Hukum ziarah kubur bagi
wanita
Mengenai
hukum ziarah kubur bagi wanita, berikut saya kutip dari rubrik tanya jawab di
situs eramuslim.com
Pendapat Ulama Tentang Hukum
Wanita Berziarah Kubur
Dari ibnu Buraidah dari ayahnya berkata,”Rasulullah saw
bersabda,’Aku pernah melarang kalian dari berziarah kubur maka ziarahilah.”
(HR. Muslim).
Didalam riwayat Abu Daud ditambahkan,”..Sesungguhnya ia adalah
peringatan.” Didalam riwayat al Hakim disebutkan,”Ia (Ziarah kubur) melunakkan
hati, mengucurkan air mata, maka janganlah berkata kotor.” sedang didalam
riwayat Tirmidzi disebutkan,”Maka sesungguhnya ia mengingatkan akherat.” Ia
mengatakan,’Hadits Buraidah adalah hadits Hasan Shohih)
Para ulama bersepakat bahwa diperbolehkan bagi kaum laki-laki
untuk berziarah kubur. Adapun bagi kaum wanita maka terjadi perbedaan pendapat
dikalangan para ulama :
1. Haram secara mutlak, baik menimbulkan fitnah, kemudharatan
atau tidak, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas
berkata,”Rasulullah saw melaknat para wanita yang menziarahi kubur dan
menjadikannya masjid dan memberikan penerangan diatasnya.” (HR. Abu Daud)
2. Haram apabila akan menimbulkan fitnah berdasarkan hadits dari
Abdullah bin Murroh dari Masruq dari Abdullah dari Nabi saw bersabda,”Bukan
dari kami orang yang menampar pipi, menyobek baju dan mencaci dirinya dengan
cacian jahiliyah.” (HR. Bukhori)
3. Makruh, berdasarkan hadits dari Ummu ‘Athiyah berkata,”Kami
dahulu dilarang untuk mengikuti jenazah, namun hal itu tidak dipastikan kepada
kami.” (HR. Bukhori Muslim)
4. Boleh, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ibnu
Buraidah dari ayahnya berkata,”Rasulullah saw bersabda,’Aku pernah melarang
kalian dari berziarah kubur maka ziarahilah.” (HR. Muslim).
Kebanyakan ulama mengatakan bahwa ziarah kubur bagi wanita
adalah boleh dikarenakan para wanita termasuk didalam keumuman hadits diatas, selama
tidak mengundang fitnah.
Pendapat ini dikuatkan dengan hadits Anas bin Malik ra
berkata,”Bahwa Rasulullah saw melewati seorang wanita yang sedang menangis di
sebuah kuburan. Beliau saw bersabda,’Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah.’
Wanita itu mengatakan,’Sesungguhnya engkau tidaklah ditimpa
musibah seperti yang telah menimpaku sehingga engkau tidak mengetahuinya.’
Dikatakan kepada wanita itu,’Sesungguhnya orang ini adalah Nabi.’ Maka wanita
itu pun mendatangi Nabi saw dan ia tidak mendapati adanya para penjaga disisi
Nabi saw. Wanita itu berkata,’Aku tidak mengenalmu.’ Beliau
bersabda,’Sesungguhnya sabar adalah pada saat pertama kali mendapati (musibah
itu).” (HR. Bukhori).
Hadits ini menunjukan bahwa nabi saw tidaklah melarang wanita
itu duduk di kuburan dan taqrir (pengukuhan) beliau saw adalah hujjah (dalil).
Dan diantara orang yang membolehkannya secara umum bagi
laki-laki maupun perempuan adalah Aisyah. Diriwayatkan oleh Hakim dari jalan
Ibnu Abi Mulaikah bahwasanya dia pernah melihat Aisyah menziarahi kuburan
saudara laki-lakinya, Abdurrahman.”Aisyah ditanya,’Bukankah Nabi saw telah
melarang hal ini.’Dia menjawab,’Ya, dahulu beliau saw pernah melarangnya
kemudian memerintahkan untuk menziarahinya.” (HR. Baihaqi)– (Fathul bari juz
III hal 180)
Telaah Beberapa Dalil Diatas
Imam Tirmidzi mengatakan,”Hadits Ibnu Abbas diatas yang diapakai
sebagai dalil oleh mereka yang mengharamkan wanita berziarah kubur menurut
sebagian ulama bahwa hadits itu terjadi sebelum adanya rukhshoh (keringanan)
dari Nabi saw untuk ziarah kubur. Tatkala ada rukhshoh maka yang termasuk
didalam rukhshoh ini adalah kaum laki-laki dan wanita.” (Aunul Ma’bud juz V hal
41)
Terhadap hadits pelaknatan yang digunakan oleh mereka yang
mengharamkan ziarah wanita ke kuburan, maka disebutkan Ibnu Taimiyah bahwa
telah datang riwayat dari Nabi saw melalui dua jalan :
1. “Annahu la’ana zuwarootil qubuur; artinya,’Bahwasanya beliau
saw telah melaknat para wanita yang berziarah kubur.” dari Abu Hurairoh,”Annan
Nabiyya la’ana zaairootil qubuur, artinya,’Bahwa Nabi saw telah melaknat para
wanita yang berziarah kubur.” Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Tirmidzi dan
dishohihkan olehnya.
2. Dan dari Ibnu Abbas bahwa ,”Rasulullah saw melaknat para
wanita yang menziarahi kubur dan menjadikannya masjid dan memberikan penerangan
diatasnya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, an Nasa’i, Tirmidzi dan dihasankan olehnya,
didalam kitabnya yang lain dishohihkan olehnya serta diriwayatkan pula oleh
Ibnu Majah )
Disebutkan,”Hadits itu telah diriwayatkan dari dua jalan yang
berbeda; satu dari Ibnu Abbas dan yang lainnya dari Abu Hurairoh. Orang-orang
yang meriwayatkan didalam hadits yang satu bukanlah mereka yang meriwayatkannya
pada hadits yang lainnya. Kedua kelompok tersebut tidak saling meriwayatkan
dari yang lainnya. Didalam kedua sanadnya tidak ada orang yang diragukan karena
berdusta.
esungguhnya pelemahannya hanya dari sisi buruknya hafalan. Dan
dalam keadaan seperti ini tetap dianggap sebagai hujjah (dalil) yang tidak bisa
diragukan. Ini adalah hasan yang paling baik yang telah disyaratkan oleh
Tirmidzi, dia meletakkannya pada hasan dikarenakan banyaknya jalan dan tidak
ada orang yang disangsikan didalamnya serta tidak menyimpang atau bertentangan
dengan apa yang telah diriwayatkan oleh orang-orang yang tsiqoh (dipercaya).”
Sedangkan pendapat dari mereka yang mengatakan bahwa ziarah
wanita ke kuburan adalah makruh, yaitu Ahmad, Syafi’i dan para pengikutnya
adalah bahwa hadits tentang laknat itu merupakan dalil terhadap pengharaman
sedangkan hadits perizinan—Hadits Aisyah—menghilangkan pengharaman itu,
sehingga yang tinggal adalah makruh.
Hal ini dikuatkan oleh Hadits Ummu ‘Athiyah ,”Kami dahulu
dilarang untuk mengikuti jenazah, namun hal itu tidak dipastikan kepada kami.”
(HR. Bukhori Muslim) Ziarah adalah bagian dari mengikuti jenazah maka
kedua-duanya (menziarahi dan mengikuti jenazah) adalah makruh yang tidak
diharamkan.
Sebagian dari ulama yang mengatakan makruh, seperti Ishaq bin
Rohuyah, mengatakan,”Pelaknatan menggunakan lafazh az Zuwaroot, artinya; para
wanita yang banyak berziarah. Maka jika hanya sekali berziarah dalam seumur
hidupnya maka ia tidaklah termasuk dalam lafazh itu dan wanita tersebut
tidaklah disebut dengan wanit yang sering berziarah. Mereka mengatakan,”Aisyah
hanya berziarah sekali sehingga ia tidak disebut dengan wanita yang sering
berziarah.” (Fathul ari juz XXIV hal 196 – 198)
Sesungguhnya hadits Anas tidaklah mengukuhkan ziarah wanita itu
akan tetapi hanya memerintahkannya untuk bertakwa kepada Allah dengan
menjalankan apa-apa yang diperintahkan Allah kepadanya dan meninggalkan apa-apa
yang dilarang-Nya.
Secara umum hadits itu adalah pelarangan dari ziarah kubur.
Beliau saw bersabda kepada wanita itu,”Bersabarlah.” Dan telah diketahui bahwa
kedatangan wanita itu ke kuburan kemudian menangisinya adalah perbuatan
meniadakan kesabarannya tatkala dia menolak nasehat dari Rasul saw dikarenakan
belum mengenalinya dan Rasulullah saw pun berlalu darinya.
Kemudian tatkala wanita itu mengetahui bahwa yang
memerintahkannya adalah Rasulullah saw maka dia pun mendatanginya dan meminta
maaf kepadanya karena mengabaikan perintahnya. Jadi adakah dalil didalam hadits
itu yang membolehkan ziarah kubur bagi kaum wanita?!
Pelarangan ziarah kubur yang kemudian dibolehkan—didalam Ibnu
Buraidah—adalah pada awal-awal islam untuk menjaga keimanan, meniadakan
ketergantungan dengan orang-orang yang sudah meninggal serta menutup jalan
menuju kemusyrikan yang menjadi pangkalnya adalah mengagungkan dan menyembah
kuburan.
Ibnu Abbas mengatakan,”Tatkala keimanan sudah kokoh bersemayam
didalam hati mereka (kaum muslimin) dengan terkikisnya kemusyrikan dan
terkukuhkannya agama maka mereka diizinkan berziarah kubur untuk menambah
keimanan dan mengingatkannya terhadap apa yang telah diciptakan baginya berupa
negeri yang kekal (akherat). Perizinan dan pelarangannya pada waktu itu adalah
demi kemaslahatan.
Adapun bagi kaum wanita, meskipun terdapat kemaslahatan
didalamnya akan tetapi ziarah mereka juga akan menimbulkan kemudharatan yang
telah diketahui secara khsuus maupun umum, berupa fitnah bagi orang yang masih
hidup atau menyakiti si mayit (karena tangisannya yang berteriak-teriak).
Kemudharatan ini tidaklah bisa dicegah kecuali dengan melarang
mereka dari menziarahinya. Dalam hal ini kemudharatannya lebih besar daripada
kemaslahatannya yang sedikit bagi mereka. Syari’ah tegak diatas pengharaman
suatu perbuatan apabila kemudharatannya lebih kuat daripada kemaslahatannya.
Kuatnya kemudharatan dalam permasalahan ini tidaklah tersembunyi maka melarang
kaum wanita dari berziarah kubur adalah diantara perbuatan baik dalam
syari’ah.“ (Aunul Ma’bud juz V hal 43)
Dengan demikian hukum bagi seorang wanita yang menziarahi
kuburan adalah makruh yang tidak diharamkan selama tidak menimbulkan fitnah dan
kemudharatan baik bagi diri sendiri seperti; menyingkap auratnya,
berteriak-teriak, menangis dengan suara kencang, memukuli diri dan lainnya,
ataupun membawa fitnah dan mudharat bagi orang lain, dan apabila hal ini
terjadi maka ziarahnya menjadi haram.
Wallahu A’lam
-Ustadz Sigit Pranowo,Lc-
Sumber: http://www.eramuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar