STOP
MENGATAKAN “SUNNAH RASUL” UNTUK MENYEBUT BERHUBUNGAN INTIM SUAMI ISTRI
Sudah sering kita
mendengar ungkapan ini. Baik saat komunikasi langsung, maupun sapaan yang kerap
muncul dalam jejaring sosial semacam facebook, twitter, ataupun via BBM.
Terutama saat malam Jumat, banyak ‘status’ yang menulis tentang ‘sunnah Rasul’.
Sebuah istilah yang dipopulerkan untuk memberi nama lain ‘berkumpul’ dengan
istri. Yang membuat risih, ungkapan itu seringkali dijadikan sebagai guyonan
atau bahkan mendekati pelecehan terhadap istilah ‘sunnah Rasul’. Dan kebanyakan
dari mereka hanya ikut-ikutan tanpa mengetahui ada dalilnya ataukah tidak.
Menyoal Makna Khusus
“Sunnah Rasul.”
Sebelum berbicara
tentang dalil, sebenarnya mengkonotasikan ‘sunnah Rasul’ dengan melulu
diartikan jima’ dengan istri jelas mempersempit makna ‘sunnah’ yang meliputi
segala hal yang disandarkan kepada Nabi, baik perkataan, perbuatan, persetujuan
maupun sifat. Atau setidaknya tatkala menonjolkan makna sunnah Rasul pada makna
khusus tersebut berpotensi adanya
‘istihza’ atau olok-olokan terhadap sunnah Nabi shallallahu
alaihi wasallam. Dan fenomena ini memang banyak kita temukan dalam
komentar-komentar orang-orang kafir dan zindik di forum-forum internet yang
dengan leluasa mereka melecehkan Nabi dengan bahasa-bahasa tersebut.
Ada pula yang dengan
bangganya menulis, mengatakan atau menceritakan saat malam Jumat atau di hari
Jumatnya bahwa ia telah melakukan ‘sunnah rasul’ supaya dimaknai orang bahwa
dia telah berhubungan suami istri. Meskipun telah berstatus suami istri yang
sah, tidak selayaknya seseorang menceritakan kepada orang lain tentang hubungan
suami istri yang dilakukannya. Apalagi bertujuan supaya orang lain membayangkan
apa yang ia lakukan bersama istrinya.
Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
Diriwayatkan dari
Asma’ binti Yazid r.a, bahwa ia berada di majelis Rasulullah saw sementara kaum
laki-laki dan wanita duduk di situ. Rasulullah berkata, “Barangkali seorang
laki-laki menceritakan hubungan intim yang dilakukannya bersama istrinya?
Barangkali seorang wanita menceritakan hubungan intim yang dilakukannya bersama
suaminya?”
Orang-orang diam saja.
Aku berkata, “Demi Allah, benar wahai Rasulullah. Sesungguhnya kaum wanita
melakukan hal itu demikian juga kaum pria.”
Rasulullah bersabda:
فَلَا تَفْعَلُوا
فَإِنَّمَا مِثْلُ ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانُ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيقٍ
فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ
“Jangan lakukan!
sesungguhnya hal itu seperti setan laki-laki yang bertemu dengan setan
perempuan di jalan lalu keduanya bersetubuh sementara orang-orang melihatnya,”
(HR Ahmad, hasan).
Benarkan Itu Sunnah
Nabi di Malam Jumat?
Adapun tentang jima’
di malam Jumat, ini sudah sangat populer di kalangan umat Islam hari ini.
Seakan telah menjadi pendapat mutawatir akan sunnahnya berjima’ dengan istri di
malam Jumat. Dan bahwa hal itu memiliki suatu keistimewaan khusus dibanding ketika
dilakukan di waktu-waktu yang lain.
Padahal, tak ada
hadits shahih atau bahkan yang lemah sekalipun yang menyebutkan secara
definitif tentangnya. Yang ada adalah kabar burung yang menyebarkan riwayat,
“Barangsiapa melakukan hubungan suami istri di malam Jumat (kamis malam) maka
pahalanya sama dengan membunuh 100 Yahudi.” Ada lagi yang menyamakan dengan
pahal jihad fi sabiilillah.
Di kitab hadits
manapun kita tak akan menemukan riwayat tersebut, dan sekarang tidak sulit
untuk mengecek keabsahan suatu riwayat, karena telah banyak software-software
yang bisa digunakan. Namun riwayat di atas tak akan Anda dapatkan di sana.
Riwayat shahih yang
ada sedikit keterkaitan dengan masalah ini adalah riwayat dari Aus bin Abi Aus
radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ
الجُمُعَةِ وَغَسَّلَ، وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ، وَدَنَا وَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ،
كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا أَجْرُ سَنَةٍ صِيَامُهَا وَقِيَامُهَا
“Barang siapa yang
mandi pada hari Jumat dan memandikan, dia berangkat pagi-pagi dan mendapatkan
awal khotbah, dia berjalan dan tidak berkendaraan, dia mendekat ke imam, diam,
serta berkonsentrasi mendengarkan khotbah maka setiap langkah kakinya dinilai
sebagaimana pahala amalnya setahun.” (HR Tirmidzi, Ahmad, An-Nasa’i, dan Ibnu
Majah; dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani).
Makna ightasala adalah
mandi, sedangkan makna ghassala ada dua versi cara membaca dan maknanya. Ibnu
al-Mubarak rahimahullah menyebutkan bahwa hadits tersebut dibaca ghasala,
maksudnya membasuh kepala. Al-Waki’ membacanya dengan ghassala yang artinya
memandikan, yakni memandikan istri. Sedangkan istilah memandikan isti merupakan
kiasan dari jima’, karena ketika seorang suami mengumpuli istrinya berarti
menjadikan istrinya harus mandi. Hal ini dijelaskan dalam Aunul Ma’bud, Syarah
Sunan Abu Dawud.
Jika pun kita
menganggap pendapat ini adalah pendapat yang kuat, maka anjuran melakukan jima’
di hari Jumat mestinya dilakukan di pagi hari, sebelum berangkat shalat Jumat
di siang hari, bukan di malam Jumat.
Bukan berarti ada larangan untuk melakukan jima’ dengan istri di malam Jumat. Pembahasan ini hanya untuk menunjukan bahwa tidak ada fadhilah khusus melakukannya di malam Jumat, dan kedudukannya sama dengan malam-malam yang lain.
Bukan berarti ada larangan untuk melakukan jima’ dengan istri di malam Jumat. Pembahasan ini hanya untuk menunjukan bahwa tidak ada fadhilah khusus melakukannya di malam Jumat, dan kedudukannya sama dengan malam-malam yang lain.
Ada beberapa sunnah
yang disebutkan berkaitan dengan malam Jumat secara khusus,dan hari Jumat
secara umum.
Pertama, memperbanyak bacaan shalawat kepada Nabi
disunnahkan pada hari Jumat, baik malam maupun siangnya. Dari Abu Umamah,
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Perbanyaklah shalawat
kepadaku pada setiap Jumat. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan padaku
pada setiap Jumat. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah yang
paling dekat denganku pada hari kiamat nanti.” (HR. Baihaqi dalam Sunan
Al-Kubro, hasan lighoirihi).
Kedua, membaca Surat Al-Kahfi di malam atau
siang hari Jumat. Dari Abu Sa’id Al-Khudri, Rasulullah bersabda:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ
الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ، أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ
وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيق
“Barang siapa membaca
surat Al-Kahfi pada malam Jumat, maka ia akan mendapat cahaya antara dirinya
dan rumah yang mulia (Ka’bah).” (HR. Ad-Darimi, Al-Albani menshahihkannya).
Dan masih ada beberapa
keutamaan dan sunnah yang lain, namun tidak menyebutkan secara khusus tentang
amal di malam Jumat. Wallahu a’lam. (Abu Umar Abdillah).
Sumber:- Majalah Ar Risalah, https://abuthalhah.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar