasa.  

b) Wajib difidyahi. Yaitu orang yang meninggalkan puasa tanpa uzur atau karena uzur namun ia menemukan waktu yang memungkinkan untuk mengqadha puasa. Sehingga wajib bagi ahli waris/wali mengeluarkan fidyah untuk mayit bagi setiap hari puasa yang ditinggalkan. Sementara biaya untuk pembayaran fidyah diambilkan dari harta peninggalan mayit. Menurut pendapat ini, puasa tidak boleh dilakukan dalam rangka memenuhi tanggungan mayit. Sedangkan menurut qaul qadim (pendapat lama Imam Syafi’i), wali/ahli waris boleh memilih di antara dua opsi, membayar fidyah atau berpuasa untuk mayit.  

Ketentuan ini berlaku apabila harta peninggalan mayit mencukupi untuk membayar fidyah puasa mayit, apabila tidak mencukupi wali/ahli waris tidak ada kewajiban untuk berpuasa maupun membayar fidyah bagi mayit, namun hukumnya sunah (Syekh Nawawi al-Bantani, Qut al-Habib al-Gharib, hal. 221-222).  

5. Orang yang mengakhirkan qadha Ramadhan  

Orang yang menunda-nunda qadha puasa Ramadhan padahal ia memungkinkan untuk segera mengqadha sampai datang Ramadhan berikutnya, maka ia berdosa dan wajib membayar fidyah. Fidyah ini diwajibkan sebagai ganjaran atas keterlambatan mengqadha puasa Ramadhan.  

 

B. Kadar dan Jenis Fidyah

Kadar dan jenis fidyah yang ditunaikan adalah satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Di Indonesia, makanan pokok bagi mayoritsnya adalah beras. Ukuran satu mud bila dikonversikan ke dalam hitungan gram adalah 675 gram atau 6,75 ons, Hal ini berpijak pada hitungan yang masyhur, di antaranya disebutkan oleh Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam kitab al-Fiqih al-Islami wa Adillatuhu. Sementara menurut hitungan Syekh Ali Jumah dalam kitab al-Makayil Wa al-Mawazin al-Syar’iyyah, satu mud adalah 510 gram atau 5, 10 ons.  

 

C. Alokasi Fidyah

Seperti yang tertera dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 184, 

“Wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang fakir atau miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” 

Syekh Khathib al-Syarbini menjelaskan:  

“Boleh mengalokasikan beberapa mud dari fidyah kepada satu orang, sebab masing-masing hari adalah ibadah yang menyendiri, maka beberapa mud diposisikan seperti beberapa kafarat, berbeda dengan satu mud (untuk sehari), maka tidak boleh diberikan kepada dua orang, sebab setiap mud adalah fidyah yang sempurna. Allah telah mewajibkan alokasi fidyah kepada satu orang, sehingga tidak boleh kurang dari jumlah tersebut”. (Syekh Khothib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2, hal. 176).  

 

 

D. Waktu Mengeluarkan Fidyah

1. Membayar fidyah, pada hari itu juga ketika dia tidak melaksanakan puasa atau diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan

2. Waktu akhir penunaian fidyah tidak dibatasi. Fidyah tidak mesti ditunaikan pada bulan Ramadhan, bisa pula ditunaikan bakda Ramadhan. Ayat yang mensyariatkan fidyah (QS. Al-Baqarah: 184) “tidaklah menetapkan waktu tertentu sebagai batasan. Fidyah ditunaikan sesuai kelapangan”.

 

E. Fidyah dengan Uang

Mayorits ulama mazhab empat, yaitu Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. Pendapat ini berargumen dengan nash syariat yang secara tegas memerintahkan untuk memberi makanan pokok kepada fakir/miskin, bukan memberi jenis lain.

Sedangkan menurut Hanafiyah, fidyah dapat dibayarkan dalam bentuk qimah (nominal uang) yang setara dengan makanan, sebagaimana dijelaskan dalam nash Al-Qur'an atau hadits. Ulama Hanafiyah cenderung memiliki pemahaman yang longgar terkait teks dalil agama yang mewajibkan memberi makan kepada fakir miskin. Menurutnya, tujuan pemberian makanan kepada fakir miskin adalah untuk memenuhi kebutuhannya, dan tujuan tersebut dapat dicapai dengan membayar qimah yang setara dengan makanan.  (Syekh Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqih Al-Islami Wa Adillatuhu, juz 9, hal. 7156).

 

 

 

13. Baca Qur’an (Pahala baca Quran, hukum baca Quran dengan tajwid, hukum mempelajari tajwid)

-    Hukum dan Pahala Membaca Al-Quran bagi Seorang Muslim

Hukum membaca Al-Quran bagi seorang muslim adalah wajib, hal ini juga dijelaskan dalam beberapa surat di dalam Alquran yang mengatakan bahwa membaca Quran adalah suatu kewajiban bagi seorang muslim.

Berikut ini beberapa ayat Al-Quran yang menjelaskan mengenai hukum membaca Al-Quran yang dikutip dari Al-Quran Online Kementreian Agama Republik Indonesia.

Dalil:

Artinya: "Bacalah Kitab (Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Ankabut: 45)

 

Artinya: "Dan bacakanlah (Muhammad) apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab Tuhanmu (Al-Qur'an). Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan engkau tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain kepada-Nya." (QS. Al-Kahfi: 27)

Pahala Membaca Al-Quran

Dikutip dari buku Matematika Pahala, Asrifin An Nakhrawie (2020: 56) pahala membaca Al-Quran bagi seorang muslim dijelaskan bahwa setiap hurufnya akan diganjar dengan sepuluh ganjaran. Tentu bisa dihitung sendiri berapa banyak pahala yang akan diterima jika satu kali bacaan saja kita membacanya satu halaman.

Rasulullah Saw pernah bersabda "Barangsiapa membaca satu huruf dari kita Allah SWT (Al-Quran) maka akan memperoleh satu kebaikan. Setiap satu kebaikan di balas dengan sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf tetapi alif satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf." (HR. At Tirmidzi)

Bagaimana hukum membaca Quran dengan Tajwid ?

Menurut istilah, tajwid adalah ilmu yang menjelaskan tentang hukum-hukum dan kaidah-kaidah yang menjadi landasan wajib ketika membaca Al-Qur'an, sehingga sesuai dengan bacaan Rasulullah SAW. Abu Nizhan dalam bukunya yang berjudul, Buku Pintar Al-Qur'an dijelaskan tajwid biasa disebut sebagai ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara mengucapkan kalimat-kalimat Al-Qur'an.

Selanjutnya, terkait dengan membaca Al-Qur'an dengan memperhatikan ilmu tajwid, Nabi Muhammad SAW bersabda,
Artinya: "Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya." (HR. Bukhari no. 5027)


- Hukum Mempelajari Ilmu Tajwid
Mengutip pada buku yang berjudul Metode Pengajaran Al-Qur'an dan Seni Baca Al-Qur'an dengan Ilmu Tajwid oleh Dr. Hj. Nur'aini, S.Ag., M.Ag., hukum untuk mempelajari ilmu tajwid adalah fardhu kifayah atau wajib dikuasai sekelompok masyarakat agar lestari ilmunya. Sedangkan untuk membaca Al-Qur'an yang sesuai dengan ilmu tajwid hukumnya adalah wajib 'ain atau kewajiban bagi tiap-tiap orang yang membaca Al-Qur'an dengan bertajwid.

Hukum mempelajari ilmu tajwid terbagi menjadi dua. Pertama, hukumnya sunnah bagi masyarakat umum. Kedua, hukumnya fardhu ain bagi masyarakat khusus (dalam hal ini bagi orang yang belajar mengajar Alquran).

Karenanya di setiap kota atau daerah harus ada sekelompok orang yang mempelajari ilmu tajwid dan mengajarkan kepada masyarakat. Jika tidak ada satu orangpun yang mempelajari ilmu tajwid di daerah tersebut, maka seluruh penduduknya berdosa.

Hal tersebut sebagaimana dengan firman Allah SWT sebagai berikut:
Artinya: "Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan tartil." (QS. Al-Muzammil: 4)

Berapa kali frekuensi /khatam baca Al Quran?

Dahulu para ulama salaf rahimahumullah mempunyai semangat tinggi yang berbeda-beda, di antara mereka ada yang mengkhatamkan setiap hari sekali. Ada yang tiga hari, ada yang sepekan dan ada yang mengkhatamkan setiap bulan sekali. Bisa jadi mengkhatamkan sebulan sekali termasuk semangat yang paling rendah. Seyogyanya seorang muslim jangan berkurang darinya. Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada Abdullah bin Amr bin Ash, “Bacalah Al-QUr’an pada setiap bulan.” (HR. Bukhari, no. 5052. Bab Fi Kam Yaqraul Qur’an/berapa kali membaca Al-Qur’an, dan Muslim, no. 1159)

Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan, “Seorang muslim yang ingin selamat, hendaknya melakukan sesuatu yang diharapkan dapat mengalahkan dosa  dan kesalahannya. Hendaknya dia membiasakan membacaan Al-Qur’an dan dapat mengkhatamkan setiap bulan sekali. Kalau dapat menghatamkan kurang dari itu, maka hal itu lebih bagus." (Rasail Ibnu Hazm, 3/150)

Bahkan para ahli fiqih Hanbali menegaskan "Makruh mengakhirkan khatam Al-Qur’an lebih dari empat puluh hari tanpa uzur. Ahmad berkata, “Yang paling sering saya dengar, hendaknya seseorang mengkhatamkan Al-Qur’an dalam empat puluh hari. Karena hal itu (tidak khatam lebih dari empat puluh hari) dapat melupakannya dan meremehkannya." (Kasysyaful Qana, 1/430)

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar