Hukum
Mencukur Dan Memelihara Jenggot
Para ‘ulama berbeda pendapat mengenai hukum memotong sebagian
jenggot. Sebagian besar ‘ulama memakruhkan, sebagian lagi membolehkannya
(lihat Ibn ‘Abd
al-Barr, al-Tamhîd, juz 24,
hal. 145). Salah seorang ‘ulama yang membolehkan memotong sebagian jenggot
adalah Imam Malik, sedangkan yang memakruhkan adalah Qadliy ‘Iyadl.
Untuk menarik hukum mencukur jenggot dan memelihara jenggot
harus diketengahkan terlebih dahulu hadits-hadits yang berbicara tentang
pemeliharaan jenggot dan pemangkasan jenggot. Berikut ini adalah
riwayat-riwayat yang berbicara tentang masalah pemeliharaan jenggot.
Imam Bukhari mengetengahkan
sebuah riwayat dari Ibnu ‘Umar, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:
“Berbedalah kalian dengan
orang-orang musyrik, panjangkanlah jenggot dan pendekkanlah kumis. Adalah Ibnu
‘Umar, jika ia menunaikan haji atau umrah, maka ia menggenggam jenggotnya, dan
memotong kelebihannya.”
Imam Muslim juga
meriwayat hadits yang isinya senada dengan riwayat Imam Bukhari dari Ibnu
‘Umar, namun dengan menggunakan redaksi yang lain:
“Berbedalah kalian dengan
orang-orang musyrik, pendekkanlah kumis, dan panjangkanlah jenggot.”
Riwayat-riwayat sama juga diketengahkan oleh Abu Dawud, dan lain
sebagainya. Imam
An-Nawawi, dalam Syarah Shahih Muslimmenyatakan,
bahwa dhahir hadits di atas adalah
perintah untuk memanjangkan jenggot, atau membiarkan jenggot tumbuh panjang
seperti apa adanya. Qadliy
Iyadl menyatakan:
“Hukum
mencukur, memotong, dan membakar jenggot adalah makruh. Sedangkan memangkas
kelebihan, dan merapikannya adalah perbuatan yang baik. Dan membiarkannya
panjang selama satu bulan adalah makruh, seperti makruhnya memotong dan mengguntingnya.[/i]”
(Imam An-Nawawi, Syarah
Shahih Muslim, juz 3, hal. 151).
Menurut Imam
An-Nawawi, para ‘ulama berbeda pendapat, apakah satu bulan itu
merupakan batasan atau tidak untuk memangkas jenggot (lihat juga
penuturan Imam
Ath-Thabari dalam masalah ini; al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath
al-Bârî, juz 10, hal. 350-351).
Sebagian ‘ulama tidak memberikan batasan apapun. Namun mereka
tidak membiarkannya terus memanjang selama satu bulan, dan segera memotongnya
bila telah mencapai satu bulan.
Imam Malik memakruhkan
jenggot yang dibiarkan panjang sekali. Sebagian ‘ulama yang lain berpendapat
bahwa panjang jenggot yang boleh dipelihara adalah segenggaman tangan. Bila ada
kelebihannya (lebih dari segenggaman tangan) mesti dipotong. Sebagian lagi
memakruhkan memangkas jenggot, kecuali saat haji dan umrah saja (lihat Imam An-Nawawi, Syarah
Shahih Muslim, hadits no. 383; dan lihat juga Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath
al-Bârî, hadits. No. 5442).
Menurut Imam
Ath-Thabari, para ‘ulama juga berbeda pendapat dalam menentukan
panjang jenggot yang harus dipotong. Sebagian ‘ulama tidak menetapkan panjang
tertentu, akan tetapi dipotong sepantasnya dan secukupnya. Imam Hasan Al-Bashri biasa
memangkas dan mencukur jenggot, hingga panjangnya pantas dan tidak merendahkan
dirinya.
Dari ‘Atha dan ‘ulama-‘ulama lain, dituturkan bahwasanya
larangan mencukur dan menipiskan jenggot dikaitkan dengan tasyabbuh,
atau menyerupai perbuatan orang-orang kafir yang saat itu biasa memangkas
jenggot dan membiarkan kumis. Pendapat ini dipilih oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar.
Sedangkan Imam
An-Nawawi menyatakan, bahwa yang lebih tepat adalah
membiarkan jenggot tersebut tumbuh apa adanya, tidak dipangkas maupun dikurangi
(Imam An-Nawawi, Syarah
Shahih Muslim, juz 3, hal. 151).
Pendapat Imam An-Nawawi ini disanggah oleh Imam Al-Bajiy.
Beliau menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan memanjangkan jenggot adalah bukan
membiarkan jenggot panjang seluruhnya, akan tetapi sebagian jenggot saja.
Sebab, jika jenggot telah tumbuh lebat lebih utama untuk dipangkas sebagiannya,
dan disunnahkan panjangnya serasi. Imam At-Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits
dari ‘Amru bin Syu’aib, dari bapaknya dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah Saw
memangkas sebagian dari jenggotnya, hingga panjangnya sama. Diriwayatkan juga,
bahwa Abu Hurairah dan Ibnu ‘Umar memangkas jenggot jika panjangnya telah
melebihi genggaman tangan. Ini menunjukkan, bahwasanya jenggot tidak dibiarkan
memanjang begitu saja –sebagaimana pendapat Imam An-Nawawi–, akan tetapi boleh
saja dipangkas, asalkan tidak sampai habis, atau dipangkas bertingkat-tingkat (Imam Zarqâniy, Syarah
Zarqâniy, juz 4, hal. 426).
Al-Thaiyyibiy melarang
mencukur jenggot seperti orang-orang A’jam (non
muslim) dan menyambung jenggot seperti ekor keledai. Al-Hafidz Ibnu Hajar melarang
mencukur jenggot hingga habis (Ibid, juz 4, hal. 426).
Kami berpendapat bahwa memangkas sebagian jenggot hukumnya
adalah mubah. Sedangkan mencukurnya hingga habis hukumnya adalah makruh tidak
sampai ke derajat haram. Adapun hukum memeliharanya adalah sunnah (mandub).
[Syamsuddin Ramadhan]
Ulama
Syafi’iyah Mengharamkan Memangkas Jenggot
Bahasan berikut adalah berisi
penjelasan mengenai haramnya memangkas jenggot bahkan hal ini disuarakan oleh
ulama Syafi’iyah yang jadi rujukan Kyai atau Ulama di negeri kita. Simak dalam
tulisan sederhana berikut.
Bukti Perintah
Memelihara Jenggot dalam Hadits
Hadits
pertama, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَحْفُوا الشَّوَارِبَ
وَأَعْفُوا اللِّحَى
“Potong pendeklah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.”
Dalam lafazh lain,
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ
أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى
“Selisilah orang-orang musyrik. Potong pendeklah kumis dan
biarkanlah jenggot.”
Dalam
lafazh lainnya lagi,
أَنَّهُ أَمَرَ بِإِحْفَاءِ
الشَّوَارِبِ وَإِعْفَاءِ اللِّحْيَةِ
“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memotong
pendek kumis dan membiarkan (memelihara) jenggot.”[1]
Hadits kedua, dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا
اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ
Hadits ketiga, dari
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْهَكُوا الشَّوَارِبَ ،
وَأَعْفُوا اللِّحَى
Hadits keempat, dari
Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ ،
وَفِّرُوا اللِّحَى ، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
Ulama besar Syafi’iyah, Imam
Nawawi rahimahullah mengatakan,
“Kesimpulannya ada lima riwayat yang menggunakan lafazh,
أَعْفُوا وَأَوْفُوا وَأَرْخُوا
وَأَرْجُوا وَوَفِّرُوا
Semua lafazh tersebut bermakna
membiarkan jenggot sebagaimana adanya.”[5] Artinya
menurut Imam Nawawi merapikan atau memendekkan jenggot pun tidak dibolehkan.
Alasan
Terlarang Memangkas
Jenggot
Berikut adalah beberapa alasan
lainnya mengapa jenggot dilarang dipangkas dan tetap harus dibiarkan
sebagaimana adanya.
Pertama: Mencukur
jenggot termasuk tasyabbuh (menyerupai) orang kafir, sebagaimana sabda Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah lewat,
جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا
اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ
“Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (perihalah) jenggot dan
selisilah Majusi.”
Kedua: Mencukur
jenggot termasuk tasyabbuh (menyerupai) wanita. Kita ketahui bersama bahwa
secara normal, wanita tidak berjenggot. Sehingga jika ada seorang pria
yang memangkas jenggotnya hingga bersih, maka dia akan serupa dengan
wanita.[6] Padahal
dalam hadits disebutkan,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang
menyerupai wanita.”[7] Imam
Al Ghozali berkata, “Dengan jenggot inilah yang membedakan pria dari wanita.”[8]
Ketiga: Mencukur
jenggot berarti telah menyelisihi fitroh manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ
الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ
الأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ
وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ
“Ada sepuluh macam fitroh, yaitu memendekkan kumis, memelihara
jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung), memotong kuku,
membasuh persendian, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, istinja’
(cebok) dengan air.”[9]
Di antara definisi fitroh adalah
ajaran para Nabi, sebagaimana yang dipahami oleh kebanyakan ulama.[10]Berarti memelihara jenggot termasuk ajaran para
Nabi. Kita dapat melihat pada Nabi Harun yang merupakan Nabi Bani Israil.
Dikisahkan dalam Surat Thaha bahwa beliau memiliki jenggot. Allah Ta’ala berfirman,
قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لَا
تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلَا بِرَأْسِي
“Harun menjawab’ “Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang jenggotku
dan jangan (pula) kepalaku.“ (QS. Thaha: 94). Dengan demikian, orang
yang memangkas jenggotnya berarti telah menyeleweng dari fitroh manusia yaitu
menyeleweng dari ajaran para Nabi ‘alaihimush sholaatu was salaam.
Bukti
dari Ulama Syafi’iyah
Imam Asy Syafi’i dalam Al Umm berpendapat
bahwa memangkas jenggot itu diharamkan sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Ar
Rif’ah ketika menyanggah ulama yang mengatakan bahwa mencukur jenggot hukumnya
makruh. Begitu pula Az Zarkasyi dan Al Hulaimiy dalam Syu’abul Iman menegaskan
haramnya memangkas jenggot. Juga Ustadz Al Qoffal Asy Syasyi dalam Mahasinus Syari’ah mengharamkan
memangkas jenggot. [11]
Sebagaimana dinukil sebelumnya,
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan,
“Kesimpulannya ada lima riwayat yang menggunakan lafazh “أَعْفُوا وَأَوْفُوا وَأَرْخُوا وَأَرْجُوا وَوَفِّرُوا”. Semua lafazh ini bermakna membiarkan jenggot
tersebut sebagaimana adanya.”[12] Artinya
jenggot dibiarkan lebat dan tidak dipangkas sama sekali.
Mengenai hadits perintah
memelihara jenggot dalam hadits Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamkatakan “خَالَفُوا الْمُشْرِكِينَ”
(selisilah orang-orang musyrik). Dan dalam riwayat Muslim disebut“خَالَفُوا الْمَجُوس”
(selisilah Majusi). Jadi yang dimaksud adalah orang Majusi dalam hadits
Ibnu ‘Umar. Ibnu Hajar rahimahullah katakan
bahwa dahulu orang Majusi biasa memendekkan jenggot mereka dan sebagian mereka
memangkas jenggotnya hingga habis.[13]
Bahkan Ibnu Hazm rahimahullah menyatakan
adanya ijma’ (kesepakatan ulama) akan haramnya memangkas jenggot. Beliau
mengatakan,
واتفقوا أن حلق جميع اللحية مثلة
لا تجوز
“Para ulama sepakat bahwa
memangkas habis jenggot tidak dibolehkan.”[14]
Wallahu waliyyut taufiq.
Cuplikan dari buku penulis “Mengikuti Ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Bukanlah Teroris” yang akan diterbitkan oleh Pustaka
Muslim-Jogja, insya Allah.
Panggang-Gunung Kidul, 13 Jumadats
Tsaniyah 1432 H
[1] HR. Muslim no. 259
[2] HR.
Muslim no. 260
[3] HR.
Bukhari no. 5893
[4] HR.
Bukhari no. 5892
[5] Al
Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/151
[6] Hal
ini tidak menunjukkan bahwa orang yang tidak memiliki jenggot -secara alami-
menjadi tercela. Perlu dipahami bahwa hukum memelihara jenggot ditujukan bagi
orang yang memang ditakdirkan memiliki jenggot.
[7] HR.
Bukhari no. 5885.
[8] Ihya’
Ulumuddin, 1/144.
[9] HR.
Muslim no. 261.
[10] Lihat
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/147-148
[11] Lihat
I’anatuth Tholibin, 2/386.
[12] Al
Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/151.
[13] Fathul
Bari, 10/349.
[14] Marotibul
Ijma’, 157.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar