Apa Hukum Menggunakan Kosmetik Pemutih Wajah ?
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita
Muhammad para sahabatnya dan yang mengikutinya dengan baik hingga hari kiamat,
wa ba'du:
Allah Ta’alaa telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya
namun kebanyakan manusia tidak menyadarinya dan mensyukurinya sehingga
menjerumuskan dirinya kepada derajat yang paling rendah bahkan mungkin lebih
rendah dari binatang.
Tidak ada didunia ini manusia yang sempurna, setiap orang memiliki
kelebihan dan kekurangan yang harus selalu disyukuri, karena kehidupan dunia
merupakan ujian dan cobaan, sedangkan kehidupan akhirat adalah yang hakiki.
Apabila kita pandai mensyukuri kekurangan kita dengan kelebihan yang
dikaruniakan Allah kepada kita, maka Allah akan memberikan keberkahan kepada
kelebihan dan kekurangan kita.
Adapun perbuatan merubah ciptaan Allah Ta’alaa merupakan dosa besar yang
dengannya iblis menggelincirkan manusia sebagaimana Allah Ta’alaa menceritakan
tentang iblis dalam firman-Nya:
وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللهِ
“Dan sungguh aku akan perintahkan kepada mereka sehingga mereka mengubah
ciptaan Allah.” (QS An-nisa: 119).
Termasuk perbuatan merubah ciptaan Allah adalah seperti mentato, memanjangkan rambut dengan rambut palsu, merenggangkan gigi, mencabut dan mencukur alis, dan sebagainya.
Kosmetik pemutih wajah:
Adapun tentang krim kosmetik pemutih kulit yang merubah kulit menjadi putih
pernah ditanyakan kepada Sheikh ‘Utsaimin rahimahullah. Beliau menjawab:
“Jika perubahannya bersifat permanen maka hukumnya tidak boleh karena perbuatan ini menyerupai mentato, merenggangkan gigi, dan. Adapun jika hanya memutihkan wajah untuk sementara yang akan hilang apabila dicuci maka itu tidak mengapa”.
“Jika perubahannya bersifat permanen maka hukumnya tidak boleh karena perbuatan ini menyerupai mentato, merenggangkan gigi, dan. Adapun jika hanya memutihkan wajah untuk sementara yang akan hilang apabila dicuci maka itu tidak mengapa”.
(Fatwa Nur ‘Alaa Darb: 29/6/2004)
Begitu juga Sheikh Shalih bin Munajjid pernah ditanya tentang masalah ini
dan beliau menjawab:
Proses pemutihan kulit ada dua macam:
Pertama: supaya lebih sempurna dan tambah
bagus dan cantik maka ini tidak boleh, karena termasuk merubah ciptaan Allah,
sejenis dengan mentato yang mendatangkan laknat bagi pelakunya sebagaimana
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kedua: menghilangkan aib dan cacat: seperti adanya noda hitam pada tangan dan lainnya lalu dia berusaha menghilangkannya maka tidak mengapa karena termasuk menghilangkan aib. Wallahu A’lam
http://www.islam-qa.com/ar/ref/2895/
Menambah kecantikan:
Dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam
hadits yang shahih dari riwayat Ibnu Mas’ud radhiallahu ’anhu:
لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ. وَقَالَ ابْنُ مَسْعُوْدٍ: مَا لِي لاَ أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟
“Allah melaknat para wanita yang mentato, para wanita yang minta ditato,
para wanita yang mencabut alisnya, para wanita yang minta dicabutkan alisnya,
para wanita yang minta direnggangkan gigi-giginya, para wanita yang merubah
ciptaan Allah”.
Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata: “Bagaimana saya tidak melaknat mereka yang dilaknat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” (Muttafaqun ‘alaihi).
Demikian juga dalam sabdanya:
Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata: “Bagaimana saya tidak melaknat mereka yang dilaknat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” (Muttafaqun ‘alaihi).
Demikian juga dalam sabdanya:
لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ
“Allah melaknat wanita yang menyambungkan rambutnya dan wanita yang minta
disambungkan rambutnya”.
Larangan ini karena perkara-perkara tersebut merupakan perbuatan merubah
ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun perubahan yang tidak permanen tetapi hanya sementara seperti mengenakan inai atau sejenisnya hukumnya boleh, karena perubahannya hanya bersifat sementara yang akan hilang dalam waktu yang singkat, seperti celak dan lipstik.
Adapun perubahan yang tidak permanen tetapi hanya sementara seperti mengenakan inai atau sejenisnya hukumnya boleh, karena perubahannya hanya bersifat sementara yang akan hilang dalam waktu yang singkat, seperti celak dan lipstik.
Namun jika terbukti bahwa lipstik tersebut dapat merusak bibir, membuatnya kering dan pecah-pecah serta menghilangkan minyak dan kelembapannya maka tidak boleh digunakan. Karena seseorang tdk boleh melakukan sesuatu yg memudaratkan dirinya, sebagaimana diingatkan oleh Sheikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dalam Majmu’ah As`ilah Tuhimmul Usrah Al-Muslimah .
Menghilangkat aib dan cacat:
Namun jika maksudkan untuk menghilangkan aib dan cacat pada wajah maka
hukumnya boleh. Seperti menghilangkan noda hitam dan goresan pada wajah dan
sejenisnya, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengizinkan salah
seorang sahabat yang patah hidungnya untuk menggantinya dengan hidung palsu
yang terbuat dari emas:
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari ‘Arfajah bin As’ad
radhiyallahu ‘anhu dia berkata:
أُصِيْبَ – وَفِي رِوَايَةٍ: قُطِعَ - أَنْفِي يَوْمَ الْكُلاَبِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَاتَّخَذْتُ أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ فَأَنْتَنَ عَلَيَّ. فَأَمَرَنِي رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتَّخِذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ
“Hidungku tertebas pada Perang Kulab di masa jahiliah. maka aku menggantinya
dengan hidung palsu yang terbuat dari perak namun ternyata membusuk. maka
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku untuk
menggantinya dengan hidung terbuat dari emas.”
Hadits ini dishahihkan Sheikh Albani rahimahullah dalam Shahih Abi Dawud dan Shahih At-Tirmidzi .
Hadits ini dishahihkan Sheikh Albani rahimahullah dalam Shahih Abi Dawud dan Shahih At-Tirmidzi .
Kesimpulan:
Ketika menggunakannya untuk tujuan kecantikan diharamkan berdasarkan nas
diatas maka memperjual belikannya pun diharamkan karena termasuk bab tolong
menolong dalam kemaksiatan, apalagi seringkali krim-krim tersebut terbuat dari
bahan kimia yang mempunyai efek samping yang membahayakan kesehatan. Yang
terbaik adalah mensyukuri apa anugerah Allah Ta’alaa kepada kita. Wallahu
A’lam.
(ar/voa-islam)
Sumber: http://www.voa-islam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar