Alasan
Tidak Berpuasa
Puasa merupakan
ibadah yang cukup berat, dalam menjalankannya membutuhkan ketegaran dan
kesabaran. Sebagian orang tidak sanggup menjalankannya. Dan untuk menjalankan
Sunnah Islam yang berdiri di atas kemudahan dan peniadaan kesulitan dari umat
manusia, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan keringanan kepada sebagian
hamba-Nya untuk meninggalkan puasa serta membolehkan mereka untuk tidak
berpuasa sebagai bentuk kasih sayang yang Dia berikan kepada mereka sekaligus
sebagai upaya memberikan keringanan kepada mereka.
Allah Ta'ala
berfirman:
"Karena itu
barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu,
maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari
yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian." [Al-Baqarah:
185]
Allah Jalla wa
Ala telah memberikan keringanan kepada orang yang sakit, orang yang sedang
melakukan perjalanan (musafir), orang yang sudah tua, wanita haidh, wanita yang
sedang nifas, wanita hamil, wanita menyusui, dan lain-lain. Mereka itulah
orang-orang yang boleh untuk tidak berpuasa dengan sengaja pada siang hari di
bulan Ramadhan. Bahkan di antara mereka ada yang harus berbuka dan diharamkan
baginya berpuasa, seperti wanita yang sedang haidh dan wanita yang sedang
menjalani masa nifas. Ditambah lagi dengan orang yang makan dan minum karena lupa
pada saat sedang berpuasa dan juga yang lainnya. Hal tersebut akan kami
jelaskan lebih lanjut pada pembahasan berikutnya, insya Allah.
Pembahasan 3
ORANG YANG TIDAK
MAMPU MENJALANKAN PUASA SECARA TERUS-MENERUS DAN TIDAK MUNGKIN BISA PULIH
Orang yang tidak
mampu menjalankan puasa secara terus-menerus dan tidak mungkin bisa pulih
seperti orang yang sudah tua atau orang yang menderita penyakit yang tidak bisa
diharapkan kesembuhannya, yaitu melalui pemberitahuan yang disampaikan oleh
dokter muslim yang ahli, amanah dan dapat dipercaya dalam hal agamanya. Maka
pada saat itu tidak ada kewajiban bagi orang yang tidak mampu tersebut untuk
menjalankan puasa, karena dia tidak mampu menjalankannya, dan tidak ada taklif
(beban) baginya atas sesuatu hal yang dia tidak mampu menjalankannya.
Allah Ta'ala
berfirman:
"Maka
bertakwalah kalian kepada Allah sesuai dengan kesanggupan kalian."
[At-Taghaabun: 16]
Dan Dia juga
berfirman:
"Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."
[Al-Baqarah: 286]
Setiap kali
orang yang tidak mampu itu tidak berpuasa, maka dia harus memberi makan setiap
hari satu orang miskin, karena Allah Jalla wa Ala menjadikan pemberian makan
sebanding dengan puasa ketika diberikan pilihan antara keduanya. Yang pertama
diwajibkan adalah berpuasa sehingga berubah menjadi pengganti baginya pada saat
tidak mampu, karena ia sebanding dengan puasa. [1]
Al-Bukhari
rahimahullah mengatakan: "Adapun orang yang sudah tua renta, jika ia tidak
mampu menjalankan puasa, maka sesungguhnya Anas pernah memberikan makan roti
dan daging setiap harinya kepada satu orang miskin setelah satu atau dua tahun
dia menjadi tua (tidak mampu berpuasa). Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhu
mengatakan bahwa seorang laki-laki yang sudah tua dan seorang wanita yang juga
sudah tua yang keduanya sudah tidak mampu lagi berpuasa, maka keduanya harus
memberi makan satu orang miskin setiap harinya." [2]
Kepada orang
yang sudah tidak mampu menjalankan puasa ini diberikan pilihan dalam memberikan
makanan ini ; dia bisa memberikannya dalam bentuk bahan mentah kepada setiap
orang miskin sebanyak satu mudd gandum terbaik yang beratnya 562 1/2 gram
-karena kita memilih bahwa satu sha' itu beratnya 2 1/4 kilogram- dan boleh
juga dia menyediakan makan dan kemudian mengundang orang-orang miskin sebanyak
hari-hari yang dia tinggalkan. Jika dia tidak berpuasa selama 30 hari, maka dia
harus mengundang 30 orang miskin. Jika dia tidak berpuasa selama 20 hari, maka
dia harus mengundang 20 orang miskin. Dan demikian seterusnya.
Pembahasan 4
ORANG SAKIT
Orang sakit yang
masih bisa sembuh juga diberikan keringanan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala
untuk berbuka (tidak berpuasa) dan mengharuskan kepadanya untuk mengqadha'
puasa yang dia tinggalkan itu.
Allah Ta'ala
berfirman:
"(Yaitu) dalam
beberapa hari yang tertentu. Maka, jika di antara kamu ada yang sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak
hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain..." [Al-Baqarah: 184]
Dia juga
berfirman:
"Karena itu
barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu,
maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa yang sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak
hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian."
[Al-Baqarah: 185]
Orang Yang Sakit
Di Bulan Ramadhan Memiliki Tiga Keadaan:
Pertama, dia
tidak merasa kesulitan untuk menjalankan puasa serta tidak juga puasa
membahayakan dirinya, maka pada saat itu dia wajib berpuasa, karena dia tidak
memiliki alasan yang membolehkan dirinya untuk tidak berpuasa.
Kedua, dia
merasa kesulitan untuk menjalankan puasa, tetapi puasa tidak membahayakan
dirinya sehingga dia tidak berpuasa. Saat itu tidak sepatutnya dia berpuasa,
karena berpuasa pada saat itu berarti menolak keringanan yang diberikan oleh
Allah Ta'ala sekaligus sebagai bentuk penyiksaan terhadap dirinya sendiri. Dan
alhamdulillaah, taklif (beban) syari'at itu berdasarkan pada kemudahan
sekaligus peniadaan kesulitan dan penolakan terhadap keberatan.
Ketiga, puasa
akan membahayakan dirinya, sehingga dia harus tidak berpuasa dan tidak
dibolehkan baginya untuk berpuasa. Hal itu didasarkan pada firman Allah Ta'ala:
"Dan
janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepada kalian." [An-Nisaa : 9]
Demikian juga
firman-Nya:
"Dan
janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan..."
[Al-Baqarah: 195]
Dan jika ada
suatu penyakit menimpa seseorang pada saat bulan Ramadhan sedang dia dalam
keadaan berpuasa, serta terlalu berat baginya untuk meneruskan puasa pada hari
itu, maka dibolehkan baginya untuk tidak berpuasa (berbuka) karena adanya alasan
yang membolehkan dirinya untuk tidak berpuasa.
Dan jika di
akhir bulan Ramadhan dia sembuh sedang dia sudah terlanjur tidak berpuasa di
awal siang karena alasan tersebut, maka puasanya pada hari itu tidak sah,
karena dia telah berbuka di awal pagi hari itu. Sebagaimana telah disampaikan
sebelumnya, puasa berarti menahan diri dengan niat sejak terbit fajar kedua
sampai matahari terbenam. Tetapi dia harus mengqadha' selama hari-hari yang
ditinggalkannya itu, "Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain."
Demikian juga
jika berdasarkan diagnosa dan pemeriksaan dokter yang ahli dan agamanya dapat
dipercaya, bahwa puasa dapat memperparah sakitnya atau menunda kesembuhannya,
maka dia boleh tidak berpuasa sebagai upaya menjaga kesehatannya dan
menghindari penyakit, tetapi dia tetap harus mengqadha' puasa selama hari-hari
yang ditinggalkannya. [3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar